Aceh akan menantang Papua untuk memperebutkan medali emas cabang sepak bola PON Papua 2021. Laga itu akan menjadi ulangan partai final PON Jakarta 1993 yang dimenangkan Papua.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar/Fabio Maria Lopes Costa
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Aceh akhirnya mengakhiri penantian selama 28 tahun untuk kembali ke laga final cabang sepak bola Pekan Olahraga Nasional. Berkat kemenangan 2-1 atas Jawa Timur, Selasa (12/10/2021) sore WIT, di Stadion Barnabas Youwe, Sentani, Kabupaten Jayapura, Aceh memiliki kesempatan untuk membalaskan dendam kepada Papua yang mengalahkan mereka di final PON Jakarta 1993.
Pada laga puncak PON 1993, Aceh tumbang 1-3 dari Papua. Kenangan buruk itu menjadi pelecut semangat Pelatih Aceh Fakhri Husaini bersama skuadnya untuk memperbaiki prestasi 28 tahun silam. Selain itu, Aceh juga telah merasakan kekalahan dari Papua ketika kedua tim bertemu di babak enam besar PON 2021.
”Target kami ingin mendapatkan medali emas di laga final, hal yang sama tentu juga dimiliki Papua. Kami sudah melangkah sejauh ini. Jadi, tidak ada istilah untuk mundur,” kata Fakhri seusai laga.
Mengalahkan Jatim di semifinal itu pun menjadi keberhasilan tersendiri bagi Fakhri yang menghadapi laga empat besar dengan misi melakukan balas dendam. Pasalnya, ketika menangani tim Kalimantan Timur di PON Kaltim 2008, Fakhri harus melihat anak asuhannya tumbang dari Jatim, 0-1. Pada pergelaran itu, Fakhri hanya mampu mempersembahkan medali perunggu kepada tim tuan rumah.
”Ya, saya senang bisa membalaskan dendam saya ke Jatim pada PON 2008. Semangat (balas dendam) itu yang juga memotivasi saya untuk membawa Aceh menuju final,” ujarnya.
Penyerang Aceh, Akhirul Wadhan, sependapat dengan sang pelatih. Ia pun ingin memberikan capaian terbaik bagi sepak bola Aceh melalui raihan emas di PON Papua.
”Saya hanya pernah mendengar dari orangtua bahwa kami (Aceh) pernah lolos ke final PON 1993. Kami tidak mau hanya bermain di final, kami sangat ingin memperbaiki capaian di PON 1993,” ucap Akhirul.
Dalam laga semifinal, Akhirul adalah momok terbesar bagi lini pertahanan Jatim yang diisi dua bek tengah, Ahmad Burhan Afiludin dan Airlangga Mutamasiqdina. Dua pergerakan Akhirul menjadi awal bagi sepasang gol tim ”Tanah Rencong” pada menit 22 dan 47.
Saya hanya pernah mendengar dari orangtua bahwa kami (Aceh) pernah lolos ke final PON 1993. Kami tidak mau hanya bermain di final, kami sangat ingin memperbaiki capaian di PON 1993.
Gol pertama Aceh diciptakan Akhirul setelah memenangi duel perebutan bola dengan Airlangga. Ia pun melepaskan tembakan yang mengarah ke pojok atas gawang Jatim yang dikawal Eko Saputro.
Kemudian, pada awal babak kedua, Akhirul bisa lolos setelah unggul dalam perebutan bola dengan bek sayap kanan Jatim, Arief Catur Pamungkas. Tendangan Akhirul memang bisa ditepis Eko, tetapi bola liar hasil tepisan itu bisa disontek Muzakir untuk menambah keunggulan Aceh.
”Saya akan berusaha memperbaiki terus penampilan saya agar bisa membantu tim membalaskan kekalahan dari Papua di babak enam besar. Pertandingan (final) akan sulit, tetapi kami yakin pelatih telah menyiapkan strategi untuk mengeluarkan kemampuan terbaik kami,” tutur Akhirul yang selalu mencetak gol dalam dua laga terakhir Aceh.
Mental juara
Papua menunjukkan mental juara ketika melibas Kaltim, 5-1, di Stadion Mandala, Kota Jayapura, Selasa sore. Sempat tertinggal satu gol terlebih dahulu melalui gol bunuh diri bek, Ari Wakum, ketika laga baru berjalan 19 menit, Papua mencetak lima gol balasan.
Gol-gol itu diciptakan oleh sang kapten Ricky Ricardo Cawor yang mencetak dua gol pada menit ke-42 dan ke-77, I Nyoman Ansanay menit ke-66, Arody Uopdana menit ke-71, dan Samuel Gideon Balinsa menutup pesta gol di Mandala Jayapura pada menit ke-87.
Pelatih Papua Eduard Ivakdalam sangat mengapresiasi semangat juang anak asuhnya. Para pemain mampu bangkit untuk meraih kemenangan setelah tertinggal satu gol.
”Dengan waktu istirahat sehari saja, anak-anak mampu berjuang untuk meraih kemenangan selama 90 menit laga berlangsung. Sikap mereka menunjukkan komitmen untuk membawa Papua menjadi yang terbaik di cabang sepak bola,” tutur Eduard.
Ia menambahkan, para pemain Papua akan beristirahat penuh jelang laga final menghadapi Aceh. Permainan bertahan dan serangan balik Aceh menjadi perhatian khusus staf pelatih tim Papua.
Ia mengatakan, satu-satunya cara untuk mengendalikan permainan melawan Aceh dengan memperkuat lini tengah dan belakang untuk mengantisipasi transisi permainan Aceh yang begitu cepat.
”Kami tetap mengandalkan permainan ofensif saat menghadapi Aceh. Cara bertahan terbaik adalah terus menyerang selama 90 menit sehingga tim lawan kewalahan dan tak bisa mengembangkan permainannya,” ujarnya.
Pertandingan final antara Papua dan Aceh akan dilaksanakan di Stadion Mandala, Kamis (14/10) pukul 19.00 WIT. Sebelum laga itu bergulir atau tepatnya pukul 15.00 WIT, pertandingan perebutan perunggu yang mempertemukan Jatim dan Kaltim akan berlangsung di tempat yang sama.
Apabila Aceh mengejar emas pertama di sepak bola PON, Papua akan memburu emas ketiga. Sebelumnya, Papua meraih emas pada PON 1993 dan PON Sumatera Selatan 2004. Pada edisi 2004, medali emas diraih Papua bersama Jatim setelah bermain imbang 1-1 selama 120 menit. Kedua tim menolak melanjutkan laga ke adu penalti akibat masalah nonteknis, yaitu minimnya penerangan Stadion Patrajaya, Palembang.