Eki Febri Ekawati Terlahir Kembali Setelah Positif Covid-19
Sempat terpapar Covid-19 pada Juni, atlet tolak peluru putri Jawa Barat, Eki Febri Ekawati, berhasil bangkit dan terlahir kembali. Puncaknya, dia bisa mempertajam rekor nasional atas namanya sendiri di PON Papua ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Atlet putri Jawa Barat, Eki Febri Ekawati, menjuarai nomor tolak peluru putri PON Papua 2021 di Stadion Atletik Kompleks Olahraga Mimika, Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Kamis (14/10/2021). Eki meraih medali emas dalam nomor ini dengan tolakan 15,77 meter. Jarak tersebut sekaligus memecahkan rekor PON dan rekor nasional yang ia hasilkan pada 2016 dan 2017. Rekor PON sebelumnya ialah 14,98 meter dan rekor nasional sebelumnya adalah 15,60 meter. Perak diraih atlet Nusa Tenggara Barat, I Dewi Ayu Ita Ary, dan perunggu diraih atlet Lampung, Adinda Karina.
TIMIKA, KOMPAS — Bukannya terpuruk saat dinyatakan positif Covid-19 pada akhir Juni 2021, atlet tolak peluru putri Jawa Barat, Eki Febri Ekawati, justru bisa bangkit dan menjadi lebih baik setelah sembuh. Pada Pekan Olahraga Nasional Papua 2021, atlet asal Kuningan, Jabar, itu bak terlahir kembali dengan capaian luar biasa meraih emas tolak peluru putri, sekaligus memecahkan rekor PON dan rekor nasional atas namanya sendiri.
Dalam final tolak peluru putri di Stadion Atletik Kompleks Olahraga Mimika PT Freeport Indonesia, kota Timika, Kabupaten Mimika, Kamis (14/10/2021), Eki keluar sebagai yang terbaik dengan tolakan 15,77 meter. Tolakannya pada kesempatan kedua itu memastikannya merebut emas dan memecahkan rekor PON atas namanya sendiri dengan 14,98 meter pada PON Jabar 2016 serta mempertajam rekornas atas namanya sendiri dengan 15,60 meter pada Kejuaraan Nasional di Jakarta, 8 Desember 2017.
Eki tidak mampu diimbangi oleh lima peserta lain. Buktinya, perak yang diraih atlet Nusa Tenggara Barat, I Dewa Ayu Ita, memiliki catatan tolakan yang jauh di bawah, yakni 13,36 meter. Atlet Lampung, Adinda Karina, mendapatkan perunggu dengan 12,22 meter. ”Sejak dalam latihan sejak Juli ini, saya selalu bisa memecahkan rekornas dengan tolakan sekitar 16 meter. Maka itu, saya yakin bisa mempertajam rekornas saya di PON kali ini,” ujar Eki.
Namun, ada kisah lebih hebat dibandingkan dengan rekornas tersebut. Pada akhir Juni, Eki dinyatakan positif Covid-19. Atlet kelahiran 18 Februari 1992 ini mengalami sejumlah keluhan, antara lain sakit tenggorakan dan demam walau tidak sampai parah. Kondisi itu membuat dokter memintanya istirahat total selama dua pekan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Eki Febri Ekawati bersiap melakukan tembakan ketika beraksi dalam nomor tolak peluru putri PON Papua 2021 di Stadion Atletik Kompleks Olahraga Mimika, Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Kamis (14/10/2021).
Menurut Eki, selama istirahat total itu, dirinya memiliki kerinduan yang mendalam dengan tolak peluru. Untuk itu, sehabis diizinkan berlatih kembali, dia seolah terlahir lagi. Eki menjadi sosok baru yang lebih tangguh dengan tolakan konsisten di atas 16 meter selama latihan sejak Juli hingga dalam latihan sehari-hari sebelum perlombaan di Timika.
Saya tidak tahu juga apa yang membuat saya bisa menjadi lebih baik. Tapi, mungkin ini karena ada kerinduan mendalam pada tolak peluru. Apalagi tolak peluru adalah olahraga yang telah membesarkan nama saya. Jadi, saya sangat mencintai olahraga ini.
”Saya tidak tahu juga apa yang membuat saya bisa menjadi lebih baik. Tapi, mungkin ini karena ada kerinduan mendalam pada tolak peluru. Apalagi tolak peluru adalah olahraga yang telah membesarkan nama saya. Jadi, saya sangat mencintai olahraga ini,” kata atlet yang sebelumnya merebut emas tolak peluru PON Riau 2012 dan emas tolak peluru PON Jabar 2016 tersebut.
