Komite Disiplin PSSI menghukum enam pemain yang terlibat upaya pengaturan skor di Liga 2 musim ini. Selain proses disiplin, PSSI menyerahkan kasus itu kepada pihak kepolisian.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia memastikan adanya percobaan penerimaan suap yang dilakukan lima eks pemain Perserang Serang untuk pengaturan skor pada dua laga di Liga 2 musim 2021-2022. Meskipun kelima pemain itu gagal memenuhi permintaan penyuap dan belum menerima uang yang dijanjikan, mereka tetap dijatuhi larangan hukuman berkiprah di dunia sepak bola dalam durasi waktu beragam.
Kelima pemain itu ialah Eka Dwi Susanto, Fandy Edy, Ivan Julyandhy, Ade Ivan Hafilah, dan Aray Suhendri. Perserang pun telah memutus kontrak mereka sejak 28 Oktober lalu setelah mengetahui adanya keterlibatan mereka dalam pengaturan skor. Selain memutus kontrak, manajemen tim ”Singa Daru”, julukan Perserang, juga melaporkan lima eks pemain serta mantan pelatih Putut Wijanarko kepada Komdis PSSI terkait kasus tersebut.
Berdasarkan sidang Komdis PSSI, Rabu (3/11/2021), terungkap bahwa Eka menerima telepon dari Mr X yang menawarkannya untuk membuat Perserang kalah pada dua laga melawan RANS Cilegon dan Persekat Tegal. Mr X itu meminta Eka bisa mengajak serta empat pemain lain agar bisa memenuhi permintaannya, yaitu Perserang kalah 0-2 di babak pertama pada dua pertandingan itu. Apabila bisa memenuhi arahan Mr X itu, Eka dan empat pemain Perserang diiming-imingi imbalan sebesar Rp 150 juta per pertandingan.
Untuk itu, Eka mengajak empat rekan setimnya, yaitu Fandy, Ivan, Ade, dan Aray. Mereka melakukan beberapa kali rapat di mes klub di kawasan Kota Serang jelang laga melawan RANS Cilegon, 12 Oktober lalu, serta Persekat pada 18 Oktober lalu. Meski begitu, mereka tidak bisa memenuhi permintaan Mr X karena Perserang bermain imbang 0-0 kala menghadapi RANS serta hanya kalah 0-1 di babak pertama ketika dilibas Persekat, 1-3.
”Permintaan itu tidak bisa mereka penuhi karena mereka masih ragu dengan Mr X itu dan juga tidak yakin bisa membuat timnya kalah 0-2 hanya dengan keterlibatan lima orang. Alhasil, mereka tidak menerima uang yang dijanjikan, tetapi perbuatan itu sangat tercela, memalukan, dan merusak persepak bolaan Indonesia serta merusak nama klub dan PSSI,” ujar Ketua Komdis PSSI Erwin TPL Tobing dalam konferensi pers virtual, Rabu (3/11/2021).
Erwin menambahkan, kelima pemain itu terbukti melanggar Pasal 8 dan Pasal 64 Kode Disiplin PSSI Tahun 2018 terkait upaya percobaan suap. Meskipun tidak menerima imbalan dan memenuhi permintaan sang penyuap, lanjut Erwin, mereka tidak berusaha untuk mencegah upaya penyuapan itu dengan mengadukan masalah itu ke staf pelatih tim dan manajemen klub.
Dari hasil putusan sidang Komdis PSSI ke-14 2021, kelima pemain itu dijatuhi larangan beraktivitas dan memasuki area stadion sepak bola lebih dari dua tahun serta denda minimal Rp 10 juta. Eka diganjar hukuman terberat dengan sanksi larangan 60 bulan beraktivitas dan masuk area stadion sepak bola serta denda sebesar Rp 30 juta. Fandy dihukum 48 bulan dan denda Rp 40 juta.
Adapun Ade harus vakum dari dunia sepak bola nasional selama 36 bulan serta dijatuhi denda sebanyak Rp 15 juta. Adapun Ivan dan Aray masing-masing dilarang berkecimpung pada kompetisi di bawah naungan PSSI selama 24 bulan. Mereka juga dijatuhi hukuman denda Rp 10 juta.
”Durasi hukuman dan jumlah denda berbeda karena ada yang terlibat aktif dan pasif dalam kasus itu. Eka, Fandy, dan Ade aktif dalam kasus itu karena mencoba mengajak pemain lain untuk terlibat. Adapun Ivan dan Aray memiliki peran pasif karena hanya mengikuti pertemuan dan mengikuti ketiga rekannya itu,” ujar Erwin.
Serahkan ke polisi
Lebih lanjut, Erwin memastikan, pihaknya telah menyerahkan dugaan keterlibatan Mr X itu kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sebab, kata Erwin, Eka mengatakan, Mr X menggunakan nomor telepon pribadi ketika menghubunginya sebanyak dua kali.
”Dari pengakuan Eka, kami hanya tahu Mr X itu berbicara dengan logat Melayu. Kasus ini telah kami teruskan ke pihak kepolisian,” kata Erwin.
