Indonesia berpeluang besar membawa pulang Piala Sudirman, trofi yang kali terakhir diraih pada 1989 silam. Motivasi tinggi skuad ”Merah Putih” dan pincangnya kekuatan rival, seperti China, jadi modal meraih impian itu.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Untuk kali pertama dalam belasan tahun terakhir, Indonesia memiliki kesempatan yang begitu terbuka untuk membawa pulang simbol supremasi bulu tangkis beregu campuran, Piala Sudirman. Capaian medali emas di Olimpiade Tokyo 2020, pemain berpengalaman, dan absennya sejumlah pemain bintang dari negara lainnya, menjadi faktor peluang yang tidak boleh disia-siakan.
Piala Sudirman 2021, yang semestinya diselenggarakan di China pada Mei lalu, lantas dipindahkan ke Vantaa, Finlandia, pada 26 September-3 Oktober 2021. Sebanyak 16 tim terbaik di dunia bersaing untuk memerebutkan trofi bergengsi yang namanya diambil dari tokoh bulu tangkis Indonesia, Dick Sudirman, itu.
Dalam kejuaraan yang digelar untuk ketujuh belas kalinya setiap tahun ganjil, sejak 1989 itu, Indonesia ditempatkan sebagai unggulan 3/4 bersama Taiwan atau di bawah China (unggulan teratas) dan Jepang (unggulan kedua). Perjalanan skuad ”Merah Putih” di Finlandia akan dimulai lewat babak penyisihan Grup C, yaitu bersama Denmark, Kanada, dan Komite Olimpiade Rusia (ROC). Dua tim peringkat teratas dari setiap grup berhak lolos ke babak perempat final.
Meskipun berada di bawah China dan Jepang dalam daftar unggulan, kekuatan Indonesia seharusnya memadai untuk memenangi enam pertandingan agar bisa mengulang prestasi Susy Susanti dan kawan-kawan pada 1989 silam. Trofi yang didapat pada 32 tahun lalu itu menjadi satu-satunya gelar juara Piala Sudirman bagi Indonesia.
Sebagai salah satu kekuatan bulu tangkis dunia, Indonesia sebenarnya memiliki banyak peluang untuk juara. Selain di Jakarta pada 1989, tim Merah Putih lolos ke final Piala Sudirman pada enam edisi lainnya, namun selalu gagal.
Final terakhir dicapai Indonesia di Glasgow, Skotlandia, pada 2007. Saat itu, Indonesia kalah 0-3 dari China. Setelah itu, pencapaian terbaik Merah Putih adalah babak semifinal. Indonesia selalu kalah bersaing dengan China, Denmark, Korea Selatan, dan Jepang.
Peluang Indonesia untuk juara ada karena tidak semua negara memiliki kekuatan merata di semua nomor. Idealnya, untuk menjuarai Piala Sudirman, ada keseimbangan pada semua sektor. (Susy Susanti)
Peluang terbaik datang pada tahun ini. Empat nomor, yaitu tunggal putra, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran, bisa diandalkan untuk meraih kemenangan.
Tunggal putri menjadi nomor yang harus bekerja ekstra keras dibandingkan nomor yang lainnya ketika menghadapi lawan seimbang atau lebih berat. Gregoria Mariska Tunjung berkali-kali memberikan perlawanan ketat pada tunggal putri papan atas dunia, seperti Akane Yamaguchi (Jepang), Ratchanok Intanon (Thailand), dan Chen Yufei (China), namun masih kesulitan untuk menang.
”Ganda putri, yang biasanya tidak diperhitungkan, sekarang menjadi andalan Indonesia. Medali emas dari Greysia Polii/Apriyani Rahayu pada Olimpiade Tokyo 2020 bisa menjadi sumber motivasi. Negara lain juga akan melihat nomor itu sebagai salah satu kekuatan Indonesia,” ujar legenda bulu tangkis Indonesia, Christian Hadinata.
Penebusan kegagalan
Christian berpendapat, raihan medali perunggu dari Anthony Sinisuka Ginting seharusnya juga membuat tunggal putra peringkat kelima dunia itu mampu tampil semakin baik pada ajang-ajang besar, termasuk Piala Sudirman.
