Informasi sakitnya Verawaty Fajrin membuat doa dan dukungan bagi salah satu legenda bulu tangkis putri Indonesia itu mengalir dari berbagai pihak. Namun, jaminan kesehatan bagi semua atlet berprestasi sangat diperlukan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI/ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Doa untuk kesembuhan Verawaty Fajrin mengalir setelah informasi sakitnya mantan pebulu tangkis itu menyebar di masyarakat. Koordinasi pemerintah dengan lembaga terkait pun dilakukan agar Verawaty mendapat perawatan maksimal.
“Vera adalah senior saya waktu di pelatnas. Semoga Vera diberi kekuatan dan dipulihkan Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar mantan pebulu tangkis, Lius Pongoh, di Jakarta, Senin (20/9/2021).
Imelda Wigoeno merasakan kesedihan mendalam dengan sakitnya mantan pemain yang saat ini berusia 63 tahun itu. Imelda adalah pasangan Verawaty saat menjuarai ganda putri All England 1979. “Saya sedih banget… banget… Semoga Vera segera pulih,” ujar Imelda sambil menangis.
Imelda/Verawaty menjadi salah satu dari hanya dua ganda putri Indonesia yang bisa menjuarai All England, turnamen klasik dan bergengsi di arena bulu tangkis. Pasangan lainnya adalah Minarni/Retno Koestijah yang menjuarai All England pada 1968.
Gelar tertinggi lain yang pernah didapat Verawaty adalah juara dunia tunggal putri pada 1980. Pada tahun yang sama, Verawaty menembus final All England pada tunggal putri, tetapi kalah dari pemain Denmark, Lene Koeppen.
Pada nomor ganda putri, Verawaty juga pernah berpasangan dengan Ivana Lie dan menjadi juara Indonesia Terbuka 1986. Bersama Yanti Kusmiati, Verawaty menjuarai ganda putri Indonesia Terbuka 1988. Sementara bersama Rosiana Tendean, medali emas SEA Games Jakarta 1987 didapat.
Pada ajang yang sama, Verawaty mendapat medali emas ganda campuran bersama Eddy Hartono dan mengantarkan “Merah Putih” meraih emas beregu putri.
Pada Minggu (19/9/2021) malam, Rosiana menyampaikan surat terbuka yang menginformasikan kondisi terakhir seniornya itu. Seperti diceritakan suami Verawaty, Fajriansyah, melaui Rosiana, Verawaty mulai mengalami kanker paru-paru sejak Maret 2020.
Perawatan kemoterapi, sebanyak lima kali, dilakukan di Rumah Sakit Persahabatan. Dengan bantuan dari Kemenpora dan Kemenkes, Verawaty akhirnya menjalani perawatan di RS Dharmais pada 29 Juli 2021.
Setelah kondisinya membaik, dokter membolehkan Verawaty menjalani rawat jalan. “Namun, beberapa hari lalu, kondisinya memburuk dan dibawa lagi ke RS Dharmais. Kak Vera hanya pemegang kartu BPJS kelas 2. Dia harus menunggu di ruang transit karena HCU penuh,” ujar Rosiana pada Minggu malam.
Setelah informasi itu menyebar, koordinasi dilakukan pemerintah melalui Kemenpora dengan pihak rumah sakit dan BPJS. Direktur Utama RS Dharmais Soeko Werdi Nindito, melalui Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto, pada Senin pagi mengabarkan, Verawaty dirawat di ruang Tulip 602 dan akan dipindahkan ke ruang Mawar.
“Bu Vera memang tampak kesakitan walau sudah diterapi, tidak seperti biasanya tegar dan banyak bercanda pada perawatan sebelumnya. Sepertinya, keluarga berharap Bu Vera dirawat di RS terus saja karena Bu Vera memang hanya bisa bed rest saja, tidak dapat aktif bangun atau duduk,” ujar Soeko melalui pesan pada Gatot.
Gatot juga mengabarkan bahwa Kemenpora berkoordinasi dengan BPJS untuk menaikkan kepesertaan Verawaty dari kelas 2 menjadi lebih tinggi.
Jaminan kesehatan
Selain berdoa untuk kesembuhan Verawaty, Lius menyampaikan harapannya terkait insan olahraga di Indonesia. “Saya berharap ada yang memikirkan mereka setelah tidak berprestasi, terutama dari sisi kesehatan karena biaya pengobatan tidak murah. Mestinya pemerintah memberi apresiasi kesehatan, minimal untuk suami/istri yang telah memberi sumbangsih prestasi, mungkin seperti TNI/Polri yang punya dana pensiun,” tutur Lius.
Jadi, harus ada terobosan untuk insan olahraga yang berprestasi. Bisa saja dibuat kriteria pestasi, siapa dapat pensiun kesehatan seperti apa. (Lius Pongoh)
“Jadi, harus ada terobosan untuk insan olahraga yang berprestasi. Bisa saja dibuat kriteria pestasi, siapa dapat pensiun kesehatan seperti apa,” lanjut juara tunggal putra Indonesia Terbuka 1984 itu.
Masukan yang sama dikatakan Imelda yang saat ini harus sering mendapat pengobatan untuk sendi-sendi di tubuhnya akibat latihan keras semasa menjadi atlet. “Bagi saya dan dengan melihat kondisi Vera saat ini, jaminan kesehatan dari pemerintah bagi mantan atlet menjadi yang terpenting,” katanya.