Dua atlet senior,pelompat jauh putri Maria Natalia Londa dan pelari jarak jauh Agus Prayogo, masih belum terbendung di hari pertama cabang atletik PON Papua. Fenomena ini membuktikan regenerasi belum berjalan optimal.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
MIMIKA, KOMPAS - Ratu lompat jauh Indonesia, Maria Natalia Londa, belum tertandingi di Pekan Olahraga Nasional Papua 2021. Dalam final lompat jauh putri di Stadion Atletik, Kompleks Olahraga Mimika PT Freeport Indonesia di Kota Timika, Kabupaten Mimika, Maria melesat tanpa perlawanan untuk meraih emas dengan lompatan terbaik 6,26 meter yang sekaligus menjadi emas ketujuhnya dari empat PON yang telah diikutinya.
"Emas ini berkat kondisi tubuh saya yang sangat fit dibanding tahun-tahun sebelumnya saat cedera lutut kanan dan kiri sering kambuh. Ini juga yang membuat saya mengurungkan niat pensiun yang pernah saya sampaikan sehabis mendapatkan emas di SEA Games Filipina 2019. Dengan emas dan tubuh yang sehat ini, saya punya asa untuk tetap tampil setidaknya di SEA Games Vietnam atau Asian Games China di tahun depan," ujar Maria sehabis perlombaan.
Maria hanya melakukan dua lompatan dari enam kesempatan untuk mengunci emas lompat jauh kali ini. Pada lompatan pertama, atlet kelahiran Denpasar, Bali, 29 Oktober 1990, itu mencatat lompatan 6,09 meter. Lompatan pertama itu sudah cukup jauh di atas catatan tujuh pesaingnya.
Namun, Maria masih mencoba memperbaiki lompatannya di kesempatan kedua. Dalam kesempatan itu, dia mencatat lompatan 6,26 meter. Setelah itu, dirinya berdiskusi dengan pelatih dan lebih memilih memantau hasil para pesaingnya untuk menentukan mengambil kesempatan-kesempatan selanjutnya atau tidak.
Ternyata, dari kesempatan ketiga hingga keenam atau terakhir, tidak ada pesaing yang mampu melampaui catatan terbaik Maria. Maka itu, Maria memilih tidak melakukan lompatan di empat kesempatan tersisa tersebut.
"Tadi, pelatih minta saya menunggu. Kalau tidak ada yang bisa mendekati lompatan terbaik saya, maka saya tidak usah melompat lagi. Ini juga untuk menjaga kebugaran saya. Apalagi, besok saya masih mengikuti lompat jangkit dan saya mengincar emas di nomor tersebut," terang Maria yang memiliki rekor lompatan terbaik sekaligus rekor nasional 6,70 meter saat merebut emas lompat jauh SEA Games Singapura 2015.
Secara keseluruhan, emas lompat jauh PON kali ini menjadi emas ketujuh Maria selama mengikuti PON. Di tiga PON sebelumnya, atlet berusia 30 tahun itu total telah merebut enam emas dengan rincian tiga emas dari lompat jauh dan tiga emas dari lompat jangkit.
Menunda pensiun
Sejatinya, Maria sudah mengumumkan pensiun sehabis mendapatkan emas lompat jauh dan perak lompat jangkit di SEA Games Filipina pada Desember 2019 lalu. Rencana pensiun itu muncul karena dia merasakan cedera lutut kambuhan yang membuatnya berpikir sulit untuk tetap bersaing di ajang-ajang besar berikutnya.
Nyatanya, sehabis SEA Games, Maria tetap turun di PON Papua. Menurut atlet bertinggi 163 sentimeter itu, dirinya bisa tampil di PON karena kondisi tubuhnya jauh lebih bugar dibanding ketika tampil di SEA Games 2019. Hal itu membuat dia berambisi untuk tetap berpestasi, bahkan tidak menutup kemungkinan memecahkan rekor terbaiknya selama sisa kariernya.
"Tidak ada yang tidak mungkin. Di Kejuaraan Nasional Atletik 2019, dengan tubuh baru pulih dari cedera, saya bisa meraih emas dan nyaris menyamai rekor terbaik saya, yakni dengan lompatan 6,68 meter," katanya.