”Adapun bagi pemain unggulan yang gagal di Olimpiade, seperti Praveen (Jordan)/Melati (Daeva Oktavianti) dan Kevin (Sanjaya Sukamuljo)/Marcus (Fernaldi Gideon), Piala Sudirman seharusnya menjadi ajang penebusan kegagalan itu. Mereka harus termotivasi bermain lebih baik untuk Indonesia di Piala Sudirman,” ungkap Christian.
Kedua pasangan yang disebutkan Christian itu merupakan andalan Indonesia untuk meraih medali di Tokyo 2020. Keduanya berstatus ganda campuran dan ganda putra nomor satu Indonesia. Kevin/Marcus bahkan menjadi ganda putra nomor satu dunia selama empat tahun terakhir. Namun, kedua pasangan itu tersingkir di perempat final Tokyo 2020.
Selain memiliki kekuatan merata pada empat nomor, faktor eksternal menambah peluang Indonesia membawa trofi kejuaraan beregu untuk kali pertama dalam 19 tahun terakhir. Trofi terakhir di ajang beregu yang diraih Indonesia adalah Piala Thomas 2002 di Guangzhou, China. Gelar juara itu bahkan menjadi yang kelima kali secara beruntun diraih tim Merah Putih pada kejuaraan beregu putra tersebut di masa itu.
Tanpa bintang
Pada Piala Sudirman kali ini, celah mengalahkan tim-tim kuat terbuka lebih lebar karena absennya beberapa pemain bintang mereka. China misalnya, tidak diperkuat pemain nomor satu mereka pada tiga nomor, yaitu masing-masing Chen Long (tunggal putra), Li Junhui/Liu Yuchen (ganda putra), dan Zheng Siwei/Huang Yaqiong (ganda campuran).
Adapun Jepang kehilangan tiga pemain utama ganda putra yang mengundurkan diri dari tim nasional. Mereka adalah pasangan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda dan Hiroyuki Endo, pemain yang biasanya berpasangan dengan Yuta Watanabe.
Endo/Watanabe dikenal sebagai pasangan yang paling sulit dikalahkan Kevin/Marcus. Mereka mengalahkan ganda Indonesia berjuluk ”Minions” itu dalam enam pertandingan terakhir dari delapan pertemuan.
Jepang juga tidak diperkuat ganda putri nomor satu dunia, Yuki Fukushma/Sayaka Hirota, karena cedera lutut kanan yang dialami Hirota. Pemain berusia 27 tahun itu menjalani operasi lutut setelah tampil di Olimpiade Tokyo.
Sementara kubu Taiwan tidak diperkuat dua wakil terbaiknya, Tai Tzu Ying (tunggal putri) dan ganda putra peraih emas Tokyo 2020, Lee Yang/Wang Chi Lin. Denmark, yang akan menjadi pesaing terkuat Indonesia di Grup C, juga kehilangan salah satu pemain ganda putra terbaiknya, Kim Astrup, karena cedera. Berpasangan dengan Anders Skaarup Rasmussen, Astrup adalah ganda putra nomor satu Denmark yang memiliki peringkat ke-11 dunia.
”Peluang Indonesia untuk juara ada karena tidak semua negara memiliki kekuatan merata di semua nomor. Idealnya, untuk menjuarai Piala Sudirman, ada keseimbangan pada semua sektor. Setiap negara pasti ada yang kuat di nomor tertentu, tetapi lemah di nomor lainnya,” ungkap mantan tunggal putri Indonesia, Susy Susanti.
Atas dasar hal itu, Susy berpendapat, diperlukan kejelian menerapkan strategi agar Indonesia tidak kehilangan angka dari nomor-nomor andalan pada setiap pertandingan.
Christian dan Rionny Mainaky, Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), juga berpendapat, peluang Indonesia untuk juara pada tahun ini cukup besar. Meski demikian, Rionny mengingatkan semua pemain agar tidak menganggap remeh setiap lawan yang akan dihadapi di Piala Sudirman.
Dengan bekal pemain berpengalaman, motivasi tinggi dari Tokyo 2020, kekompakan, dan absennya pemain-pemain bintang dari negara pesaing, maka sudah saatnya Piala Sudirman—yang lahir di Indonesia—kembali ke Tanah Air.