Quartararo Mencontoh Mentalitas Marquez
Fabio Quartararo akan menjadi juara dunia MotoGP jika konsisten finis di podium dalam empat balapan terakhir musim ini. Jika pebalap Yamaha itu tergelincir ke luar podium, peluang juara bisa melayang seperti musim lalu.
SAN MARINO, SELASA — Fabio Quartararo memasuki fase krusial dalam perburuan gelar juara dunia MotoGP. Keunggulan 48 poin dari Francesco ”Pecco” Bagnaia di posisi kedua belum aman dengan empat balapan tersisa di Austin, Emilia Romagna, Algarve, dan Valencia.
Pebalap tim pabrikan Yamaha itu akan menjadi juara dunia dengan minimal selalu finis di posisi ketiga di sisa musim ini jika Pecco selalu finis terdepan. Strategi menghadapi empat seri terakhir itu dimatangkan dalam dua hari tes di Sirkuit Misano, San Marino, 21-22 September.
Tes di Misano itu sangat penting untuk menguji paket perbaikan performa, mencari keseimbangan motor terutama terkait pemilihan ban, serta menguji perangkat yang akan dipakai musim depan.
Baca Juga: Pecco Jadi Idola Baru di Misano
Terkait persiapan menghadapi empat seri terakhir, semua tim fokus mencoba setelan motor berdasarkan data telemetri dari balapan hari Minggu lalu. Ini adalah langkah pertama untuk mendapatkan performa lebih baik saat mereka kembali balapan di Misano dalam seri Emilia Romagna, 24 Oktober.
Balapan itu akan sangat krusial bagi Quartararo karena peluangnya memenangi balapan tidak terlalu besar dengan performa Pecco saat memacu Ducati Desmosedici GP21, akhir pekan lalu. Pecco yang sudah kehabisan ban dan kalah dalam kecepatan tiap putaran bahkan masih mampu menahan Quartararo dan meraih kemenangan kedua musim ini setelah Aragon.
Saat mereka kembali ke Misano, pada pekan ketiga Oktober, persaingan jauh lebih ketat karena semua pebalap memiliki data untuk memperbaiki performa.
Satu hal yang bisa mengacaukan peta persaingan adalah cuaca karena hujan berpotensi terjadi di Misano pada Oktober. Jika balapan berlangsung dalam kondisi basah, Quartararo sangat tidak diuntungkan. Pebalap asal Perancis itu selalu kehilangan kecepatan saat balapan dalam kondisi trek basah.
Saya tidak terlalu memikirkan kejuaraan, ini saya contoh dari Marc (Marquez) di Thailand pada 2019, saat dia terus bersaing dengan saya, dia berusaha di tikungan terakhir dan berusaha lagi.
Adapun Pecco menunjukkan dirinya mampu konsisten mencetak pace kompetitif dalam sesi latihan kedua seri San Marino akhir pekan lalu, yang berlangsung dalam kondisi trek basah. Pecco menempati posisi kedua tercepat saat itu, sedangkan Quartararo di posisi ke-18.
Cuaca bisa mengacaukan misi Quartararo meraih gelar juara MotoGP pertamanya. Oleh karena itu, dia akan selalu mengincar kemenangan dalam empat seri terakhir di Austin (3 Oktober), Emilia Romagna (24 Oktober), Algarve (7 November), dan Valencia (14 November). Hasil maksimal akan bisa menutup defisit poin yang berpotensi terjadi.
Skenario paling aman bagi Quartararo adalah minimal selalu finis ketiga dan meraih 64 poin dari empat seri sehingga poin akhirnya menjadi 298. Nilai itu tidak akan bisa dilampaui Pecco—yang kini mengumpulkan 186 poin—meskipun dia selalu menang dan meraih 100 poin dari empat balapan sisa.
”Kami punya keunggulan 48 poin dengan sisa empat balapan. Jadi, saya akan menjalani seperti di sini, saya tidak memikirkan kejuaran dan akan terus berjuang serta melanjutkan seperti ini, yaitu memberikan segalanya,” ujar Quartararo di laman MotoGP.
Baca Juga: Pecco Memburu Momentum di Misano
”Saya tidak terlalu memikirkan kejuaraan, ini saya contoh dari Marc (Marquez) di Thailand pada 2019, saat dia terus bersaing dengan saya, dia berusaha di tikungan terakhir dan berusaha lagi. Jadi, tidak peduli apakah anda memburu gelar juara atau tidak, saya akan selalu ingin menang,” kata Quartararo terkait sisa empat balapan musim ini.
Peluang terbesar
Peluang terbesar Quartararo finis terdepan ada di Algarve dan Valencia. Awal musim ini, dia menang di Algarve pada seri Portugal, 18 April. Namun, ancaman dari Pecco tidak akan mengendur karena saat itu pebalap Italia itu finis kedua.
