Olahraga telah mendarahdaging dalam kebudayaan masyarakat di Papua. Pembinaan olahraga perlu digalakkan agar potensi besar anak muda Papua bisa dimaksimalkan demi menghadirkan atlet berprestasi.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR, KELVIN HIANUSA, FABIO LOPEZ DA COSTA
·5 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Papua tidak pernah kehabisan bakat alami di cabang olahraga yang secara alami digemari oleh masyarakat setempat, seperti sepak bola, dayung, atletik, tinju, dan bola voli. Hanya saja, pembinaan atlet masih berjalan parsial sehingga potensi besar itu tidak terasah dengan baik.
Kehadiran arena olahraga berstandar internasional seiring pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 menghadirkan harapan baru bagi pelestarian buadaya olahraga dan jalan pembinaan atlet Papua di masa depan. Hal itu terlihat di Kompleks Stadion Mahachandra yang berada di kawasan Universitas Cenderawasih, Heram, Kota Jayapura, Senin (11/10/2021) petang. Di sekitar stadion itu terdapat lapangan futsal, bola basket, dan bola voli yang dibuka untuk umum dan gratis bagi masyarakat sekitar untuk aktivitas olahraga.
Yengki (15), bersama lima temannya, merupakan salah satu kelompok pemuda yang memanfaatkan fasilitas olahraga itu. Ia rutin bermain futsal di kawasan Uncen itu enam bulan terakhir setelah fasilitas olahraga yang menjadi bagian dari renovasi Stadion Mahachandra untuk menyambut PON itu dibuka. Terdapat sekitar 30 pemuda yang berusia hingga 30 tahun berolahraga sore itu. Mereka memadati tiga lapangan yang berada di kawasan tersebut.
”Kami senang bisa berkumpul untuk berolahraga bersama di sini. Bagi kami, ini adalah berkah PON yang kami rasakan langsung,” ujar Yengki, yang punya mimpi seperti mayoritas anak Papua lainnya, yaitu menjadi bintang sepak bola yang membela Persipura Jayapura.
Sepak bola dan futsal memang olahraga yang paling digemari anak muda Papua. Pertandingan tim sepak bola Papua, yang dilaksanakan di Stadion Mandala, Kota Jayapura, selalu menyedot puluhan ribu orang untuk menyaksikan langsung di stadion. Tidak ada cabang lain yang bisa menyaingi animo masyarakat Papua dalam penyelenggaraan PON 2021.
Animo besar masyarakat Papua disambut positif Pelatih Persipura Jacksen F Tiago. Pelatih asal Brasil itu menyatakan, bakat pesepak bola muda amat melimpah di Papua. Jacksen pun memantau sejumlah pemain di tim Papua untuk direkrut sebagai pemain profesional di Persipura.
Sejak periode pertama menangani Persipura (2008-2014), Jacksen memang gemar mengontrak pemain ”lulusan” PON, di antaranya Lukas Mandowen, anggota tim Papua di PON Kalimantan Timur 2008, serta Nelson Alom, anggota skuad Papua pada PON Riau 2012.
”Penyelenggaraan PON telah menghadirkan empat stadion sepak bola berkualitas sangat baik di Papua. Saya berharap stadion itu bisa menjadi wadah bagi pembinaan dan perkembangan pemain Papua,” kata Jacksen, yang telah mempersembahkan tiga trofi Liga Indonesia bagi tim ”Mutiara Hitam”.
Keempat stadion itu adalah Stadion Mahachandra, Stadion Mandala, Stadion Barnabas Youwe, serta Stadion Utama Lukas Enembe
Tak hanya di sepak bola, bakat besar Papua juga terlihat di cabang dayung. Kontingen Papua memang harus puas hanya dengan raihan satu perunggu lewat Rivaldo Tomatala/Yoab Dave Tokoro dari nomor coxless putra (M2-) di PON ini.
Meskipun demikian, pelatih rowing nasional M Hadris melihat potensi lebih dari para atlet Papua. Ia telah mengamati setidaknya 2-3 pedayung putri yang potensial untuk masuk ke pemusatan latihan nasional.