Dengan adanya PON di Papua, kami kini memiliki fasilitas latihan yang berstandar dunia. Semoga ini bisa dioptimalkan untuk pembinaan atlet di sini agar kualitas kami terus meningkat dan bisa mewakili Indonesia di kejuaraan internasional.
Selain itu, batalnya niat dia pensiun tak lepas dari masukan Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI). PASI meminta menunda niatnya itu karena gap atau kesenjangan kualitas dengan yuniornya saat ini masih tinggi. Maka, sambil menunggu pensiun, Maria diminta untuk turut membimbing atlet muda agar minimal bisa mengimbangi kualitasnya.
"Sekarang, saya memiliki tugas ganda. Selain tetap mencoba berprestasi terbaik untuk diri sendiri, saya pun harus membimbing para yunior agar kualitasnya lebih baik, minimal bisa menyamai saya. Apalagi, lompat jauh ini nomor atlet yang cukup kompleks. Bukan cuma mengandalkan kekuatan, melainkan perlu pula teknik yang baik," ungkapnya.
Sampai saat ini, Maria memang belum memiliki lawan sepadan di tingkat nasional. Dari hasil final lompat jauh PON ini misalnya, capaian pesaingnya masih jauh tertinggal. Perak direbut atlet Nusa Tenggara Barat, Rohani, dengan lompatan terbaik 5,79 meter adapun perunggu dibawa pulang atlet tuan rumah Papua, Vinsensia Awutet Amjaram, dengan lompatan terbaik 5,72 meter.
Vinsensia menyampaikan, Maria masih sulit ditandingi karena punya teknik dan pengalaman jauh lebih baik. Namun, dia yakin para pelompat muda Indonesia, terutama dirinya, bisa menyamai kualitas Maria suatu hari kelak. Syaratnya, atlet-atlet yunior itu patut mendapatkan pelatih, asupan gizi, dan fasilitas latihan yang baik.
"Dengan adanya PON di Papua, kami kini memiliki fasilitas latihan yang berstandar dunia. Semoga ini bisa dioptimalkan untuk pembinaan atlet di sini agar kualitas kami terus meningkat dan bisa mewakili Indonesia di kejuaraan internasional nantinya," terang Vinsensia.
Agus rebut emas
Sementara itu, pelari jarak jauh andalan Indonesia, Agus Prayogo, merebut emas lari 5.000 meter dengan waktu 14 menit 44,29 detik. Itu menjadi emas kesepuluhnya di PON. Dalam tiga PON sebelumnya, pelari kelahiran Bogor, Jawa Barat, 23 Agustus 1985, ini membawa pulang sembilan emas, terdiri dari tiga emas lari 5.000 meter, tiga emas lari 10.000 meter, dan tiga lari maraton.
Kendati belum bisa menyamai rekor terbaik lari 5.000 meternya dengan 14 menit 2,12 detik sewaktu mengikuti Military World Games di Brasil pada 2011, penampilan Agus di Papua tidak bisa diimbangi enam pesaingnya. Adapun perak diraih pelari Jawa Barat lainnya, Pandu Sukarya, dengan waktu 14 menit 56,77 detik. Medali perunggu direbut pelari Bangka Belitung, Robi Sianturi, dengan 15 menit 1,97 detik.
Agus mengatakan, misi utamanya dalam PON ini untuk menyapu bersih semua nomor perlombaan yang diikutinya. Selain lari 5.000 meter, pelari berusia 36 tahun ini masih mengincar emas di lari 10.000 meter dan maraton.
Di samping itu, Agus berharap muncul bibit pelari jarak jauh baru yang kelak bisa melanjutkan tongkat estafetnya. "Saat ini, perlombaan lari jarak jauh sedang menjamur di Indonesia. Itu perlu menjadi momentum untuk menjaring potensi atlet baru. Setelah itu, siapkan pelatih dan fasilitas yang baik agar kualitas mereka terus meningkat. Ini harus jadi perhatian serius para pengurus PASI di daerah," ungkap Agus berpesan.