Pelari elite Borobudur Marathon yang berasal dari luar Pulau Jawa diterpa letih seusai menempuh perjalanan yang panjang dan keterlambatan penerbangan. Mereka mengatur waktu istirahat agar tetap bisa tampil maksimal.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Borobudur Marathon powered by Bank Jateng diikuti sebanyak 42 pelari elite dari seluruh Indonesia. Pelari yang berasal dari luar Pulau Jawa dihadapkan pada perjalanan panjang dan melelahkan untuk tiba di Kota Magelang, Jawa Tengah. Menyiasati kelelahan akan sangat menentukan performa mereka saat perlombaan.
Seluruh pelari elite Borobudur Marathon telah tiba di Hotel Puri Asri, Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (25/11/2021) siang. Kedatangan mereka dibagi menjadi dua termin, yaitu pada Rabu (24/11) dan Kamis. Panitia Borobudur Marathon mengatur agar pelari yang berasal dari luar Pulau Jawa tiba maksimal pada Rabu, sedangkan pelari dari Pulau Jawa pada Kamis.
Hal itu bertujuan agar para pelari dari luar Pulau Jawa memiliki waktu istirahat lebih banyak. Pelari elite asal Sumbara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Suwandi (29), harus melalui perjalanan panjang demi mengikuti Borobudur Marathon. Dari Sumbawa, ia harus menumpang pesawat dan transit sebanyak tiga kali di Lombok, Bali, dan Jakarta. Itu membuat Suwandi menempuh perjalanan udara dan darat dengan total waktu selama 12 jam.
”Lumayan capek di perjalanan. Jadi, lama di perjalanan itu karena pesawatnya sering terlambat,” kata Suwandi di Hotel Puri Asri.
Suwandi mengaku beruntung karena memiliki waktu sehari untuk beristirahat. Lomba atau race bagi para pelari elite Borobudur Marathon akan berlangsung pada Sabtu (27/11) pukul 05.00 WIB. Dengan begitu, ada waktu sekitar dua hari baginya untuk memulihkan stamina.
Setibanya di hotel, Suwandi bersama pelari elite lainnya langsung menjalani tes usap. Setelah hasil tes usap dinyatakan negatif, mereka secara resmi berada dalam sistem gelembung. Dalam sistem gelembung ini para pelari dilarang berkontak dengan orang lain selain dengan orang yang juga berada dalam gelembung untuk mencegah penularan Covid-19.
Pelari peraih peringkat kedua di Borobudur Marathon 2020 itu memaksimalkan waktu selama berada dalam gelembung untuk memulihkan staminanya. Ia banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat. Selain beristirahat, waktunya juga dimanfaatkan untuk menjaga kondisi dengan berlari joging pada pagi hari. Selain itu, asupan gizi dari vitamin dan makanan juga diperhatikan.
”Dari segi makanan sangat berpengaruh untuk memulihkan stamina. Tidak hanya latihan yang bagus, tetapi gizi ini juga termasuk dalam program. Asupan gizi dan istirahat yang cukup sangat mendukung kekuatan fisik. Minimal atlet harus tidur 6 sampai 8 jam sehari,” ujarnya.
Kondisi serupa juga dialami pelari elite asal Medan, Sumatera Utara, Anjellika boru Ginting (22), yang mengalami kelelahan akibat pesawat yang ditumpanginya mengalami keterlambatan selama berjam-jam. Ia seharusnya berangkat pukul 07.00 dari Medan. Akan tetapi, pesawatnya mengalami keterlambatan hingga 5 jam. Dari Medan, Anjellika tiba di Jakarta pada pukul 14.00 untuk transit. Di sana, pesawat yang ditumpanginya kembali mengalami penundaan untuk berangkat.
Akibat penundaan berkali-kali itu, Anjellika baru tiba di hotel pada pukul 21.00. Mahasiswi jurusan pendidikan olahraga itu telah mengikuti Borobudur Marathon sejak 2019. Kendala pada perjalanan udara itu membuat kedatangannya di Magelang pada tahun ini terasa lebih melelahkan.
”Supaya tidak kelelahan, saya atur asupan gizi untuk tubuh. Kemarin setiba di hotel saya langsung minum susu dan beristirahat. Bersyukur paginya sudah segar lagi dan bisa ikut joging untuk pengondisian,” katanya.
Direktur Medis Borobudur Marathon dr Andi Kurniawan menjelaskan, panitia merancang waktu tiba pelari elite dari luar Pulau Jawa agar tiba sehari lebih cepat. Tujuannya agar mereka memiliki waktu pemulihan dan istirahat yang cukup sehingga tidak mengganggu performa saat berlomba.
Menurut Andi, para pelari harus mencukupi waktu istirahat agar tidak kelelahan. Jika kelelahan, risiko cedera akan mengintai ketika berlomba. Panitia, kata Andi, telah meminta para pelari dari luar Pulau Jawa untuk menikmati perjalanan dengan cara mendengarkan musik atau melakukan hal menyenangkan lainnya sebagai bentuk antisipasi keterlambatan penerbangan.
”Menunggu terlalu lama itu mempengaruhi suasana hati dan perasaan. Sejak awal kami sudah sampaikan kepada para pelari agar bisa menghilangkan kejenuhan dengan melakukan hal yang menyenangkan,” katanya.