Keseimbangan Hidup Greysia Polii
Pemain bulu tangkis Greysia Polii menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan karier sebagai atlet.

Greysia Polii meluangkan waktu di pantai Nusa Dua, Bali, sebelum tampil dalam Festival Bulu Tangkis Indonesia di Bali, 16 November-5 Desember.
Dua puluh lima tahun setelah pertama kali menjejakkan kaki di PB Jaya Raya, Jakarta, pada usia sembilan tahun, Greysia Polii meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 bersama Apriyani Rahayu. Prestasi tertinggi bagi atlet bulu tangkis itu didapat berkat upaya Greysia menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan karier sebagai atlet.
Emas dari Olimpiade, yang penyelenggaraannya dimundurkan setahun menjadi 23 Juli-8 Agustus 2021 karena pandemi Covid-19, didapat berselang delapan bulan setelah Greysia menikah dengan Felix Djimin. Hanya 1,5 bulan setelah Tokyo 2020, dia meninggalkan suaminya untuk tur ke Eropa, mengikuti kejuaraan Piala Sudirman, Piala Thomas dan Uber, Denmark Terbuka, dan Perancis Terbuka selama enam pekan.
Menjelang akhir tahun, atlet Manado kelahiran Jakarta, 11 Agustus 1987, ini kembali menjalani agenda padat dengan tampil dalam Festival Bulu Tangkis Indonesia di ”gelembung” Nusa Dua, Bali, 16 November-5 Desember. Greysia/Apriyani mengikuti Daihatsu Indonesia Masters, SimInvest Indonesia Terbuka, dan Final BWF.
Dengan peraturan yang mengizinkan pemain membawa keluarga ke dalam ”gelembung”, Greysia membawa suami, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Selama beberapa hari sebelum turnamen dimulai, mereka berkumpul sebelum Greysia berangkat kembali untuk mengikuti Kejuaraan Dunia di Spanyol pada 12-19 Desember.
Dua hari menjelang Indonesia Masters, dia menyisihkan waktu berbicara tentang semua pengorbanan untuk meraih emas Olimpiade dan rencana masa depan. Selama sejam pertemuan, sosok yang selalu mengutarakan isi hati dan pikirannya dengan gamblang ini mengawali cerita dengan lika-liku menuju Tokyo 2020.
Semua momen indah sebagai atlet dan personal merupakan buah kesabaran dalam menghadapi semua ujian, termasuk ketika harus beberapa kali memundurkan rencana menikah, yang berarti juga memundurkan rencana pensiun.
Semula, Olimpiade Rio de Janeiro 2016 akan dijadikan panggung tertinggi terakhir. Greysia berencana menikah dengan Felix, yang dikenalnya sejak 2014, pada akhir 2017 atau 2018.

Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menjalani latihan di lapangan utama tempat berlangsungnya Daihatsu Indonesia Master 2021 di Hotel Westin Nusa Dua, Bali, pada Minggu, 14 November 2021.
Tetapi, pelatih ganda putri, Eng Hian dan Chafidz Yusuf, memintanya memundurkan rencana pensiun karena Greysia dibutuhkan untuk memantapkan kemampuan pemain-pemain muda. Setelah berdiskusi, diputuskan bahwa rencana pensiun ditunda selama enam bulan hingga setahun sambil mempersiapkan pernikahan.
”Itu akan saya lakukan karena awalnya saya punya prinsip, kalau sudah menikah, saya tidak akan bermain bulu tangkis lagi. Waktu saya untuk keluarga,” ujarnya.
Tetapi, keputusan akhirnya diambil berdasarkan pengalaman sendiri. Greysia muda tak punya banyak senior ganda putri yang bisa dijadikan contoh dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai atlet dengan profesional.
Dalam masa perpanjangan karier, yang akhirnya menjadi perpanjangan pertama, dia berpartner dengan pemain lebih muda, hingga bersama Apriyani sejak Mei 2017 pada kejuaraan beregu Piala Sudirman di Gold Coast, Australia.
Maka, Greysia pun berpegang pada prinsip nothing to lose, tak mengejar prestasi besar. ”Kalaupun juara, itu bagus buat Apri karena dia akan percaya diri ketika saya tinggalkan pada 2018. Pelatih pun berpikir seperti itu. Apalagi, Apri baru masuk pelatnas pada 2017,” katanya.
Namun, gelar juara Perancis Terbuka pada Oktober 2017 mengubah rencana. Pelatih menilai, Greysia/Apriyani memiliki peluang meraih medali Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Greysia memundurkan lagi rencana pensiun.
