Meskipun dilanda pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir, nyatanya itu tidak berpengaruh besar bagi atlet yang terus konsisten berlatih. Buktinya, pada PON Papua 2021, ada sedikitnya 65 rekor baru yang tercipta.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH/FABIO MARIA LOPES COSTA/KELVIN HIANUSA
·7 menit baca
TIMIKA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang membuat vakum kejuaraan level nasional dalam dua tahun terakhir nyatanya tidak berpengaruh besar terhadap performa atlet. Terbukti sejak pertandingan pertama Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 dimulai pada 22 September hingga 14 Oktober 2021, sedikitnya 65 rekor PON, rekor nasional, ataupun rekor Asia terpecahkan. Capaian itu tak lepas dari semangat juang atlet yang terus konsisten berlatih di tengah impitan pandemi.
Semua rekor itu lahir dari tiga cabang, yakni angkat berat dan angkat besi, atletik, dan renang. Selama penyelenggaraan cabang atletik di Stadion Atletik Kompleks Olahraga Mimika, kota Timika, Kabupaten Mimika, 5-14 Oktober, ada 21 rekor yang terpecahkan, termasuk tiga rekor nasional yang terjadi di 13 nomor pertandingan.
Tiga rekor nasional itu berasal dari pelempar lembing putri Jawa Tengah, Atina Nur Kamil Intan Bahtiar, yang mencatat lemparan 51,26 meter di final lempar lembing, Senin (11/10/2021). Atina memecahkan rekor PON milik Ni Ketut Mudiani dengan 47,70 meter pada PON Jawa Timur 2000 dan rekornas atas namanya sendiri dengan 50,46 meter pada Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Cibinong, Jawa Barat, 4 Agustus 2019.
Lalu pelari putri Sumatera Selatan, Sri Mayasari, yang mencatat waktu 53,21 detik di final nomor 400 meter, Selasa (12/10/2021). Sri memecahkan rekor PON atas namanya sendiri dengan 54,46 detik pada PON Jabar 2016 dan rekor nasional milik Emma Tahapary dengan 54,20 detik pada kejuaraan di Manila, Filipina, 1 Desember 1984.
Kemudian atlet tolak peluru putri Jawa Barat, Eki Febri Ekawati, yang mencatat tolakan 15,77 meter di final tolak peluru, Kamis (14/10/2021). Eki memecahkan rekor PON atas namanya sendiri dengan 14,98 meter pada PON 2016 dan rekornas atas namanya sendiri dengan 15,60 meter pada Kejuaraan Nasional 2017 di Jakarta, 8 Desember 2017.
Rekor fenomenal
Pemecahan rekor yang dilakukan Sri menjadi yang paling fenomenal. Sebab, pelari asal Sekayu, Sumatera Selatan, itu memecahkan rekor nasional yang telah bertahan selama 37 tahun. Banyak pihak pula tak menduga dengan hasil tersebut. Sebab, pelari berusia 27 tahun ini bukan lagi anggota pelatnas dalam dua tahun terakhir.
Sri pun bersaing dengan pelari-pelari muda yang potensial dalam perlombaan tersebut, antara lain pelari Jabar sekaligus pelari pelatnas Ulfa Silviana yang masih berusia 24 tahun. Secara fisik, pelari kelahiran 24 April 1994 ini memiliki tinggi badan yang kurang ideal, yakni hanya bertinggi sekitar 150 sentimeter.
Namun, Sri mampu membalikkan semua prediksi. Dia tampil mengejutkan dan menjadi bintang atletik PON Papua 2021, terutama dari 400 meter yang dikenal sebagai nomor paling ditakuti sprinter. Situasi itu tak lepas dari keteguhan tekadnya untuk tetap konsisten berlatih meskipun terkendala pandemi, salah satunya tidak pernah berlomba selama dua tahun terakhir karena semua kejuaraan nasional ataupun internasional yang bisa diikuti ditunda ataupun dibatalkan.
Bahkan, latihan Sri cenderung keras. Sehari-hari, dia berlatih dengan para pelari putra karena tidak ada pelari putri di Sumatera Selatan yang bisa mengimbangi kecepatan. Dengan berlari bersama pelari putra, dirinya mengaku bisa tertarik untuk mengikuti kecepatan mereka.
Hasilnya tak sia-sia. Sri bisa mencatat waktu mengesankan dalam latihan sekitar sebulan sebelum PON Papua, yakni dengan 53,40 detik. Catatan itu membuat dia, pelatih, ataupun pengurus Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Sumsel yakin dirinya bisa memecahkan rekor 400 meter pada PON kali ini.
Saya memang menargetkan memecahkan rekornas di PON kali ini setelah saya bisa memecahkan rekor PON di PON 2016. Apalagi sebulan sebelum PON kali ini, saya bisa mencatat waktu personal terbaik 53,40 detik.
”Saya memang menargetkan memecahkan rekornas di PON kali ini setelah saya bisa memecahkan rekor PON di PON 2016. Apalagi sebulan sebelum PON kali ini, saya bisa mencatat waktu personal terbaik 53,40 detik. Itu membuat saya semakin optimistis bisa mempertajam rekornas kali ini,” kata Sri sehabis final 400 meter.
Mitrisno, pelati pelatda atletik Sumsel sekaligus mantan pelatih Sri di Sekolah Olahraga Sriwijaya, Palembang, Sumsel, menyampaikan, capaian Sri sejatinya tidak mengejutkan. Walau tinggi badan kurang mendukung, Sri yang anak petani ini punya tekad kuat dan tidak pernah mengeluh dalam berlatih selain memiliki bakat besar dalam kecepatan dan daya tahan tubuh. Itu ditunjukkannya sejak pertama kali masuk SKO Sriwijaya pada kelas 1 SMP medio 2006/2007.