Jika Pecco mampu menjaga momentum hingga ke Algarve, gelar juara akan ditentukan pada seri terakhir di Valencia. Sirkuit Ricardo Tormo memang lebih sesuai dengan karakter motor Yamaha dan Quartararo punya rekor bagus di sana. Pada 2019, dia meraih pole position dan finis kedua di belakang Marc Marquez. Musim 2020 tidak bisa dijadikan acuan karena M1 mengalami masalah pada mesin dan kestabilan sehingga Quartararo gagal finis karena terjatuh.
Namun, potensi menang di Algarve dan Valencia memerlukan dukungan hasil bagus di Austin dan Emilia Romagna. Sirkuit Amerika di Austin bukanlah trek yang bagus bagi Yamaha, meskipun Valentino Rossi selalu meraih hasil bagus di sana. Namun, pebalap Yamaha lainnya selalu kesulitan bersaing dengan pebalap yang memacu motor bermesin V4. Trek ini lebih sesuai dengan karakter Honda dan Ducati.
Dengan performa pebalap Honda menurun musim ini, terutama karena Marc Marquez belum 100 persen bugar, dan Pol Espargaro masih beradaptasi dengan RC213V, maka pebalap Ducati berpeluang dominasi Austin. Pecco dan rekannya, Jack Miller, serta dua pebalap tim satelit Ducati Pramac Racing, Johann Zarco dan Jorge Martin, akan menjadi favorit melibas lintasan lurus serta tikungan-tikungan cepat di GP Amerika.
Baca Juga: Duel Apik Bagnaia-Marquez
Ini sekaligus menjadi ujian bagi Pecco terkait adaptasinya dalam teknik pengereman dan menikung dengan Desmosedici. Pebalap berusia 24 tahun itu bisa membuat Desmosedici menikung dengan lebih cepat karena mengasah teknik pengereman keras sejak 2019. Dia banyak berlatih dengan motor jalan raya Ducati Panigale di Misano untuk memperbaiki pengereman.
”Itu sesuatu yang sering saya latih karena dalam tahun pertama saya di MotoGP saya selalu sangat kesulitan dengan pengereman. Saya mulai sering melatih area itu pada akhir musim 2019,” ungkap Pecco.
Setahun kemudian, Pecco merasa sudah jauh lebih baik. ”Saya juga banyak berlatih menggunakan motor jalan raya di sini (Misano) supaya bisa lebih baik mengendalikan ban depan. Panigale bagus dalam hal gaya berkendara dan ban karena ban yang kami gunakan adalah Michelin endurance, yang konstruksinya sangat mirip. Jadi apa yang terjadi pada bagian depan motor saya pikir mirip (dengan motor MotoGP),” tutur Pecco.
Baca Juga: Misi El Diablo Memutus Belenggu di Aragon
”Jadi, saya banyak berlatih dengan ban-ban itu dan motor itu, juga saya melihat data Jorge Lorenzo. Jadi, sekarang perbedaan yang saya lakukan hanya pada bagian terakhir pengereman. Saya mengerem sekeras mungkin dan sekuat mungkin yang saya bisa, tetapi saya pikir saya melakukan perbedaan pada saat memasuki tikungan,” katanya.
Ancaman serius
Kemampuan Pecco mengendalikan Desmosedici yang liar itu kini menjadi ancaman serius bagi Quartararo. Apalagi, dia belum mendapatkan rasa pengendalian yang bagus di Austin. Pada 2019, dia finis di posisi ketujuh dan musim lalu Sirkuit Amerika tidak dipakai menggelar MotoGP. Pecco juga kurang bagus pada 2019, dengan finis di posis kesembilan.
Persaingan di Austin juga berpotensi diinterupsi oleh para pebalap Suzuki karena Alex Rins menang di sana pada 2019. Karakter motor Suzuki yang unggul di tikungan bisa membantu Rins dan rekan setimnya, Joan Mir, untuk bersaing meraih podium di sana. Apalagi, Mir sudah menyerah dalam perburuan juara musim ini. Juara bertahan itu kini berada di posisi ketiga klasemen mengantongi 167 poin. Secara matematis, peluangnya masih terbuka karena selisih 67 poin dari Quartararo di puncak klasemen, tetapi sangat tipis.
Mir merasa marah setelah finis keenam di Misano, padahal saat sesi latihan dia memiliki pace yang kompetitif. Musim ini dia belum meraih kemenangan meskipun lima kali naik podium. Karena itu, dia fokus memburu kemenangan dengan lebih berani mengambil risiko di setiap balapan.
”(Musim ini) saya lebih sedikit melakukan kesalahan dan saya pebalap yang lebih baik. Dan saya tidak akan memenangi kejuaraan. Ini sulit untuk dipahami,” kata Mir.
Kini, dengan persaingan juara sudah sangat berat, pebalap asal Spanyol itu bertekad lebih berani mengambil risiko jika ada peluang meraih kemenangan. Bahkan, dia tidak peduli jika akhirnya gagal meraih poin sebagai konsekuensi dari pertaruhan lebih besar yang dia lakukan. ”Jika saya memiliki peluang untuk memenangi beberapa balapan, melakukan manuver di akhir, saya tidak peduli jika saya meraih nol,” ungkap Mir dikutip Crash.