Max Verstappen selalu meyakini dirinya bisa mengalahkan siapa saja di lintasan balap. Dia tidak akan bertarung mati-matian, tetapi darah mudanya masih mudah mendidih sehingga kadang membalap terlalu agresif dan ceroboh.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·6 menit baca
LONDON, SELASA — Max Verstappen tidak pernah jauh dari kontroversi sebagai konsekuensi dari gaya membalapnya yang agresif. Dia memiliki catatan panjang persaingan panas dengan sejumlah pebalap, seperti Charles Leclerc sejak di ajang gokar, perselisihan dengan Lance Stroll, serta persaingan panas dengan Sebastian Vettel dan Lewis Hamilton. Namun, karakter pebalap muda Red Bull yang meledak-ledak itulah yang menghidupkan balapan Formula 1.
Insiden antara Verstappen dan Hamilton dalam balapan di Sirkuit Monza akhir pekan lalu, sekilas memang seperti kecelakaan balapan biasa, seperti diyakini oleh Kepala Tim Red Bull Christian Horner. Namun, tim steward menilai Verstappen melakukan kesalahan dengan memaksa masuk untuk mendahului Hamilton di chicane tikungan 1 dan 2. Verstappen tidak memiliki ruang yang cukup hingga ban menabrak kerb sosis dan melenting ke atas mobil Hamilton.
Ini situasi yang sangat berbahaya, karena ban kanan belakang mengenai helm Hamilton. Jika tidak ada pengaman halo insiden ini bisa berujung fatal. Satu hal lagi yang patut disyukuri adalah ban belakang kanan mobil Verstappen tidak berputar sehingga tidak terjadi hantaman lebih keras ke bagian helm atau mobil Hamilton.
Insiden ini diyakini oleh Hamilton bisa dihindari jika Verstappen tidak memaksa masuk. Mantan pebalap F1 Damon Hill pun menilai Verstappen salah memperhitungkan situasi sebelum melakukan manuver. Juara dunia F1 1996 itu juga menduga Verstappen menggunakan kejadian setelah start, saat dia memaksa Hamilton keluar lintasan di tikungan 4, sebagai dasar melakukan manuver tikungan 1 dan 2 itu.
Verstappen dan Hamilton sejak musim lalu sering terlibat persaingan panas di tikungan. Mobil mereka sering dalam posisi bersampingan dan menjadi momen yang ditunggu oleh para penggemar balap ”jet darat” ini. Momen seperti itu sudah lama menghilang di F1, seiring dominasi Mercedes di era mesin V6 turbo hibrida.
Persaingan ketat di tikungan, dengan manuver agresif itu menjadi penyegar balapan Formula 1 yang mulai membosankan. Verstappen menciptakan preseden berkat manuver agresifnya mendahului pebalap Ferrari Charles Leclerc di Tikungan 3 sirkuit Red Bull Ring pada 2019. Manuver itu memang sangat agresif hingga Leclerc melebar dan memprotes keras. Namun, steward tidak menjatuhkan hukuman pada Verstappen. Kejadian itu menjadi preseden pada balapan-balapan selanjutnya, di mana manuver agresif bisa dilakukan dengan perhitungan yang sangat matang.
Persaingan Verstappen dan Hamilton semakin ketat mulai musim 2020, dan memanas musim ini. Perebutan posisi terdepan sering terjadi saat start seperti di Imola ketika Verstappen merebut pimpinan balapan hingga memaksa Hamilton keluar lintasan. Persaingan sengit juga terjadi di Silverstone, di mana Hamilton menabrak Verstappen hingga mobilnya keluar lintasan dan rusak parah karena menabrak pembatas sirkuit.
Hamilton mendapat penalti 10 detik di Silverstone di mana dia memenangi balapan. Sementara di Monza, kedua pebalap tidak menyelesaikan balapan, dan penalti dijatuhkan pada Verstappen. Dia akan mundur tiga posisi start saat balapan seri berikutnya di Sochi, dan pengurangan dua poin izin mengemudi super miliknya. Balapan di Sochi ini sepertinya juga akan menjadi momentum Red Bull mengganti mesin mobil Verstappen yang juga berujung penalti start dari posisi paling belakang.
Verstappen dalam insiden di Monza menunjukkan dirinya belum sepenuhnya bisa meredam gejolak darah mudanya. Manuver yang dia lakukan itu juga tidak lepas dari tekanan akibat pit stop penggantian ban yang lambat, hingga lebih dari 11 detik. Kondisi itulah yang membuat dia tertinggal jauh dari dua pebalap McLaren Daniel Ricciardo dan Lando Norris, serta berada di belakang Hamilton saat pebalap Mercedes itu keluar dari pit lane. Jika Red Bull melakukan pit stop dengan cepat seperti biasanya, dalam rentang dua detik, Verstappen akan berada jauh di depan Hamilton.
