Juventus semakin terpuruk seusai kekalahan di kandang dari Atalanta. Allegri memastikan target juara bukanlah sesuatu yang realistis untuk ”Si Nyonya Besar”.
Oleh
Kelvin Hianusa
·4 menit baca
TURIN, MINGGU — Pelatih Juventus Massimiliano Allegri sudah menyerah dalam perburuan scudetto pada pekan ke-14 Liga Italia. Allegri mengibaskan ”bendera putih” setelah kekalahan pahit dari tim tamu Atalanta, 0-1, di Stadion Allianz, Minggu (28/11/2021) dini hari WIB. Kekalahan di kandang itu memaksanya bersikap realistis.
Nasib buruk terus membayangi ”Si Nyonya Besar”. Paulo Dybala dan rekan-rekan kembali takluk seusai kekalahan memalukan dari Chelsea, 0-4, di Liga Champions, tengah pekan lalu. Penyerang Atalanta, Duvan Zapata, menghukum tuan rumah yang tampil terburu-buru lewat gol semata wayangnya pada babak pertama.
Kembalinya Dybala ke daftar 11 pemain utama tidak banyak mengubah permainan Juve. Tampil dengan formasi 4-4-2, tim asuhan Allegri tetap kebingungan saat membangun serangan, terutama menghadapi tekanan agresif pemain Atalanta. Gol Zapata pun terjadi akibat kesalahan umpan fatal saat memulai serangan dari belakang.
Duet gelandang Manuel Locatelli dan Adrien Rabiot tidak mampu menjadi jembatan serangan dari lini belakang ke depan. Juve hanya menunjukkan taringnya ketika serangan balik. Si Nyonya Besar semakin kehilangan arah karena penyerang sayap andalan, Federico Chiesa, harus diganti setelah babak pertama akibat cedera.
Menurut Allegri, penyebab kekalahan timnya masih sama seperti problem di laga-laga terdahulu. ”Kami tidak memaksimalkan peluang yang kami ciptakan. Beda dengan Atalanta yang mencetak gol hanya dengan satu tendangan dari kesalahan kami. Pemain kami terlalu terburu-buru dalam semua hal. Seperti yang saya sering katakan, gol sangatlah penting,” ujarnya kepada DAZN.
Akibat kekalahan yang kelima kali musim ini, Juve terjebak di peringkat ke-8 klasemen sementara dengan 21 poin. Tim tersukses di Italia, dengan koleksi 36 gelar scudetto, ini tertinggal 11 poin dari AC Milan dan Napoli yang bermain satu pertandingan lebih sedikit.
Skuad ini bagus, tetapi saya tidak setuju jika orang mengatakan tim ini bisa meraih scudetto dengan mudah.
Si Nyonya Besar sedang berada di titik terendah. Pencapaian Allegri hingga pekan ke-14 ternyata lebih buruk dibandingkan dua pelatih sebelumnya yang dipecat, Andrea Pirlo dan Maurizio Sarri. Allegri lebih buruk 15 poin dibandingkan Sarri dan 7 poin dibandingkan Pirlo.
”Saya pikir kami harus realistis. Jika kami berada dalam posisi ini setelah 14 pekan, itulah yang pantas kami dapatkan. Skuad ini bagus, tetapi saya tidak setuju jika orang mengatakan tim ini bisa meraih scudetto dengan mudah. Kami sekarang berada di sini untuk berjuang masuk empat besar,” lanjut Allegri yang sudah mengantar Juve lima kali scudetto.
Allegri menyadari, Si Nyonya Besar sedang dalam fase transisi. Tim saat ini berbeda dibandingkan saat fase pertamanya melatih, pada 2014-2019. Kepergian sang megabintang, Cristiano Ronaldo, pada musim panas lalu menjadi kehilangan terbesar. Mereka baru mencetak 18 gol sejauh ini, hanya berada di peringkat ke-13 tim tersubur liga.
Kualitas lini tengah Juve juga jauh menurun. Mereka tidak punya pemain seperti Blaise Matuidi yang bertenaga kuda dan Miralem Pjanic yang punya kreativitas tinggi. Adapun tim asal kota Turin ini masih beradaptasi dengan kehadiran Locateli yang baru didatangkan musim ini.
Sang pelatih berharap anak asuhannya juga bisa realistis. Dia meminta para pemain tidak terbebani ekspektasi juara para pendukung. Sebab, ekspektasi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
”Saat kami lebih realistis, kami bisa mengangkat beban berat itu dan bekerja lebih baik. Yang perlu kami lakukan sekarang hanyalah terus bekerja, mencoba bermain lebih tenang, dan mencetak gol lagi,” pungkas Allegri.
Pendukung Juve tampak mulai kehilangan kesabaran. Mereka beberapa kali berteriak kepada pemain pada babak kedua. Setelah laga selesai, puluhan ribu penonton kompak mencemooh skuad Juve dengan berteriak, ”Booo....”
Di sisi lain, hasil ini membawa kebahagian amat besar untuk skuad Atalanta. Kemenangan di markas Juve ini merupakan yang pertama untuk ”Sang Dewi” dalam 30 tahun terakhir. Mereka sukses menghasilkan oase tersebut di tengah suasana ruang ganti tim yang sedang kurang baik akibat hasil imbang dengan Young Boys di Liga Champions.
”Ini adalah kegembiraan bagi saya, juga untuk klub dan seluruh kota Bergamo. Pertandingan ini penuh perjuangan dan sangat menguras fisik. Atalanta bermain dengan level sesuai harapan,” kata Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini.
Turun dengan formasi andalan 3-4-1-2, Atalanta menekan tinggi pertahanan Juve sejak menit pertama. Zapata dan rekan-rekan pun tidak memberikan kesempatan tuan rumah untuk banyak menghasilkan peluang pada babak pertama.
Unggul satu gol, Sang Dewi lebih mengendurkan tekanan seusai turun minum. Namun, Juve dengan penguasaan bola dominan, 58,9 persen, dan 15 kali percobaan tendangan tidak mampu merusak solidnya pertahanan mereka. Peluang emas Juve hanya berasal dari tendangan bebas Dybala yang membentur mistar gawang.
Gasperini meyakini kemenangan ini akan jadi batu loncatan untuk timnya. ”Kami berada dalam situasi darurat sejak awal musim karena badai cedera. Ada juga pemain yang harus beradaptasi dengan peran baru. Tetapi, semua itu semakin membaik. Kami punya lebih banyak opsi sekarang dan kondisi fisik yang lebih baik,” ucapnya. (AP/REUTERS)