Menjaga Bintang Remaja di Jalur Yang Tepat
Tantangan besar mengadang para petenis muda yang bersinar di AS Terbuka 2021, termasuk dua finalis tunggal putri , Emma Raducanu (18) dan Leylah Fernandez (19). Mereka harus menghadapi tekanan prestasi dan sorotan media.
Grand Slam Amerika Serikat Terbuka, 30 Agustus-12 September, memunculkan kejutan menarik dari petenis muda berusia 17-19 tahun yang membuat sensasi. Kehadiran Emma Raducanu (18) dan Leylah Fernandez (19) di final tunggal putri bahkan membuat persaingan putri tahun ini lebih menarik daripada tunggal putra.
Raducanu menjadi juara di Flushing Meadows, New York, diiringi sejumlah rekor: petenis kualifikasi pertama menjadi juara Grand Slam, juara Grand Slam putri dari Inggris dalam 44 tahun terakhir, serta juara remaja sejak Maria Sharapova juara Wimbledon 2004 pada usia 17 tahun.
Selain Raducanu dan Fernandez, ada pula duet Cathy McNally (19)/Cori “Coco” Gauff (17), yang mencapai final ganda putri. Di putra, Carlos Alcaraz (18) mencuri perhatian dengan lolos ke perempatfinal Grand Slam untuk pertama kalinya. Dia menyingkirkan unggulan ketiga, Stefanos Tsitsipas, pada babak ketiga.
Baca juga: Duel Dua Keajaiban
Insan tenis pun menikmati keberanian mereka saat menghadapi petenis berpengalaman. Fernandez misalnya, menyingkirkan juara Grand Slam, Naomi Osaka dan Angelique Kerber. Dua petenis lain di lima besar, Elina Svitolina dan Aryna Sabalenka, juga menjadi korban keuletan gadis Kanada berdarah Ekuador-Filipina itu.
Setelah melewati momen indah yang menghasilkan hadiah 2,5 juta dollar AS (Rp35,5 miliar) bagi sang juara, kehidupan nyata sebagai petenis bintang pun dimulai. Sorotan pada Raducanu, Fernandez, dan Alcaraz semakin besar.
Pundi-pundi uang mereka dipastikan bertambah dari nilai kontrak dengan sponsor. saat turnamen, di belakang nama Raducanu dan Fernandez akan tertera angka yang menandakan status unggulan. Saat ini, Raducanu berperingkat ke-23 dunia, naik dari posisi ke-150. Adapun Fernandez di urutan ke-28 dari peringkat 73.
Angka itu serta sorotan media dan publik, secara tak langsung akan menjadi tuntutan dan tantangan episode berikutnya dalam perjalanan karier, seperti dialami para juara Grand Slam terdahulu. Tekanan tak hanya dihadapi di dalam, tetapi di luar lapangan. Cara tiap petenis menghadapi situasi baru itu sangat tergantung kepribadian masing-masing.
Baca juga: Persembahan Rekor dari Emma Raducanu
Sloane Stephens sangat kesulitan dengan ekspektasi besar setelah menjuarai AS Terbuka 2017. Dia terkejut dan tak nyaman ketika hal-hal di luar tenis turut ditanyakan media padanya. Dia kalah dalam delapan pertandingan beruntun setelah juara di Flushing Meadows.
Stephens adalah salah satu dari 14 juara baru Grand Slam sejak 2015. Raducanu juga masuk dalam daftar itu. Dari 13 petenis sebelumnya, hanya lima yang bisa menambah gelar.
Nama besar seperti Roger Federer dan Serena Williams mengalami tekanan yang tak kalah besar saat pertama kali meraih trofi juara Grand Slam. Namun, keduanya bisa menghadapi itu dengan mental tangguh. Federer menyukai sesi pertemuan dengan media, bahkan sejak pertama kali menjuarai Grand Slam di Wimbledon 2003.
Osaka muncul sebagai bintang baru dalam usia 20 tahun ketika menjuarai AS Terbuka 2018. Tak tanggung-tanggung, dia mengalahkan Serena Williams di final.
Setelah itu, dia menambah tiga gelar Grand Slam dan mendapat sekitar Rp 194 miliar dari empat gelar tersebut. Osaka pun menjadi atlet putri berpenghasilan terbesar versi Forbes, Juni 2020-Juni 2021, dengan total penghasilan Rp 853,7 miliar, sebanyak 91 persen di antaranya dari sponsor.
Baca juga: Leylah Fernandez, Si Pembunuh Raksasa
Namun, setelah menjuarai Australia Terbuka 2021, dia mengalami perjalanan berat yang mengganggu kesehatan mental. ”Tragedi” bermula dari penolakan menghadiri konferensi pers sepanjang Perancis Terbuka. Osaka membuka diri bahwa dia mengalami kecemasan saat berhadapan dengan media dan publik. Apalagi, di Roland Garros, dia tak pernah bisa melewati babak ketiga. Osaka pun mundur dari turnamen sebelum tampil pada babak kedua.