”Sebelum Asian Games, saya dan Felix bicara bahwa saya harus bisa menyeimbangkan karier dan keluarga karena rencana menikah juga untuk masa depan saya. Dari situ, ada obrolan menunda pernikahan, yaitu setelah Olimpiade Tokyo 2020, karena akhirnya peluang dapat medali Olimpiade pun terbuka. Jadi, kami tunangan dulu pada pada 2018,” katanya.
Rencana itu didiskusikan dengan keluarga, pelatih, dan Apriyani. Greysia sangat bersyukur bahwa Eng Hian dan Chafidz sangat memahami keputusannya.
”Ternyataaa… Olimpiade mundur, semua berubah lagi,” katanya sambil tergelak.
Uji kesabaran
Pandemi Covid-19, yang mengubah kehidupan dunia, juga berpengaruh pada kehidupan sosok yang telah berpasangan dengan 20 atlet ini. Kesabarannya diuji hingga batas tertinggi.
Kakaknya, Rickettsia Polii, meninggal karena terinfeksi Covid-19 pada 24 Desember 2020, sehari setelah Greysia menikah dengan Felix. Ibunya pun terinfeksi penyakit tersebut.

Greysia Polii bersama suami dan ibunya.
Tangis pemain yang dipanggil Kak Ge oleh adik-adiknya di pelatnas ini pun pecah ketika menjuarai Thailand Terbuka, Januari 2021. Dia melepas semua emosi hingga Apriyani harus menenangkan dengan memeluknya erat.
Masa latihan pada masa pandemi juga bukan hal yang mudah. Sejak turnamen internasional dihentikan pada Maret 2020, semua pemain pelatnas hanya boleh berada di Cipayung. Mereka bahkan tak boleh bertemu keluarga meski dalam libur akhir pekan.
Namun, ketika melihat kembali perjalanan itu, Greysia bersyukur bahwa Olimpiade ditunda setahun sehingga dia dan Apriyani memperoleh tambahan waktu untuk mempersiapkan diri. Salah satu faktor teknis yang diperbaiki adalah cara servis. Cedera lama di bahu membuatnya harus mengubah servis pendek dengan backhand menjadi forehand.
”Kelihatannya sepele, tetapi mengubah dari yang tidak biasa bukan hal yang mudah. Seandainya Olimpiade digelar pada jadwal awal, mungkin servis saya belum semantap itu,” katanya.
Kondisi fisik bisa jadi belum fit. Greysia dalam tahap pemulihan cedera sejak 2019. Greysia dan Apriyani pun harus menyatukan kembali jiwa mereka setelah tersisih pada semifinal Kejuaraan Dunia 2019, saat peluang juara terbuka lebar.
Tambahan waktu digunakan untuk memperkuat ikatan dengan Apriyani yang belum berpengalaman tampil di Olimpiade. ”Kami belajar untuk lebih dewasa dan saling memahami. Kami pun lebih fokus membentuk kekuatan mental, kesabaran, dan memperkuat komitmen,” katanya.
Sebelum Asian Games, saya dan Felix bicara bahwa saya harus bisa menyeimbangkan karier dan keluarga karena rencana menikah juga untuk masa depan saya. Dari situ, ada obrolan menunda pernikahan, yaitu setelah Olimpiade Tokyo 2020, karena akhirnya peluang dapat medali Olimpiade pun terbuka. Jadi, kami tunangan dulu pada pada 2018.
Pemain putri paling senior di pelatnas itu tak memungkiri, muncul rasa bosan ketika masih ada turnamen yang dibatalkan pada 2021. Puncak kebosanan, hingga malas berlatih, dirasakan saat Malaysia dan Singapura Terbuka, yang seharusnya berlangsung akhir Mei-awal Juni, batal.
Di tengah kegalauan itu, kesadaran dirinya muncul. ”Diri saya sendiri mengingatkan, ’Ngapain sih berpikir Olimpiade jadi atau enggak?’ Kenapa enggak mikir persiapan saja, seperti latihan-latihan kecil yang bisa dilakukan sendiri, pola makan, istirahat, dan ngobrol dengan psikolog. Setelah diskusi dengan Apri dan dia merasakan hal yang sama, mulailah kami fokus pada hal-hal kecil yang harus kami lakukan.”
Oleh psikolog di PP PBSI, mereka diajari teknik untuk menghadapi lawan yang dinilai paling berat. Keduanya diminta melihat kembali siapa calon lawan yang paling tidak disukai dan pasangan yang dinilai sebagai kuda hitam. Selain itu, Greysia, Apriyani, dan Eng Hian mengikuti pelatihan komunikasi dan mindfulness di Soul of Speaking, Jakarta, sejak tahun 2019. Awalnya, Greysia diberi tahu oleh sang kakak.