”Di PON, rowing memang dikuasi anak-anak pelatnas. Tetapi, kalau dilihat dari antropometri tubuh, saya lihat ada beberapa yang lumayan, bisa dibina,” kata pelatih yang turut mendampingi pedayung nasional ke Olimpiade Tokyo 2020 tersebut.
Hadris mengatakan, fisik warga Papua memang sangat potensial untuk menjadi atlet rowing. Mereka punya keunggulan badan tegap dan kekar yang terbentuk dari alam. Kelebihan itu tidak banyak dimiliki oleh atlet dari daerah lain.
Hadris menilai harus ada pembinaan berjangka panjang di Papua untuk disiplin rowing. Hal itu akan membantu untuk memudahkan atlet ketika masuk pelatnas. Sebab, rowing tidak hanya soal fisik, tetapi juga membutuhkan pemahaman strategi dan teknik. Keberadaan arena dayung di Teluk Youtefa, Kota Jayapura, menurut Hadris, bisa menjadi awal mula bangkitnya rowing di Papua.
”Kalau dari fisik, anak-anak Papua tidak perlu diragukan karena terbentuk dari alam. Mayoritas mereka kurang cepat beradaptasi dengan arahan, terutama soal teknik sehingga pembinaan itu penting untuk memaksimalkan potensi itu,” pungkasnya.
”Ethnosport”
Daniel Womsiwor, pakar sains olahraga Uncen, mengatakan, budaya olah fisik masyarakat Papua sudah terbentuk sejak 150.000 tahun lalu. Ia mengungkapkan, banyak aktivitas masyarakat di tujuh wilayah adat Papua yang secara alamiah melatih kekuatan dan ketangkasan tubuh. Kegiatan inilah yang disebut dengan istilah ethnosport atau olahraga tradisi.
Aktivitas inilah yang menjadi fondasi dasar masyarakat Papua berbakat di sejumlah cabang olahraga. Misalnya olahraga dayung, lempar lembing, lari, sepak bola, angkat besi, dan panjat tebing.
Misalnya di wilayah adat Saireri yang terdiri dari empat kabupaten, yakni Biak Numfor, Kepulauan Yapen, Waropen, dan Supiori. Warga sering mendayung hingga ratusan mil, berenang, dan menyelam untuk menangkap ikan.
Di daerah adat Animha seperti Merauke, warga sering berburu rusa dan kangguru dengan menggunakan tombak. Aktivitas ini yang menjadi cikal bakal hadirnya atlet lempar lembing dari wilayah adat Animha.
Kemudian di daerah adat Lapago ataupun Meepago yang terdiri dari wilayah lembah dan pegunungan. Banyak aktivitas warga, seperti berburu, memanjat pohon, dan berlari, di wilayah dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.
”Aktivitas inilah yang menjadi fondasi dasar masyarakat Papua berbakat di sejumlah cabang olahraga, misalnya olahraga dayung, lempar lembing, lari, sepak bola, angkat besi, dan panjat tebing,” kata Daniel yang juga Pengurus Bidang Sains Olahraga dan Iptek KONI Provinsi Papua.
Pengamat olahraga Papua, Dominggus Mampioper, mengatakan, kearifan lokal warga setempat menjadi faktor penentu keunggulan masyarakat Papua yang unggul di cabang olahraga tertentu. Misalnya aktivitas warga antarkampung di Danau Sentani menggunakan perahu setiap hari.
Ia menilai bakat alami masyarakat Papua dalam bidang olahraga dapat dimaksimalkan karena adanya pembinaan sejak dini, misalnya olahraga sepak bola yang didukung dengan kehadiran sekolah sepak bola di Papua.
”Banyak olahraga populer yang belum diminati, seperti bulu tangkis dan basket, karena minimnya pembinaan atlet sejak dini. Padahal, kondisi fisik masyarakat Papua sangat mendukung untuk kedua cabang olahraga tersebut,” kata Dominggus.