Kemenangan atas Atalanta belum menjamin Manchester United melaju ke babak gugur Liga Champions. MU memiliki tugas untuk menghadirkan performa terbaik secara konsisten.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·5 menit baca
MANCHESTER, KAMIS — Gegap gempita sekitar 72.000 pendukung Manchester United di Stadion Old Trafford tercipta ketika wasit asal Polandia, Szymon Marciniak, meniupkan peluit akhir dalam laga kontra Atalanta, Kamis (21/10/2021) dini hari WIB. “Setan Merah” memang melibas tamu asal Italia dengan skor 3-2, tetapi hasil itu tidak pantas dirayakan berlebihan karena permainan anak asuhan Ole Gunnar Solskjaer itu masih memiliki kelemahan.
Pada babak pertama, MU yang tampil menyerang justru tertinggal dua gol dari “Si Dewi”, julukan Atalanta, melalui skema serangan balik dan sepak pojok. Untuk menciptakan gol pertama, yang hadir pada menit ke-15, Atalanta hanya membutuhkan peran dua pemain di zona pertahanan MU, yaitu bek sayap, Davide Zappacosta, sang pemberi asis, serta pencetak gol, Mario Pasalic. Kesalahan bek tengah MU, Victor Lindelof, membaca pergerakan tanpa bola Pasalic di kotak penalti MU menjadi sumber dari gol itu.
Kemudian, giliran tandem Lindelof di jantung pertahanan MU, Harry Maguire yang tampil tidak sempurna ketika melakukan duel udara dengan bek Atalanta, Merih Demiral. Tanpa gangguan, Demiral bisa menyundul bola sepak pojok yang dieksekusi Teun Koopmeiners untuk membawa tim tamu unggul dua gol pada menit 29.
Selain Lindelof dan Maguire yang tidak mampu menghalau peluang gol Atalanta, dua gelandang MU, Fred dan Scott McTominay, juga tak berdaya menghadapi tekanan ketat dari pemain Atalanta di babak pertama. Keduanya gagal mengalirkan bola-bola matang untuk membantu empat pemain bernaluri menyerang yang dipasang Solskjaer dalam formasi 4-2-4, yakni Marcus Rashford, Mason Greenwood, Bruno Fernandes, dan Cristiano Ronaldo.
Menurut legenda MU, Paul Scholes, Fred dan McTominay gagal menghadirkan jiwa permainan yang patut ditunjukkan oleh tim bertabur bintang seperti MU. Scholes juga menganggap keduanya tidak memiliki harmoni layaknya sepasang pemain yang telah rutin tampil bersama dua musim terakhir.
“Bermain dengan dua gelandang tengah seperti itu tentu akan menghadirkan petaka lebih buruk bagi MU ketika melawan tim yang memiliki materi pemain lebih baik. Dengan performa buruk di babak pertama, saya rasa MU bisa kebobolan tiga atau empat gol di babak pertama ketika melawan Liverpool dan tidak akan bisa membalas,” kata Scholes dalam ulasan pertandingan di BT Sport.
Bermain dengan dua gelandang tengah seperti itu tentu akan menghadirkan petaka lebih buruk bagi MU ketika melawan tim yang memiliki materi pemain lebih baik.
Penampilan MU jauh membaik ketika Solskjaer memasukkan Paul Pogba, Edinson Cavani, dan Jadon Sancho di babak kedua. Kala itu, MU telah memperkecil ketertinggalan melalui sepakan Rashford pada menit ke-53.
Pogba memberikan kepastian terhadap MU untuk menjaga penguasaan bola di lapangan tengah dan membantu Fernandes mengalirkan bola ke lini depan. Lalu, Cavani dan Sancho bermain melebar di kedua sisi sayap untuk memberikan keleluasaan bergerak bagi Ronaldo di kotak penalti Atalanta.
Berkat tiga strategi pergantian itu, MU bisa mencetak gol penyama kedudukan melalui sepakan Maguire usai menerima operan sundulan dari Cavani. Kemudian, Ronaldo menunjukkan ketajaman ketika tampil lebih fokus sebagai penyerang tengah. Ia membawa MU unggul berkat sundulan di menit ke-81.
Menurut Solskjaer, tidak ada perbedaan signifikan dari penampilan anak asuhannya pada dua babak kontra Atalanta. Ia pun memuji penampilan anak asuhannya yang bermain baik di babak pertama, meskipun kecolongan dua gol.
“Perbedaan di babak kedua hanya berada pada kualitas penyelesaian akhir yang lebih baik. Tertinggal 0-2 saat turun minum memang terlihat buruk, tetapi permainan kami tidak seburuk hasil di papan skor,” ucap Solskjaer.
Solskjaer menambahkan, “Kami masih harus bertahan lebih baik, saya tahu, kami kemasukan dua gol mudah. Kami wajib menghilangkan kesalahan lini belakang karena akan menghadapi tim- tim lebih baik beberapa pekan mendatang”.
Dalam satu bulan mendatang, MU akan menghadapi tiga lawan berat di liga, yakni Liverpool, Tottenham Hotspur, dan Manchester City. Selain itu, mereka juga akan menjalani dua laga tandang ke Atalanta dan Villarreal pada Liga Champions yang akan menentukan langkah ke babak gugur.
Adapun hingga laga ketiga fase grup Liga Champions, MU memimpin klasemen Grup F dengan perolehan enam poin. Atalanta dan Villarreal membayangi Manchester United berkat raihan empat poin. Young Boys, yang sementara berada di juru kunci, masih berpeluang lolos ke babak 16 besar karena memiliki tiga poin.
Formasi darurat
Kemenangan kedua di Liga Champions musim ini mungkin sulit didapatkan MU apabila Atalanta bermain dengan kekuatan penuh. Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini harus meninggalkan lima pemain utamanya ketika bertandang ke Old Trafford akibat cedera. Mereka adalah Berat Djimsiti, Rafael Toloi, Robin Gosens, Hans Hateboer, dan Matteo Pessina. Penurunan performa “Si Dewi” di babak kedua tercipta setelah Demiral ditarik keluar lapangan karena mengalami cedera.
Ketiadaan Demiral membuat lini pertahanan Atalanta timpang karena tampil dengan formasi tiga bek darurat yang belum pernah bermain bersama di musim ini. Demiral digantikan oleh pemain muda, Matteo Lovato, yang baru tampil tiga kali. Ia menemani bek senior, Jose Luis Palomino, serta Marten de Roon yang sejatinya berposisi sebagai gelandang.
“Kami tidak memiliki waktu yang cukup untuk menunggu seluruh pemain penting pulih dan bisa bermain lagi. Sejauh ini kami tampil baik di Serie A dan akan menjaga fokus di liga sebelum mempersiapkan diri menghadapi MU, dua pekan mendatang,” ucap Gasperini kepada Sky Sport Italia.
Meskipun tampil tanpa kekuatan penuh, Fabio Capello, pelatih legendaris Italia, memuji penampilan Atalanta di markas MU. Menurut dia, Atalanta telah menampilkan mentalitas sejajar dengan MU yang memiliki pengalaman lebih banyak di Liga Champions.
“Atalanta sudah tidak takut lagi bermain di Liga Champions karena menampilkan karakter yang setara dengan MU. Gasperini melakukan pekerjaan cemerlang untuk membantu seluruh pemainnya memiliki kedewasaan untuk tampil di kompetisi elite Eropa,” tutur Capello yang sekali mempersembahkan trofi Liga Champions untuk AC Milan pada edisi 1993-1994. (AFP)