Meraih emas di Pekan Olahraga Nasional tidak hanya memerlukan latihan yang keras. Trio pemanah compound beregu Jawa Timur membuktikan prestasi terbaik juga memerlukan persiapan persiapan nonteknis.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·4 menit baca
Tangis tiga pemanah Jawa Timur, yakni Della Adisty Handayani, Tiara Sakti Ramadhani, dan Yurike Nina Bonita Pereira, pecah saat mereka diumumkan sebagai pemenang final compound beregu putri cabang panahan di Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021, Rabu (6/10/2021), di Lapangan Panahan Kampung Harapan, Jayapura. Mereka berpelukan dan menangis haru, tanpa memedulikan sengatan terik matahari yang membuat mereka bermandikan keringat.
Sambil mengenakan maskernya, Lilies Handayani, pelatih tim panahan putri Jatim, lantas memeluk tiga muridnya yang telah menyumbangkan emas keempat Jatim dari cabang panahan di PON 2021. Pada laga perebutan emas itu, tim Jatim mengalahkan Jawa Barat dengan skor 227-224.
Meraih emas dari compound beregu putri melengkapi prestasi tim panahan putri Jatim yang sebelumnya juga meraih emas recurve. Bagi tim compound, raihan emas itu adalah peningkatan prestasi. Lima tahun lalu di PON Jawa Barat, mereka meraih perunggu.
Dibandingkan 2016 silam, hanya ada sedikit perubahan di skuad compound Jatim saat ini. Sebagai upaya regenerasi, pemanah senior, Dellie Threesyadinda, digantikan Yurike. Dellie dan Della, yang masuk ke tim compound Jatim di PON Jabar, adalah putri kandung Lilies, anggota ”Trio Srikandi” panahan Indonesia yang meraih medali perak di Olimpiade Seoul 1988. Pada PON tahun ini, hanya tersisa Della, penerus wangsa sang Trio Srikandi, yang tampil.
Lilies pun bangga dengan prestasi tim compound putri Jatim itu. Ia sampai kehilangan kata-kata untuk mengungkapkan kebahagiannya. Legenda panahan berusia 56 tahun itu mengungkapkan, jalan ketiga anak asuhannya untukmeraih emas di Papua sesungguhnya tidak ada yang istimewa dibandingkan tim lain. Setiap pewakilan kontingen provinsi lain tidak ketinggalan memberikan ucapan selamat kepada Lilies berkat prestasi timnya itu.
Mereka juga tidak memiliki kesempatan untuk menjalani kejuaraan nasional dan internasional sebagai uji coba menyusul pandemi Covid-19. Mereka baru mulai intens mempersiapkan diri pada akhir 2020 lalu. Akibat tidak adanya kejuaraan, mereka hanya berlatih di Surabaya, Jatim.
Bekal nonteknis
Meski begitu, Lilies mengungkapkan, ketiga muridnya itu sudah masuk kategori pemanah elite tingkat nasional. Kemampuan mereka tidak lagi perlu diragukan untuk bersaing di PON. Atas dasar hal itu, ia menambah bekal nonteknis demi menunjang kiprah mereka di PON Papua.
Selain melatih ketepatan dan ketangkasan dalam memanah, trio Della, Tiara, dan Yurike, juga menjalani kegiatan meditasi setiap malam. Kegiatan itu dilakukan sejak satu bulan sebelum mereka terjun ke PON hingga malam hari jelang final melawan trio pemanah Jabar: Gina Rahayu Sugiharti, Ratih Zil\'Izati Fadhly, dan Sri Ranti.
Dalam kegiatan itu, ungkap Lilies, ketiga muridnya berkonsentrasi dengan membagikan ucapan afirmasi untuk membantu menenangkan sekaligus meningkatkan kepercayaan diri. Mereka pun saling memegang denyut nadi rekannya guna memperkuat ikatan batin satu sama lainnya.
”Hasilnya amat terlihat di sini (PON). Mereka tampil sangat kompak dan bisa saling mengisi untuk memenuhi impian membawa pulang emas. Kekompakan dan ikatan persaudaraan itu amat penting di nomor beregu,” kata Lilies yang memberikan medali pertama bagi Indonesia di ajang Olimpiade bersama dua sahabatnya, Nurfitriyana Saiman dan Kusuma Wardhani.
Meditasi melalui mindfulness terbukti menurunkan tingkat stress, mengurangi kecemasan, dan menghasilkan perubahan fisik yang seirama dengan olah gerak otak.
Menurut Tiara, proses persiapan nonteknis itu membantunya dan dua sahabatnya untuk kian kompak dan saling memahami satu sama lain. Mereka saling menggantungkan harapan demi mencapai prestasi terbaik.
Kedekatan mereka pun terlihat dalam unggahan foto terkini di akun Instagram Della, yaitu @dellaadisty. Della mengunggah foto bersama dua sahabatnya itu dengan takarir simbol hati.
Dasar ilmiah
Persiapan nonteknis yang diterapkan Lilies itu bukan tanpa pendekatan ilmiah. Dalam jurnal bertajuk “Self and Team Efficacy Beliefs of Rowes and Their Relation to Mindfulness and Flow”, yang diterbitkan Journal of Clinical Sport Psychology (2014), terungkap bahwa meditasi bisa membantu meningkatkan prestasi atlet yang berlomba di nomor terukur.
Dalam penelitian itu, empat peneliti dari The Catholic University of America, yakni Timothy R Pineau, Carol R Glass, Keith A Kaufman, dan Darren R Bernal, mengambil sampel dari 58 atlet dayung di seluruh Amerika Serikat.
“Meditasi melalui mindfulness terbukti menurunkan tingkat stress, mengurangi kecemasan, dan menghasilkan perubahan fisik yang seirama dengan olah gerak otak. Cara itu membantu atlet untuk meningkatkan kemampuan fisik, emosional, spiritual, mental, dan persepsi,” bunyi jurnal tersebut.
Ketua KONI Jatim Erlangga Satriagung mengatakan, pihaknya berusaha untuk melengkapi persiapan tim PON dengan pendekatan sains olahraga. Hal itu tidak hanya meliputi bidang gizi, nutrisi maupun rehabilitasi untuk mencegah atlet cedera, melainkan juga ikut memerhatikan sisi psikologis atlet.
“Kami menganggap penerapan sains olahraga ini sudah amat penting untuk menunjang prestasi atlet. Ini adalah langkah kami untuk membantu atlet mencapai performa terbaik di PON,” kata Erlangga.
Lilies dan ketiga muridnya itu telah membuktikan raihan emas tidak bisa hanya digantungkan dari persiapan di atas arena. Menyeleraskan pikiran dan gerak fisik melalui pendekatan ilmiah sudah menjadi ramuan yang diperlukan untuk berprestasi di era modern ini.