Meski PON Papua 2021 sudah berakhir, tugas pemerintah daerah belum berakhir. Tugas selanjutnya, mereka mesti memastikan arena-arena bekas PON tidak terbengkalai seperti yang terjadi di sejumlah PON sebelumnya.
Oleh
KELVIN HIANUSA, ADRIAN FAJRIANSYAH, MUHAMMAD IKHSAN MAHAR, FABIO MARIA LOPES COSTA
·5 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 berakhir pada Jumat (15/10/2021). Kendati ajang itu berlangsung lancar dan aman, tugas Pemerintah Provinsi Papua maupun empat kluster penyelenggara belum berakhir. Tugas baru telah menanti, yakni menyusun dan melaksanakan strategi merawat warisan arena yang ada agar tidak terbengkalai seperti di beberapa PON sebelumnya.
Ada 31 arena berstandar nasional dan sebagian berstandar internasional dibangun dengan biaya mahal, bersumber dari APBD dan APBN untuk menggelar PON Papua di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Merauke selama 2-15 Oktober. Nyaris tidak ada keluhan terhadap kualitas infrastruktur yang baru dibangun maupun yang direnovasi . Sebagian besar atlet, pelatih, ataupun ofisial justru memuji keberadaannya.
Pebulu tangkis Jawa Timur, Marseille Gischa Islami, memuji fasilitas arena bulu tangkis di Gedung Olahraga Waringin, Kota Jayapura. Menurut dia, kualitas lapangan dan sarana penunjang untuk atlet setara dengan arena bulu tangkis di luar negeri.
”Hanya satu kekurangan di sini. Lapangan terasa panas karena tidak ada fasilitas pendingin ruangan di dalam GOR sehingga kami harus menggunakan kantong es agar tidak dehidrasi,” ujar Marsheilla, yang menyumbangkan tiga emas untuk Jatim.
Pengalaman terbaik
Di antara banyaknya arena di Kota Jayapura, GOR Voli Koya Koso menjadi salah satu yang paling terpencil. Daerah arena ini berbatasan langsung dengan Papua Niugini. Butuh setidaknya satu jam perjalanan dengan mobil untuk mencapai tempat ini, melewati pepohonan dengan jalan yang hanya pas untuk dua mobil.
Namun, arena ini justru menjadi salah satu kebanggaan terbesar PON Papua. Pelatih tim bola voli putri Jawa Barat, Risco Herlambang dan anak asuhnya kagum dengan GOR tersebut karena memiliki fasilitas lengkap. Mulai dari dua lapangan latihan, ruang ganti bergaya modern, dan kapasitas penonton mencapai 2.000 orang.
”Saya salut Papua punya GOR semegah ini. Saya sudah keliling jadi pemain dan pelatih. Buat saya, ini yang paling bagus se-Indonesia. Fasilitasnya lengkap sekali. Ini sudah standar internasional. Kami sangat nyaman bermain di sini,” kata Risco, yang juga merupakan pelatih Proliga.
Pendapat senada diutarakan pelari jarak jauh pelatnas Agus Prayogo. Agus yang meraih emas lari 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton mengatakan, arena lari di Stadion Atletik Kompleks Olahraga Mimika PT Freeport Indonesia, Kota Timika, Mimika dan arena maraton di kompleks perumahan Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Timika, ialah arena perlombaan PON terbaik yang pernah ditemuinya sejak ikut PON di Palembang 2004.
”Bahkan, arena di sini jauh lebih baik daripada arena internasional yang pernah saya ikuti. Dibandingkan SEA Games Filipina 2019 misalnya, lokasi maraton di sini jauh lebih baik, dari kualitas aspal, pemandangan alam, hingga kesiapan panitianya. Mungkin yang agak kurang ada pada cuaca. Cuaca sangat lembab jadi sulit untuk memecahkan rekor,” ujar pelari kelahiran Bogor, 23 Agustus 1985, itu.
