Mengenang Terakhir Kali Piala Thomas Singgah di Indonesia
Setelah 19 tahun, kesempatan bagi tim Piala Thomas Indonesia untuk memulangkan piala ke Tanah Air kembali terbuka. Indonesia pernah punya kisah manis memenangi Piala Thomas 2002 meski saat itu tidak diunggulkan.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·5 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE)
Pebulu tangkis Indonesia, Hendrawan (kiri), dan Ketua Umum KONI Pusat Wismoyo Arismunandar bersiap untuk acara pengarakan Piala Thomas yang diraih pada 2002.
Indonesia berkesempatan merebut Piala Thomas untuk pertama kali sejak terakhir kali melakukannya pada 19 tahun lalu. Kemenangan atas Malaysia pada saat itu menjadi penutup rangkaian dominasi tim Piala Thomas Indonesia selama bertahun-tahun. Kini, peluang mengulangi hasil manis itu kembali hadir apabila Indonesia bisa mengatasi China di final.
Indonesia membuka peluang merebut Piala Thomas setelah lolos ke final dengan kemenangan 3-1 atas Denmark di Arena Ceres, Aarhus, Denmark, Sabtu (16/10/2021). Dalam perebutan gelar juara, Minggu (17/10/2021) pukul 18.00 WIB, Anthony Sinisuka Ginting dan kawan-kawan akan bertemu China yang pada semifinal lain mengalahkan Jepang, 3-1.
Penantian Indonesia untuk memulangkan kembali Piala Thomas ke Tanah Air sudah sedemikian panjang. Indonesia terakhir kali merebut Piala Thomas pada 2002 di Guangzhou, China. Kala itu, Indonesia menaklukkan unggulan kedua, Malaysia, dengan skor 3-2.
Kemenangan atas Malaysia membuat Indonesia mengukir sejarah baru bulu tangkis dunia dengan lima kali berturut-turut merebut gelar juara Piala Thomas sejak 1994. Dominasi Indonesia terpatahkan pada edisi Piala Thomas 2004 di Jakarta yang saat itu dimenangi China seusai menjungkalkan Denmark di final.
ARSIP RAVANDO
Regu Indonesia di Piala Thomas 1958 yang kerap dijuluki The Magnificent Seven. Dari kiri ke kanan: R Yusuf (manajer tim), Lie Poo Djian, Njoo Kim Bie, Ramli Rikin (non-playing captain), Tan King Gwan, Eddy Joesoef, Tan Joe Hok, dan Ferry Sonneville.
Atlet tunggal putra Indonesia, Hendrawan, adalah sosok yang menjadi penentu kemenangan Indonesia di final menghadapi Malaysia. Pebulu tangkis kelahiran Malang, Jawa Timur, itu mengalahkan Muhammad Roslin Hashim dengan skor 7-8, 2-7, 1-7. Saat itu, sistem penghitungan skor masih menggunakan format 7 poin. Laga final antara Indonesia dan Malaysia diakhiri dengan pengembalian bola Roslin yang keluar (Kompas, 20/5/2002).
Kejadian bersejarah itu membuat Hendrawan terharu. Ia tidak menyangka bakal menjadi penentu kemenangan tim Piala Thomas Indonesia. Padahal, Hendrawan mengalami masa jatuh-bangun sebelum bertanding di Piala Thomas.
Berdasarkan catatan arsip Kompas, Hendrawan didera setumpuk masalah sebelum membela Indonesia di Guangzhou. Persiapan Hendrawan boleh dibilang minim. Akibat sakit, Hendrawan gagal mengikuti turnamen All England dan Swiss Terbuka yang merupakan bagian persiapan putaran final Piala Thomas.
Tidak sampai di situ, dia juga batal mematangkan persiapan di Korea Selatan Terbuka pada 26-31 Maret 2002 karena Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) terlambat mengurus visanya. Bagi peraih medali perak Olimpiade Sydney itu, Korsel Terbuka dan Jepang Terbuka (2-7 April 2002) sangatlah penting. Dua kejuaraan itu tidak hanya untuk mengukur kemampuan lawan, tetapi juga dirinya.
”Saya kecewa juga. Tetapi, mau bagaimana lagi. Tidak ada yang dapat disalahkan. Hanya saja, ini merupakan pelajaran bagi PBSI untuk tidak menggampangkan sesuatu,” ujar Hendrawan ketika itu.
HARIAN KOMPAS
Berita utama halaman 1 harian Kompas edisi 20 Mei 2002 memberitakan keberhasilan tim Indonesia meraih Piala Thomas.
Meski gagal mengikuti serangkaian pertandingan pemanasan sebelum mengikuti Piala Thomas, Hendrawan tidak ingin berpolemik. Ia menerima kenyataan tersebut dan mengatakan akan tetap maju serta tampil maksimal di Piala Thomas.