Selain kelima eks pemain Perserang, Komdis PSSI juga menjatuhi hukuman sanksi 12 bulan larangan beraktivitas dan masuk area stadion sepak bola serta denda Rp 10 juta kepada Muhammad Diksi Hendika, pemain Persic Cilegon, tim Liga 3 Zona Banten. Diksi sempat menghubungi kiper Perserang, Yogi Triana, untuk menjanjikannya imbalan sejumlah uang apabila bisa membantu Perserang tidak kalah saat menghadapi Badak Lampung, 25 Oktober lalu. Pada laga itu, Perserang tumbang, 1-4.
”Diksi membujuk Yogi karena telah memasang taruhan pada laga itu,” ungkap Erwin.
Lima eks pemain Perserang dan Diksi adalah enam individu yang dilaporkan Manajer Perserang Babay Karnawi kepada Komdis PSSI, 28 Oktober lalu. Keenam pemain itu pernah berjibaku untuk Cilegon United FC pada Liga 2 2018. Kini, Cilegon United telah diakuisisi dan berganti nama menjadi RANS Cilegon sejak awal tahun ini.
Demi menjaga suasana kondusif di dalam tim, saya menyimpan informasi itu jelang pertandingan melawan Badak Lampung.
Satu individu juga sempat dilaporkan Perserang ialah mantan Pelatih Putut Wijanarko. Namun, Komdis PSSI membebaskan Putut dari tuduhan dugaan terlibat pengaturan skor pada laga Perserang di Liga 2 musim ini. Menurut Erwin, Putut hanya mendapat laporan dari pemainnya bahwa ada dugaan keterlibatan lima pemain terlibat pengaturan skor. Atas dasar itu, Putut tidak memasukkan kelimanya dalam daftar pemain utama Perserang kontra Badak Lampung.
Putut menuturkan, dirinya telah resmi mengundurkan diri sejak Rabu (27/10/2021). Ia mengungkapkan telah mengetahui keterlibatan pemain dalam pengaturan skor sejak Jumat (22/10/2021) atau tiga hari jelang laga melawan Badak Lampung.
”Demi menjaga suasana kondusif di dalam tim saya menyimpan informasi itu jelang pertandingan melawan Badak Lampung. Saya akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari kursi pelatih setelah sejumlah suporter datang ke mes tim untuk mendesak saya mundur,” kata Putut.
Eko Noer Kristiyanto, pakar hukum olahraga, mendesak agar para pihak yang terlibat juga menjalani proses pidana.
”Seharusnya kasus ini diproes juga pidananya jika memenuhi delik suap sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Untuk memberantas pengaturan skor, hukum negara harus masuk setelah proses hukum komunitas dijalankan,” ujar Eko.
Sempat ditutupi
Perserang menyambut baik hukuman yang dijatuhkan Komdis PSSI kepada lima eks pemainnya itu. Babay mengungkapkan, dirinya baru mengetahui adanya dugaan keterlibatan pengaturan skor yang melibatkan pemainnya, Senin (25/10/2021) malam, atau beberapa jam setelah tumbang dari Badak Lampung. Hal itu dilaporkan oleh Asisten Pelatih Perserang Mustofa Aji saat menyampaikan laporan pertandingan kontra Badak Lampung.
Setelah itu, tambah Babay, dirinya sempat menghubungi dan menanyakan satu per satu pemainnya terkait masalah itu. Namun, upayanya itu tidak membuahkan hasil karena tidak ada pemain yang mengaku tahu tentang masalah tersebut. Di sisi lain, Babay juga telah bertanya kepada Putut, Selasa (26/10/2021) pagi, yang berkilah tidak melaporkan masalah itu ke manajemen klub demi menjaga suasana internal skuadnya jelang laga melawan Badak Lampung.
Akhirnya, demi mengungkap kasus itu, Babay mengumpulkan seluruh anggota tim, Rabu (27/10/2021) sore, seusai latihan tim. Pada kesempatan itu, Babay menghubungi Kepala Kepolisian Resor Kota Serang Maruli Ahile Hutapea yang memberikan penjelasan terkait kasus suap melalui sambungan telepon dengan pengeras suara. Setelah mendengar penjelasan Maruli, lima pemain itu akhirnya mengakui perbuatannya, termasuk Yogi yang mengatakan dirinya sempat dihubungi Diksi. Pengakuan itu yang menjadi dasar Perserang untuk memutus kontrak kelima pemain itu serta melaporkan masalah itu ke Komdis PSSI.
”Kami menyerahkan kasus ini ke PSSI karena ingin masalah itu terungkap secara jelas dan selengkap-lengkapnya agar masalah ini tidak merusak sepak bola Indonesia. Saya tidak ingin pula tim ini rusak karena ulah segelintir oknum, apalagi kami masih berpeluang untuk bersaing merebut tiket ke delapan besar,” kata Babay yang dihubungi terpisah.