Kejadian itu berbuntut pada absennnya Osaka di Wimbledon. Dia tampil di tanah kelahirannya, Olimpiade Tokyo 2020 dan dipilih untuk menyalakan kaldron. Tetapi di lapangan, dia tersingkir pada babak ketiga.
Di AS Terbuka, Osaka disingkirkan Fernandez pada babak ketiga. Dengan berurai air mata saat konferensi pers, dia mengumumkan akan meninggalkan tenis sejenak.
”Akhir-akhir ini saya merasa, jika menang, tidak bahagia, yang saya rasakan adalah lega. Saat kalah, saya sangat sedih. Saya pikir, itu tidak normal. Dalam kondisi seperti ini, saya akan mencari tahu, apa yang ingin saya lakukan. Jujur, saya tak tahu kapan akan bermain tenis lagi,” ujarnya.
Di AS Terbuka, pencapaian mereka luar biasa. Tetapi, untuk memperlihatkan bahwa mereka memang luar biasa untuk jangka panjang, kita harus melihat konsistensi.
Iga Swiatek, juara Perancis Terbuka 2020 pada usia 19 tahun, kalah pada babak keempat. Tak biasanya, dia berteriak melampiaskan kekesalan pada tim pendukung, termasuk psikolog Daria Abramowicz.
Ashleigh Barty, yang cemerlang di kategori yunior dengan menjuarai Wimbledin 2011, pernah merasakan tekanan berat saat masuk dunia profesional hingga meninggalkan tenis pada 2014, dalam usia 18 tahun. Selama dua tahun, dia menggeluti kriket profesional. Barty menata kembali target dan fokus, serta meniti kembali kekuatan kembali ke tenis hingga akhirnya mencapai puncak peringkat dunia dan menjuarai dua Grand Slam.
Tim pengawal
Seperti beberapa kali dikatakan tunggal putra nomor satu dunia, Novak Djokovic, kunci suksesnya tak hanya terdiri atas satu faktor. ”Saya tak bisa menjawab jika diharuskan memilih satu hal. Semua saling berkaitan, motivasi, gaya hidup, gairah pada olahraga ini, serta faktor-faktor tenis,” katanya, menjelang AS Terbuka.
Berbagai faktor itu pula yang harus dijaga Raducanu dan kawan-kawan agar prestasi mereka tak terputus seperti Stephens atau Jelena Ostapenko. Di usia muda, faktor mental selayaknya mendapat perhatian dengan porsi lebih besar.
Baca juga: Ketenangan yang Mewujudkan Mimpi
”Selain motivasi dan target yang berasal dari diri sendiri, pemain ini harus memiliki tim yang bisa mengawal perjalanan mereka,” komentar mantan petenis Thailand, Tamarine Tanasugarn.
Wakil Presiden WTA Bidang Kesehatan Mental Becky Ahlgren Bedics mengatakan, persaingan ketat dalam tenis sebagai olahraga individual biasanya membuat petenis perfeksionis. Faktor ini bisa menjadi kekuatan sekaligus tantangan.
”Dalam mengontrol dorongan untuk bisa sempurna, menangani kecemasan, stres, atau gangguan kesehatan mental lain, kesadaran diri setiap petenis menjadi faktor fundamental. Apalagi, pada zaman era media sosial, atlet mendapat banyak masukan dari luar tentang siapa mereka,” ujar Bedics kepada The New York Times.
Mantan petenis AS, Pam Shriver, berpendapat, dalam persaingan tenis putri saat ini, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada pemain-pemain muda yang membuat sensasi di AS Terbuka. “Di AS Terbuka, pencapaian mereka luar biasa. Tetapi, untuk memperlihatkan bahwa mereka memang luar biasa untuk jangka panjang, kita harus melihat konsistensi. Setidaknya, mereka bisa mencapai perempat final, semifinal, dan final ajang besar,” ujar Shriver, finalis AS Terbuka 1978 dalam usia 16 tahun.
Namun, melihat usia Raducanu, Fernandez, Coco, dan Alcaraz, Shriver juga mengingatkan kemungkinan bahwa mereka bisa saja “tergelincir” dengan kehidupan baru sebagai bintang besar pada masa remaja.
Baca juga: Puncak Sensasi Remaja di Flushing Meadows
Ketua Bidang Tenis Putri Asosasi Tenis Inggris (LTA) Iain Bates juga menyatakan, tak ada jaminan bahwa sukses yang diraih dalam usia muda bisa terus berlanjut. Inggris pernah punya Laura Robson yang mencapai babak keempat AS Terbuka 2012 pada usia 18 tahun, setelah mengalahkan Kim Clijsters dan Li Na. Tetapi, dua tahun setelah itu, dia kesulitan bersaing karena cedera pergelangan tangan kiri dan tak pernah benar-benar pulih.
Tetapi, jika Raducanu bisa tetap fit, menjaga motivasi dan fokus, Martina Navratilova berpendapat, dia bisa menjuarai lebih dari satu Grand Slam. “Talenta Raducanu dan petenis muda lain tak diragukan,” kata mantan petenis nomor satu dunia dengan 18 gelar Grand Slam itu.