Berlangsung ketat
Laga perebutan Piala Thomas 2002 antara Indonesia dan Malaysia berlangsung ketat. Malaysia unggul lebih dulu melalui Wong Choon Hann yang mengalahkan Marleve Mainaky. Indonesia membalas lewat pasangan Sigit Budiarto/Candra Wijaya yang mampu mengatasi pasangan Malaysia, Chew Choon Eng/Chan Chong Ming, dengan skor 7-3, 7-4, 7-2.
Taufik Hidayat, yang diharapkan bisa merebut pertandingan ketiga, ternyata gagal memenuhi ekspektasi. Ia kalah dari wakil Malaysia, Lee Tsuen Eng, sehingga skor menjadi 2-1 untuk Malaysia.
Para pemain Indonesia bisa mengenang dan meneladani perjuangan para senior mereka dulu yang berhasil merebut Piala Thomas meskipun tidak begitu diunggulkan.
Di partai keempat, ganda kedua Indonesia yang merupakan pasangan ”gado-gado” Trikus Harjanto—pemain ganda campuran—dengan Halim Haryanto awalnya disebut sebagai titik lemah Indonesia. Namun, ternyata mereka tampil bagus. Walaupun sempat mendapat perlawanan ketat, mereka bisa menambah poin Indonesia menjadi 2-2 setelah menang 8-7, 7-8, 7-1, 7-3 atas wakil Malaysia.
Di set penentuan, Hendrawan bermain dengan mantap, sementara Muhammad Roslin Hashim, yang di awal pertarungan bermain taktis dan sempat bangkit dari situasi tertinggal 1-4 di set pertama dan berbalik unggul 6-4, ternyata tidak dapat menyelesaikan set pertama. Ia kalah dengan skor 7-8 dari Hendrawan.
Hendrawan pada akhirnya keluar sebagai pemenang seusai mengalahkan Roslin dengan skor 7-1. Keseluruhan pertarungan antara Hendrawan dan Roslin berlangsung selama 34 menit.
Hendrawan menangis
Berhasil menjadi penentu kemenangan tim Piala Thomas Indonesia, Hendrawan menangis tersengguk-sengguk. Ia dipanggul anggota tim lainnya dan dibawa berlari keliling seperempat lapangan. Semua pebulu tangkis Indonesia berurai air mata. Mereka tidak menyangka bisa mempertahankan gelar juara Piala Thomas.
”Saya bukan pahlawan dan saya juga bukan pemain terbaik Indonesia. Saya bisa bermain di Piala Thomas ini karena support dari teman-teman saya sesama pemain dan pengurus yang selalu mendukung saya,” ujarnya.
HARIAN KOMPAS
Pebulu tangkis Indonesia, Halim Haryanto (kiri), menangis dalam dekapan pasangan gandanya, Trikus Haryanto, seusai memenangi partai akhir di final Piala Thomas, Minggu (19/5/2002), di Guangzhou, China.
Kemenangan itu terasa kian manis karena Indonesia hanya masuk unggulan ketiga di Piala Thomas 2002. Sementara Malaysia, yang dikalahkan di final, adalah unggulan kedua. Tuan rumah China menempati unggulan pertama, tetapi tersingkir oleh Malaysia di semifinal.
Indonesia cukup beruntung karena tidak berada satu grup dengan tuan rumah China. Indonesia di babak penyisihan berada dalam grup yang sama (Grup A) dengan Malaysia, Thailand, dan Jerman. Sementara Grup B terdiri dari China, Denmark, Korsel, dan Swedia.
Saya bukan pahlawan dan saya juga bukan pemain terbaik Indonesia. Saya bisa bermain di Piala Thomas ini karena support dari teman-teman saya sesama pemain dan pengurus yang selalu mendukung saya. (Hendrawan)
Di sisi lain, keberhasilan Indonesia mempertahankan Piala Thomas selama lima kali berturut-turut disikapi dengan sikap mawas diri oleh pelatih tunggal putra kala itu, Agus Dwi Santoso. Ia menegaskan, seharusnya, kemenangan tim putra Indonesia menjadi momentum penting bagi seluruh jajaran PBSI, yaitu pemain, pelatih, dan pengurus, untuk memperbaiki dan mengasah diri.
Menurut Agus, pengurus dan pelatih harus segera menyiapkan atlet-atlet generasi muda penerus yang sangat dibutuhkan untuk menjadi pengganti senior-senior mereka. ”Mulai sekarang, harus disiapkan, baik tunggal maupun ganda, apalagi nanti dengan skor 15 seperti dulu. Jangan sampai kita dipermalukan seperti di Kuala Lumpur dan China, kalah di depan publik sendiri,” ujar Agus kala itu (Kompas, 20/5/2002).
Setelah 19 tahun berlalu, kesempatan bagi Indonesia untuk memulangkan Piala Thomas kembali terbuka. Namun, China kali ini berpotensi menjadi batu sandungan bagi Indonesia. Para pemain Indonesia bisa mengenang dan meneladani perjuangan para senior mereka dulu yang berhasil merebut Piala Thomas meskipun tidak begitu diunggulkan.