Saat Wajah Mandalika Kembali Bergairah
Magnet baru berupa sirkuit internasional dengan ajang balap motor kelas dunia membuat Mandalika kembali bergairah. Momentum besar ini harus ditangkap agar euforia ini tidak lewat begitu saja.
Beberapa bulan lalu, Mandalika tak jauh beda dengan kawasan lain di Pulau Lombok. Sepi dan lesu, menanti akhir pekan saat warga lokal datang liburan. Namun, kini wajah kawasan destinasi superprioritas itu mulai bergairah.
Jam menunjukkan pukul 06.30 Wita saat Sahram (52) mulai sibuk di warungnya, beberapa ratus meter dari gerbang Tribune Barat Sirkuit Jalan Raya Pertamina Mandalika di Kuta, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (19/11/2021).
Berbagai jualan, seperti nasi bungkus, air mineral, mi instan, kopi, dan pisang goreng, tertata rapi di atas sebuah meja panjang.
”Hari ini mulai balapan. Semoga ramai seperti yang kemarin (Idemitsu Asia Talent Cup/IATC),” kata Sahram yang tetap diperbolehkan berjualan oleh pihak PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC) karena menemani suaminya menjaga peralatan proyek.
Menurut Sahram yang dulu memang tinggal di kawasan itu, saat ajang IATC, 12-14 November lalu, dagangannya selalu ludes. Dalam sehari, ia bisa mendapat hingga Rp 1 juta. Berbeda dengan kondisi sebelum ada gelaran, hasil jualannya tidak menentu.
Menantunya, Lalu Alandani (33), pun demikian. Ia ikut berjualan kelapa muda dan kopi. Menurut Alan, kelapa yang ia jual Rp 10.000 per butir atau es kelapa muda seharga Rp 5.000 per gelas laris manis diserbu pengunjung sirkuit.
”Sebelumnya saya hanya siapkan 10 butir. Saat IATC, saya harus menyiapkan lebih dari 100 butir kelapa per hari. Sekarang, buat World Superbike, sudah ada 150 butir,” kata Alan yang mendatangkan kelapa muda dari Lombok Timur.
Dua kilometer arah barat tempat Sahram berada, Melinda (23) tak kalah repot. Dibantu dua saudara, ia sibuk di dapur rumah makannya, memasak nasi dan berbagai lauk.
Sejak Jumat (12/11/2021), Melinda dan suaminya, Herman, memutuskan membuka rumah makan yang hampir dua tahun ditutup karena pandemi. Lantai berdebu mereka bersihkan. Meja dan kursi yang menumpuk diatur kembali.
Mereka awalnya ragu membuka tempat makan itu kembali. Namun, sejak Jumat pagi hingga menjelang siang, banyak yang datang untuk menanyakan apakah mereka menjual nasi dan lauk.
Saat itu memang ada kunjungan Presiden Joko Widodo ke Mandalika untuk meresmikan Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika. Hal itu membuat kawasan tersebut ramai pengunjung, termasuk anggota kepolisian dan TNI yang berjaga di sekitar rumah makan milik pasangan itu.
”Akhirnya saya menyediakan nasi bungkus. Tetapi, karena tidak ada tempat, agak mengganggu buat yang ingin makan langsung. Maka, tidak ada pilihan, tempat makan ini harus dibuka lagi,” tutur Melinda.
Rupanya, keputusan mereka tepat. Menurut Melinda, nasi dan lauk yang mereka siapkan laris manis, termasuk sejak dimulainya ajang balapan seperti Idemitsu Asia Talent Cup atau balapan bagi pebalap muda Asia dan Oceania pada Sabtu (13/11/2021). Sehari itu saja ia bisa mendapat omzet hingga Rp 700.000.
Sejak hari itu hingga sekarang, setiap pagi ia selalu sibuk memasak nasi dan berbagai jenis lauk untuk jualannya. ”Besok hingga Minggu juga ada balapan Superbike. Semoga tetap ramai yang belanja,” kata Melinda.
Pengelola hotel
Melinda bukan satu-satunya yang sibuk dengan hiruk pikuk ajang balapan, termasuk World Superbike, di Mandalika. Pengelola hotel hingga rumah singgah (homestay) juga kewalahan menerima permintaan kamar. Ketua Asosiasi Hotel Mandalika Samsul Bahri mengatakan, rata-rata semua kamar penuh selama periode World Superbike.
Menurut Kamarus Zaman (35), pengelola Join Homestay, World Superbike berdampak besar bagi pengelola rumah singgah sehingga 14 kamar miliknya terisi semua. Bahkan, ada yang telah dipesan sejak dua bulan lalu.
”Sampai Kamis kemarin, telepon saya masih terus berdering. Mereka menanyakan apakah masih ada kamar,” kata Kamarus, yang mengelola rumah singgah di tengah kesibukannya sebagai tim dapur di Novotel Kuta.
Menurut Kamarus, karena sudah penuh, yang dilakukan adalah mengalihkan ke rumah singgah yang masih memiliki kamar kosong, terutama rumah singgah yang tidak terhubung ke aplikasi pemesanan daring.
”Ini terutama rumah singgah pribadi dari rumah warga yang dibangun oleh pemerintah. Mereka memang hanya bantu dibangunkan, tetapi tidak untuk pemasaran. Saat ini, alhamdulillah rata-rata sudah terisi,” kata Kamarus.