Selain terpapar Covid-19, Eki mengalami pasang-surut latihan dalam dua tahun terakhir akibat pandemi. Pandemi sempat membuat dia dan atlet-atlet lain terpukul secara psikologis. Sebab, di awal pandemi, tempat latihan ditutup dan mereka mesti berlatih mandiri selama lebih kurang sebulan.
Usai itu, situasi tidak lebih baik. Total, selama pandemi dua tahun terakhir, tidak ada kejuaraan level nasional ataupun internasional yang bisa diikuti. Sebab, hampir semua kejuaraan nasional dibatalkan, sedangkan kejuaraan internasional banyak yang ditunda maupun dibatalkan, terutama tingkat Asia Tenggara.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Bola besi yang dilontarkan atlet putri Jabar, Eki Febri Ekawati, dalam nomor tolak peluru putri PON Papua 2021 di Stadion Atletik Kompleks Olahraga Mimika, Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Kamis (14/10/2021).
Kondisi semakin parah tatkala Eki mengalami cedera otot betis kiri tertarik ketika latihan lempar cakram sebulan sebelum PON Papua. Kendati demikian, dia tidak mengeluh dan berusaha menikmati semua proses yang ada. Setelah hambatan berlalu, dirinya berlatih lagi dengan optimal dan penuh semangat.
”Menurut saya, itu semua merupakan tantangan sebagai atlet. Saya berusaha menikmati saja semua proses yang ada. Saya yakin, kalau menikmati proses, maka kita bisa menikmati hasilnya. Tidak ada proses yang membohongi hasil,” ungkap Eki yang turut turun di lempar cakram putri pada PON kali ini, tetapi gagal mendapatkan medali.
Sementara itu, dari final lari halang rintang 3.000 meter putra, pelari Jawa Timur, Atjong Tio Purwanto, sukses meraih emas dengan waktu 9 menit 8,74 detik. Perak direbut pelari Papua, Amat Sucipto Parapat, dengan 9 menit 8,74 detik. Perunggu didapat pelari Nusa Tenggara Timur, Matheus Wuli, dengan 9 menit 23,89 detik.
Hasil itu membuat Atjong kembali menjalani nazarnya setelah memastikan membawa pulang emas. Atlet asal Malang, Jawa Timur, itu melalukan nazar dengan berguling sepuluh kali di lintasan. ”Ini kebiasaan yang selalu saya lakukan setelah meraih emas dalam kejuaraan sejak 2012,” ujar Atjong.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Atlet Jatim, Atjong Tio Purwanto, menjuarai laga nomor lari halang rintang 3.000 meter putra PON Papua 2021 di Stadion Atletik Kompleks Olahraga Mimika, Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Kamis (14/10/2021). Atjong meraih medali emas dalam nomor ini dengan hasil catatan waktu 9 menit 7,59 detik. Medali perak diraih atlet Papua, Amat Sucipto Parapat, dan medali perunggu diraih atlet NTT, Matheus Wuli.
Atjong cukup lama tidak melakukan nazar tersebut, terutama dalam kejuaraan besar. Sehabis merebut emas halang rintang 3.000 meter SEA Games Malaysia 2017, atlet berusia 29 tahun ini hanya finis ke-11 dalam final halang rintang Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Pada Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Cibinong, Jawa Barat, dia mesti puas dengan perunggu. Perunggu pula yang diraihnya pada SEA Games Filipina 2019.
Atjong menjelaskan, rentetan hasil kurang optimal yang diraihnya dalam tiga kejuaraan itu karena cedera yang bertubi. Atlet kelahiran 17 Oktober 1991 ini mengalami cedera sobek otot betis bagian kiri sebelum Asian Games 2018, berlanjut cedera retak tulang ujung kaki kanan pada Kejuaraan Nasional 2019. Cedera itu membuatnya tidak bisa mempertahankan emas di SEA Games 2019.
Menjelang PON Papua, cedera otot betis kiri itu kambuh sehingga dirinya tidak bisa memberikan yang terbaik. ”Ini pun saya masih dalam tahap pemulihan sehingga cuma fokus tampil di halang rintang 3.000 meter. Padahal, biasanya saya bisa tampil di dua nomor, yakni lari 1.500 meter dan halang rintang 3.000 meter. Secara keseluruhan, sekarang, pemulihan kaki saya masih 80 persen,” kata pemegang rekornas halang rintang 3.000 meter dengan 8 menit 54,32 detik tersebut.