Greysia dan Apriyani sama-sama menuliskan dua pasangan Jepang, yaitu Yuki Fukushima/Sayaka Hirota dan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara, sebagai lawan paling tidak disukai karena sering mengalahkan mereka. Sementara label kuda hitam diberikan kepada pemain Malaysia, Chow Mei Kuan/Lee Meng Yean.
Sepakat pada pilihan itu, pasangan dengan beda usia 11 tahun ini diajari latihan memperkuat mental. Setiap bangun tidur, mereka harus membayangkan bertanding dan menang atas lawan-lawan yang paling diwaspadai.
Latihan itu berdampak ketika undian dirilis pada hari keberangkatan tim bulu tangkis Indonesia ke Kumamoto, Jepang, untuk aklimatisasi, dua pekan sebelum Olimpiade. Greysia dan Apriyani terkesima dengan apa yang mereka lihat: Fukushima/Hirota dan Chow/Lee berada di Grup A bersama mereka!

Foto unik yang mewakili penggambaran profil kedua atlet.
”Saya sempat tidak percaya, apa yang kami tulis akan menjadi lawan dalam satu grup. Tapi, karena kami sudah dan terus menjalani latihan mental, tidak ada rasa takut. Kami sangat tenang menghadapi undian tersebut,” kata Greysia.
Ketenangan itu terbawa pada hampir setiap laga di Tokyo. Greysia merasa tegang hanya menjelang laga pertama dan perempat final. Dia trauma setelah tersingkir pada perempat final Rio 2016.
Setelah melewati babak delapan besar melawan Du Yue/Li Yinhui (China), yang akhirnya menjadi laga tersulit selama di Tokyo, Greysia lega. Setidaknya, yang ada dalam benak, dia memperoleh hasil lebih baik dari dua Olimpiade sebelumnya. Penampilan Greysia/Apriyani pun kian luar biasa pada semifinal dan merebut emas setelah mengalahkan Chen Qingchen/Jia Yifan (China) di final.
”Jadi, ketika banyak orang bertanya, mengapa kami bisa tampil sebaik itu di Olimpiade, jawabannya sangat panjang, seperti yang saya ceritakan ini. Selama ini, saya hanya bercerita permukaannya saja,” katanya.
Maka, Greysia sangat bersyukur atas semua keputusan yang dibuat, yaitu dengan prinsip menyeimbangkan bulu tangkis dan kehidupan personal. Selama ini, dua sisi itu menjadi pergulatan dalam hidupnya.
”Seandainya saya egois dengan mementingkan salah satu sisi atau tidak berjodoh dengan Felix dan Apri, saya rasa semua jalan akan menutup. Setiap merasa ada pergulatan, saya minta Tuhan memberi saya jalan. Dengan semua perjalanan yang saya lalui, saya merasa sangat diberkati. Mungkin ini yang disebut semua terasa indah pada waktunya,” tutur Greysia dengan nada agak tercekat.
Rencana pensiun 2022
Seperti setiap keputusan yang pernah dibuat, rencana pensiun dipikirkan dengan matang. ”Saya tidak akan mengejar Olimpiade Paris 2024. Kejuaraan Dunia 2022 juga pasti enggak ikut. Tetapi, kapan waktu yang tepat untuk mundur, saya belum tahu. Saya masih diskusi dengan banyak orang. Yang pasti, saya tidak mau terlalu lama meninggalkan keluarga dan kami pasti ingin punya anak,” katanya.
Saat ini, Greysia telah membangun bisnis bidang properti dan mode sebagai bekal masa depan. Semua itu dirintis berdasarkan prinsip yang diajarkan keluarga bahwa dia harus menyiapkan masa depan di luar bulu tangkis.
Baca juga : Hidup Tanpa Desain Luthfi Hasan
Meski demikian, dia memastikan akan tetap berkontribusi pada bulu tangkis. ”Saya belum tahu bentuknya seperti apa, tetapi tidak berupa bisnis. Saya ingin berkontribusi untuk olahraga, khususnya bulu tangkis, dalam bidang sosial,” ujarnya.
Menutup obrolan, Greysia mengatakan bahwa mundurnya dia sebagai atlet akan dilakukan bukan karena telah meraih medali emas Olimpiade. ”Saya akan berhenti karena memang sudah waktunya,” katanya.