Dinamika dalam balapan itulah yang menuntut kedewasaan pebalap untuk mempertimbangkan manuver yang akan dia lakukan. Tekanan psikologis di lintasan memang sangat besar dan setiap pebalap dituntut mampu mengatasi itu. Insiden di Monza itu sudah pasti menjadi pelajaran penting bagi Verstappen yang kini sedang menjemput gelar juara dunia F1. Verstappen kini di puncak klasemen pebalap dengan 226,5 poin, unggul lima poin atas Hamilton di posisi kedua.
Insiden ini berpotensi membawa dampak sangat merugikan bagi Verstappen karena, Hamilton berpotensi merebut posisi teratas di Sochi. Namun, Verstappen sebelumnya pernah digusur oleh Hamilton menyusul hasil buruk di Silverstone dan Hongaria. Dia mampu bangkit dan kembali memimpin klasemen hingga melakukan kesalahan di Monza.
Mentalitas untuk kembali bangkit dan terus bertarung di level atas ditempa dari berbagai insiden yang dialami oleh Verstappen. Sejak Verstappen mendapat promosi ke tim Red Bull Racing menggantikan Daniil Kvyat pada paruh musim 2016, dia langsung membuat kontroversi di lintasan. Pada musim itu, manuver-manuver agresif Verstappen membuat dirinya bersenggolan dengan sejumlah pebalap papan atas seperti Kimi Raikkonen serta memaksa Vettel melebar di tikungan.
Verstappen juga pernah menabrak Vettel di Shanghai pada musim 2018 karena manuver yang sangat ceroboh. Dia memaksa masuk di tikungan yang jelas tidak ada ruang untuk mendahului dari sisi dalam. Mobil Verstappen dan Vettel melintir, hingga pebalap Ferrari itu kehilangan posisi. Verstappen mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada Vettel.
Waktu itu Horner menilai, Verstappen perlu memahami area mana yang perlu dia perbaiki untuk mendukung bakat membalapnya yang luar biasa. ”Saya sepenuhnya percaya bahwa dia memiliki bakat yang fenomenal dan dia cukup cerdas untuk menyadari area-area yang perlu dia perbaiki dan saya tidak ragu dia akan menyelesaikan itu,” ujarnya.
Anda tahu, bakatnya luar biasa, keberaniannya dan insting balapannya tidak diragukan lagi. Perhitungan dia (di Shanghai), dia kurang sabar. Dia sudah pasti akan belajar dari itu.
”Anda tahu, bakatnya luar biasa, keberaniannya dan insting balapannya tidak diragukan lagi. Perhitungan dia (di Shanghai), dia kurang sabar. Dia sudah pasti akan belajar dari itu. Saya tidak ragu terkait itu,” tegas Horner pada Sky Sports.
Insiden dengan para pebalap papan atas itu tak mengubah gaya membalap Verstappen. Dia tetap agresif, tetapi dengan perhitungan yang lebih baik. Karakternya yang meledak-ledak juga tidak banyak berubah dan sempat membuat dia hilang kendali di Portimao. Verstappen mengeluarkan kata-kata kasar saat terlibat tabrakan dengan pebalap Racing Point Lance Stroll dalam sesi latihan bebas kedua.
Verstappen memang semakin dewasa, tetapi kadang dia masih terbawa darah mudanya dalam situasi-situasi yang unik. Ini merupakan proses yang dialami oleh banyak pebalap feneomenal, seperti Michael Schumacher saat mengusik Ayrton Senna, dan Hamilton mengusik Fernando Alonso. Mereka waktu itu menjadi pebalap muda yang sedang memburu kejayaannya di lintasan F1, sama seperti Verstappen.
”Ini mobil balap yang memiliki kemudi dan dua pedal. Itulah yang bisa Anda kendalikan,” ujar Verstappen terkait persaingan dengan pebalap lain, kepada Radio 1 Newsbeat. Dia tidak ambil pusing dengan pebalap lain karena fokus dia hanyalah pada dirinya dan cara mengeksploitasi kekuatan mobilnya di lintasan balap.
”Sebagai seorang pebalap, Anda harus selalu meyakini bahwa Anda yang terbaik. Dan apakah saya begitu? Tentu saja,” tegas Verstappen.
”Anda harus meyakini bisa mengalahkan siapa pun di lintasan. Jika Anda berpikir itu tidak mungkin, lebih baik berhenti, karena itu tidak akan pernah berhasil,” tegas Verstappen.
Mentalitas Verstappen itu akan kembali dia tunjukkan di Sochi dan seri-seri berikutnya. Dia akan terus memburu mimpi besarnya menjadi juara dunia, yang saat ini ada dalam jangkauan. Lawan terberatnya adalah juara dunia tujuh kali F1, Hamilton, yang akan menancapkan sejarah baru jika juara musim ini. Verstappen akan menjadikan insiden di Monza untuk mematangkan dirinya dalam proses menjadi juara dunia baru Formula 1.