Para Pecatur Muda Ramaikan Kejuaraan Catur Japfa FIDE Rated 2021
Percasi dan Japfa menggelar kejuaraan catur berstandar FIDE. Kejuaraan ini diharapkan bisa membantu pecatur, terutama yang masih muda, untuk mendongkrak elo rating dan mendapatkan gelar internasional.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 60 pecatur remaja atau berusia 17 tahun ke bawah meramaikan kejuaraan catur Japfa FIDE (Federasi Catur Internasional) Rated 2021 yang dimulai Sabtu (4/12/2021) hingga Rabu (8/12/2021) di Senayan, Jakarta Pusat. Bagi pecatur muda, kejuaraan catur klasik yang diikuti total 194 peserta itu sangat penting untuk mendongkrak rating internasional.
Adapun bagi pecatur dewasa ataupun penghuni pemusatan latihan nasional, kejuaraan dengan sembilan babak itu juga penting untuk menguji pemahaman teori caturnya. Kejuaraan catur klasik FIDE itu menjadi yang pertama digelar di Tanah Air dalam masa pandemi Covid-19.
”Kejuaraan catur klasik sangat penting untuk memperkuat ilmu. Maka, saya berharap para pengurus provinsi Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) bisa menyelenggarakan lebih banyak turnamen catur klasik. Pecatur tidak mungkin menjadi hebat tanpa ilmu yang hebat,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Percasi Utut Adianto saat membuka kejuaraan itu.
Utut mengatakan, kejuaraan yang diikuti tiga grand master (GM), empat master internasional (IM), dan 10 FIDE master (FM), itu menjadi turnamen catur klasik ketiga di Indonesia selama pandemi. Namun, dua kejuaraan di antaranya tidak memperebutkan rating FIDE. Kejuaraan yang digelar selama ini lebih banyak berupa catur cepat atau kilat.
Kejuaraan catur cepat lebih populer dan menawarkan hadiah yang tidak sedikit. Akan tetapi, secara substansi keilmuan, kejuaraan catur jenis itu bukan wadah ideal untuk menguji pemahaman pecatur karena lebih banyak dipengaruhi unsur keberuntungan.
”Turnamen catur cepat/kilat memang menyenangkan untuk panitia maupun pecatur. Tetapi, keberhasilan itu bukan hanya dari sisi hadiah, melainkan pula mengenai ilmu,” ujar Utut kemudian.
Bukan seremonial
Maka itu, Utut menuturkan, kejuaraan Japfa FIDE Rated 2021 bukan sekadar ajang seremoni. Gelaran ini amat penting bagi pecatur untuk mengevaluasi hasil latihannya dan menguji pemahaman catur.
Kami berharap Indonesia bisa mengikuti jejak India. Pada 1997-an, India baru memiliki sekitar empat GM aktif. Tapi, saat ini, mereka memiliki sekitar 97 GM.
”Dalam olahraga, terutama catur, ada tiga poin yang tidak boleh dilewati. Pertama berlatih/belajar, kedua bertanding/ikut kejuaraan, dan ketiga mengevaluasi diri (seusai bertanding). Nah, pertandingan yang dibutuhkan itu dalam bentuk turnamen catur klasik,” kata Utut yang pernah menjadi GM Super atau elo rating di atas 2.600 medio 1995-1999.
Utut menyampaikan, catur merupakan olahraga yang menuntut pecatur untuk terus belajar sepanjang waktu. Kalau tidak, kemampuan pasti tidak berkembang. Padahal, di zaman modern ini, setiap orang kian mudah mengakses ilmu baru mengenai catur.
Adapun GM Susanto Megaranto bersyukur kejuaraan berating FIDE itu bisa digelar di Indonesia. ”Ini penting untuk mengembangkan rating pecatur yang lama tidak ikut turnamen FIDE,” ucapnya.
Kendati demikian, Susanto tidak semata mengincar rating dalam ajang kali ini mengingat hampir semua pecatur lainnya yang ikut serta memiliki rating di bawahnya. Maka itu, secara realistis, Susanto ingin fokus mengejar gelar juara di sana.
”Di sini, saya agak susah untuk menaikkan rating karena lawan yang ada ratingnya jauh di bawah saya. Sekarang, saya fokus untuk menjadi juara saja,” ungkap pecatur berusia 34 tahun tersebut.
Ia turut membawa anak pertamanya, Shaina Aylakiva Megaranto, mengikuti kejuaraan itu. Shaina, yang masih berusia delapan tahun, menjadi salah satu peserta termuda dalam kejuaraan terbuka itu. Susanto berharap anaknya itu mendapatkan banyak pengalaman berharga dalam ajang itu.
”Kalau ikut kejuaraan catur cepat atau kilat secara daring, Shaina sering dan beberapa kali juara kelompok usia. Tapi, untuk catur klasik dan secara tatap muka, dia masih jarang. Dari kejuaraan ini, saya harap dia dapat pengalaman dan makin menikmati catur, apalagi catur klasik dan catur cepat atau kilat sangat berbeda. Di catur klasik, kita harus main lama, bisa 4-5 jam, dan benar-benar menyiapkan diri sebelum tanding,” ungkap Susanto kemudian.
Jejak India
Perwakilan PT Japfa Comfeed Indonesia, Agus Mulyono, berharap, kejuaraan itu bisa melahirkan para pecatur baru yang kelak bisa mengharumkan Indonesia di pentas internasional.
”Kami berharap Indonesia bisa mengikuti jejak India. Pada 1997-an, India baru memiliki sekitar empat GM aktif. Tapi, saat ini, mereka memiliki sekitar 97 GM. Di era Pak Utut berjaya, India belum apa-apa. Tapi, sekarang, mereka salah satu kuda hitam utama catur internasional,” ujarnya.
Contoh kolaborasi
Wakil Sekretaris Jenderal II Bidang Hukum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Othniel Mamahit menjelaskan, kolaborasi antara Percasi dan Japfa menjadi contoh yang patut ditiru oleh cabang-cabang olahraga lainnya di Indonesia. Kolaborasi itu langkah ideal untuk mengembangkan olahraga Indonesia di tengah keterbatasan anggaran.
”Kami harap ada sponsor perusahaan seperti Japfa yang lebih banyak dalam membantu membangun olahraga Indonesia,” pungkasnya.
Di babak pertama kejuaraan itu, Susanto melenggang mulus menang atas WFM Elisabeth Christine yang notabene anak asuhannya di Sekolah Catur Utut Adianto, Bekasi, Jawa Barat. Kemenangan itu membuat Susanto berada di urutan kedua di bawah pecatur putri tanpa gelar dan rating, Zahra Alifatuz, yang menang bye. Adapun GM Novendra Priasmoro kalah WO (walk over) dari pecatur putri Via Lastiningtyas karena tidak hadir setelah 30 menit ditunggu.