Totalitas Sri untuk meningkatkan kemampuan terus ditunjukkan kendati sudah bekerja sebagai anggota TNI AD sejak 2016 dan menikah sejak 2019. ”Kami mengira sehabis bekerja dan menikah, latihan Sri bakal terganggu. Ternyata, Sri tetap konsisten berlatih dan puncaknya meraih emas 200 meter dan 400 meter sekaligus memecahkan rekor nasional 400 meter di PON kali ini. Sri membuktikan akumulasi tekad dan totalitasnya tidak membohongi hasil,” ungkap Mitrisno.
Anggota Komisi Pembibitan PB PASI, Mustara Musa, menuturkan, secara statistik, jumlah rekor yang terpecahkan di PON Papua jauh lebih baik dibandingkan dengan PON Jabar. Saat ini, ada 21 rekor atletik yang tercipta, sedangkan lima tahun lalu cuma 12 rekor yang lahir, termasuk dua rekornas.
Sayangnya, lanjut Mustara, sebagian besar rekor yang terpecahkan pada PON kali ini diciptakan oleh atlet-atlet senior, pelatnas, ataupun mantan pelatnas. Belum ada atlet muda yang muncul dan membuat kejutan, terutama memecahkan rekor.
”Ini patut menjadi bahan evaluasi. Sebab, tujuan utama dari PON sesungguhnya menjadi tempat mencari atlet-atlet muda potensial yang bisa direkrut ke pelatnas. Akan tetapi, yang meraih medali kali ini masih nama-nama itu saja, terutama atlet pelatnas atau mantan pelatnas. Mungkin ini turut disebabkan pandemi yang membuat tidak ada kejuaraan nasional dalam dua tahun terakhir. Itu menyebabkan atlet tidak memiliki wadah untuk menambah pengalaman dan mengukur batas kemampuan,” tutur Mustara.
Rekor renang
Dari cabang renang, rekor PON dalam 28 nomor sukses dipecahkan. Di antaranya oleh perenang Jatim, Patrisia Yosita Hapsari (28), dan perenang DKI Jakarta, Angel Gabriella Yus (20), yang juga sukses memecahkan rekor nasional.
Patrisia memecahkan rekornas dalam nomor 100 meter gaya bebas putri lewat catatan waktu 56,95 detik saat menjadi perenang pertama dalam final estafet 4 x 100 meter. Dia memperbaiki rekor atas namanya sendiri (57,05 detik) yang dibuat di Singapura, pada 2017.
Angel mencatatkan rekornas dalam nomor 50 meter gaya kupu-kupu putri dengan waktu 27,40 detik. Dia memperbarui rekor atas nama AA Istri Kania Ratih (27,85 detik) yang dicatat di Singapura, pada 2020.
Patrisia mengatakan, dia bisa memperbaiki catatan waktunya karena terpacu sebagai perenang pertama estafet. Mantan atlet pelatnas ini tidak menyangka bisa memecahkan rekornas di tengah pandemi Covid-19. Mengingat, latihannya sempat beberapa kali terhenti akibat pembatasan sosial.
”Tidak menyangka bisa pertajam rekor. Di nomor estafet sebagai perenang pertama saya harus berenang lebih cepat sehingga memudahkan rekan-rekan yang lain. Yang pasti bisa pecah rekornas di masa pandemi sesuatu yang luar biasa,” ujarnya.
Pelatih pelatnas renang Albert Sutanto berkata, pemecahan rekornas menjadi sesuatu yang wajar di PON. Sebab, para atlet senior dan yunior akan mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Para senior mengincar hadiah uang dari daerah, sementara yunior bertekad untuk naik level.
Karena itu, Albert berharap perenang seperti Angel dan Patrisia tidak hilang setelah PON. Sejauh ini, banyak perenang yang sukses bersinar di PON, tetapi tidak berhasil mencapai potensi terbaiknya di pelatnas.
”Di sini kita lihat potensinya Angel, di 2016 dia pecahkan rekornas. Kemudian redup selama lima tahun ini. Ini proses yang cukup berat dan susah. Kita harus reset perenang yang merasa puas setelah menang sekali. Sekarang mereka kemungkinan akan ditarik kembali ke pelatnas lewat catatan di PON,” ucap Albert.
Rekor angkatan
Dari angkat berat, ada empat rekornas yang tercipta, yang salah satunya rekor Asia. Lifter 52 kilogram putri Jabar, Susi Susanti, memecahkan rekor Asia pada angkatan deadlift dengan angkatan 197,5 kg yang sebelumnya dipegang lifter Taiwan, Chao Yin Jo, dengan 192,5 kg.
Sementara itu, lifter angkat besi 55 kg Papua, Natasya Bateyob, memecahkan rekornas snatch dengan 84 kg. Rekor sebelumnya dipegang lifter putri Jambi, Juliana Klarisa, dengan 81 kg. Meski demikian, Natasya belum berhasil merebut emas. Dia harus puas dengan perak dengan total angkatan 186 kg (snatch 83 kg, clean and jerk 103 kg). ”Saya kecewa tidak bisa mendapatkan emas. Tapi, saya tetap bangga dengan hasil ini karena bisa memecahkan rekornas,” katanya.
Secara keseluruhan, jumlah rekor yang tercipta dalam PON Papua masih jauh dibandingkan dengan PON Jabar. Lima tahun lalu, ada 154 rekor yang lahir, terdiri dari 89 rekor PON, 33 rekornas, 26 rekor Asia, lima rekor dunia, dan satu rekor SEA Games.