Langkah pemeliharaan
Di balik semua pujian itu, pemerintah setempat perlu segera mengambil langkah memelihara semua warisan PON. Tanpa persiapan matang, arena itu kemungkinan besar terbengkalai layaknya sejumlah arena bekas PON Kalimantan Timur 2008 dan PON Riau 2012.
Sebut saja GOR Koya Koso. Karena letaknya terlalu jauh dari pusat kota dan bandara, arena itu paling mungkin terbengkalai. Hal serupa mungkin terjadi pada beberapa arena di Timika. Minimnya komunitas panjat tebing membuat arena olahraga yang cukup megah itu berpeluang terbengkalai. Tanpa pemanfaatan untuk kompetisi dan latihan, arena itu berpotensi besar hanya menjadi museum peninggalan PON.
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali meminta pengurus induk cabang olahraga rutin menggelar ajang nasional dan internasional di sejumlah arena di Papua pasca-PON. ”Seperti di GOR Koya Koso, saya minta kepada PP PBVSI (Pengurus Pusat Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia) membawa pertandingan ke sini,” tuturnya.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Papua Alexander Kapisa menuturkan, pihaknya telah menyiapkan strategi pengelolaan arena sehabis PON dan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Papua. Strateginya, antara lain, menganggarkan biaya perawatan arena senilai Rp 15 miliar tahun ini.
Anggaran itu untuk perawatan Stadion Utama Lukas Enembe, arena akuatik, istora, menembak indoor, dan wisma atlet di Kompleks Olahraga Kampung Harapan, arena hoki indoor dan outdoor, serta kriket di Kompleks Olahraga Doyo Baru, Kabupaten Jayapura. Kemudian GOR Cendrawasih dan Lapangan Tenis Sian Soor di Kota Jayapura, serta GOR Futsal Timika.
Kami bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Cenderawasih untuk mengkaji dan menyusun kegiatan olahraga berbentuk ajang tunggal dan multicabang yang menjadi kalender tetap olahraga sepanjang tahun untuk memanfaatkan arena yang sudah dibangun.
Strategi lain ialah pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPTD) untuk pengelolaan arena yang sudah disetujui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), perekrutan sumber daya manusia untuk perawatan arena, dan menjadikan arena sebagai Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) secara terpadu yang telah berjalan sejak awal 2021.
”Kami bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Cenderawasih untuk mengkaji dan menyusun kegiatan olahraga berbentuk ajang tunggal dan multicabang yang menjadi kalender tetap olahraga sepanjang tahun untuk memanfaatkan arena yang sudah dibangun,” paparnya.
Komitmen
Beberapa pengurus induk cabang olahraga berkomitmen untuk turut menjaga geliat kegiatan olahraga di arena bekas PON Papua. Ketua Umum PB PASI Luhut Binsar Pandjaitan sudah bekerja sama dengan Freeport Indonesia untuk menjadikan stadion atletik di Timika sebagai lokasi pelatnas atletik Indonesia bagian timur.
”Stadion ini, kan, standar internasional. Tinggal kita penuhi semua kebutuhan lainnya, seperti pelatih, asupan gizi, dan pendidikan agar atlet bisa dibina dengan baik. Kami yakin tempat ini bisa menjadi pusat lahirnya atlet nasional. Lagi pula orang Papua memiliki bakat alam di atletik,” ujar Luhut.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengutarakan, mereka membangun Kompleks Olahraga Mimika itu memang bertujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga di Papua. ”Kami berkomitmen tumbuh dan berkembang dengan masyarakat. Sebab, tidak ada perusahaan yang sukses di tengah masyarakat yang kesusahan,” katanya.
Sementara itu, Ketua PBSI Provinsi Papua Max Olua mengagendakan kejuaraan tingkat daerah di Papua secara rutin setiap tahun. Hal itu demi memanfaatkan fasilitas GOR Waringin untuk melahirkan pebulu tangkis asli Papua.
”Kami tidak ingin arena PON ini disia-siakan. Apalagi, tampil di sini akan memberikan kebanggaan tersendiri bagi anak-anak Papua yang bermimpi menjadi atlet bulu tangkis profesional,” kata Max.