Senim (50), salah satu warga di Kuta yang rumahnya dipakai menampung wisatawan yang tidak mendapatkan hotel, mengatakan, rumahnya memang pernah ditempati wisatawan, tetapi kemudian kosong karena pandemi. Sekarang, ia senang karena rumah itu bisa terisi kembali.
”Tamu saya menginap empat hari. Sehari Rp 500.000. Awalnya, mereka sudah cari hotel ke mana-mana, tetapi tidak ada lagi sehingga ke sini,” kata Senim.
Penuhnya hotel dan homestay juga membuat usaha penyedia bahan makanan kecipratan rezeki. Dempak (55), pemilik usaha penyedia bahan makanan untuk beberapa hotel di kawasan Mandalika, tak bisa jauh dari ponselnya.
”Setiap saat saya dikontak pengelola hotel yang pesan bahan makanan,” katanya.
Menurut Dempak, jika saat pandemi, satu hotel hanya memesan lima item bahan makanan, sejak dimulainya ajang balapan di Mandalika, permintaan meningkat sampai belasan hingga puluhan item, mulai dari daging, sayur-sayuran, buah-buahan, hingga bumbu masakan.
”Saya sebentar-sebentar sudah dikirimkan daftar kebutuhan dapur dan kantin hotel yang harus disediakan. Kadang-kadang mereka sudah kirim daftar, kemudian mengirimkan lagi tambahan item lainnya,” tutur Dempak.
Selain usaha jasa pariwisata, kehadiran ajang balap dunia seperti World Superbike dan Asia Talent Cup yang berlangsung 19-21 November 2021 juga memberi kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam ajang tersebut.
Sahdan (38) asal Gunungsari, Lombok Barat, mengatakan, seminggu terakhir ia sudah lalu lalang di kawasan Mandalika. Ia bertugas mengantar tim yang bertugas di area sirkuit.
”Sejak gempa, lalu pandemi, rasanya lesu sekali pariwisata. Saya jarang bisa keluar lagi mengantar tamu. Tetapi, sekarang benar-benar terasa hidup. Sangat berdampak. Alhamdulillah. Semoga terus berlanjut,” kata Sahdan.
Budi Dharma (36), yang bertugas mengelola fasilitas di area dalam sirkuit, juga mengatakan demikian. Tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga lewat tugasnya, ia bisa merangkul pemuda-pemuda di sekitar kawasan sirkuit untuk membantunya.
Lalu Aji Fathurrahman (26) mengatakan, sebelum pandemi, ia adalah seorang pengajar surfing. Namun, karena pandemi, tidak ada wisatawan yang datang sehingga semua terasa berat.
”Sekarang, dengan adanya balapan di sini, saya bisa terlibat. Syukurlah,” kata Aji.
Berbagai ajang balapan di Sirkuit Mandalika berdampak luar biasa. Semua sektor bergerak. Sejak dimulainya penyelenggaraan, usaha-usaha terkait yang semula lesu kini aktif lagi. Rumah makan, kafe, pusat oleh-oleh, dan kios-kios di area bazar Mandalika yang semula ditutup kini juga dibuka kembali.
Sejak dimulainya penyelenggaraan, usaha-usaha terkait yang semula lesu kini aktif lagi.
Melihat hal itu, mungkin benar jika Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu menyebutkan, dalam satu kali balapan, potensi ekonomi yang terungkit bisa mencapai Rp 500 miliar.
Meski demikian, pekerjaan rumah Mandalika juga tetap besar. Masyarakat berharap, dampak gelaran di Mandalika bisa terus berlanjut.
Kamarus berharap, apa yang terjadi sekarang tidak hanya euforia sesaat, tetapi terus berlanjut. ”Setelah satu minggu ini ramai, lalu apa lagi? Jangan sampai sepi lagi. Harus dipikirkan juga bagaimana selanjutnya,” katanya.
Menurut Kamarus, semua pihak harus memanfaatkan momentum ini, terutama pemerintah daerah. Kehadiran sirkuit saja telah mampu menjadi magnet yang bisa menarik wisatawan untuk datang ke Lombok. Belum ajang-ajang yang diselenggarakan di sana.
”Tetapi, itu harus dibarengi dengan penanganan pandemi secara serius. Saya yakin banyak orang yang ingin ke sana, tetapi sekarang masih khawatir dengan pandemi. Belum lagi beragam syarat untuk bepergian,” kata Kamarus.
Pengamat ekonomi yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, M Firmansyah, mengatakan, kehadiran Mandalika memang akan berdampak bagi perekonomian lokal.
Hanya, hal itu harus dibarengi dengan upaya serius menangani pandemi. Tren kasus yang menurun sebenarnya bisa menjadi pintu masuk untuk mendatangkan orang dan modal ke daerah.
Sejalan dengan itu, menurut Firmansyah, Mandalika tidak bisa berdiri sendiri. Harus didukung oleh kluster-kluster ekonomi kreatif, misalnya yang berbasis seni budaya dan teknologi. Pelakunya juga harus masyarakat lokal.
”Jika sebagian besar pelakunya adalah masyarakat lokal, baru akan berkesinambungan,” kata Firmansyah.
Perjalanan Mandalika memang baru dimulai. Momentum besar ini harus ditangkap. Jika tidak, wajah lesu dan tak bergairah itu bisa jadi kembali lagi.