Ini Bukan Soal Tidak Nasionalis
Tudingan tidak nasionalis kerap diterima pelatih Indonesia yang berkarier di luar negeri. Padahal, mereka melakukan itu demi keluarga dan masa depan yang lebih baik, selain untuk menerima tantangan baru.

Rexy Mainaky, kepala pelatih tim bulu tangkis Thailand, saat konferensi pers seusai semifinal kejuaraan beregu campuran Piala Sudirman antara China dan Thailand di Guangxi Sports Center, Nanning, China, Sabtu (25/5/2019). Rexy adalah salah satu pelatih bulu tangkis Indonesia yang berkarier di luar negeri.
”Gk nasionalisme.”
Komentar dengan kalimat tidak lengkap itu diterima Hendrawan, mantan juara dunia bulu tangkis 2001, pada setiap unggahan foto di akun Instagramnya. Komentar itu masih muncul meskipun Hendrawan telah menjadi pelatih bulu tangkis tim nasional Malaysia sejak 2009.
Tudingan tidak nasionalis itu kerap dialamatkan pada pelatih asal Indonesia, terutama di cabang bulu tangkis, yang berkarier di luar negeri. Selain Hendrawan, Malaysia juga menjadi pilihan untuk Paulus Firman, Flandy Limpele, dan Indra Wijaya. Adapun Rexy Mainaky kini melatih di Thailand, setelah merantau ke Inggris dan Malaysia. Agus Dwi Santoso saat ini melatih India setelah bertugas di Thailand dan Korea Selatan, serta Mulyo Handoyo melatih di Singapura.
Sejumlah nama lain juga bekerja di negara yang bulu tangkis bukan cabang olahraga favorit. Di antara mereka adalah Muammar Qadafi di Guatemala, yang mengantarkan Kevin Cordon masuk semifinal Olimpiade Tokyo 2020.
Baca juga: Fatamorgana Kesejahteraan Insan Indonesia
Rexy menerima tawaran untuk melatih di Inggris sejak 1998, saat masih bermain bersama Ricky Soebagdja. Namun, tawaran ini baru diambilnya pada 2001 setelah dia pensiun sebagai pemain. Kesempatan ini tak disia-siakannya meski belum punya pengalaman melatih.

Arsip foto 24 Januari 2010 ini memperlihatkan Rexy Mainaky (tengah) bersama ganda putra Malaysia yang diasuhnya, Koo Kean Keat (kanan) dan Tan Boon Heong, usai final Malaysia Terbuka Super Series melawan pasangan China Guo Zhendong/Xu Chen di Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah empat tahun berkarier di Inggris, Rexy melatih tim Malaysia pada 2005-2012, dan melahirkan Tan Boon Heong/Koo Kien Keat. Mereka adalah salah satu ganda putra terbaik dunia saat itu, bersaing ketat dengan andalan Indonesia Markis Kido/Hendra Setiawan.
Perjalanannya sebagai pelatih internasional berlanjut ke Filipina. Berbeda dengan target mencapai prestasi level dunia saat di Inggris dan Malaysia, peran Rexy di Filipina berbeda. Dia harus membangun kekuatan bulu tangkis dari bawah. Rexy menerima tantangan itu meski dia juga mendapat tawaran untuk kembali ke Inggris.
Belum setahun bertugas, kemudian ditarik PP PBSI pada era Gita Wirjawan (2012-2016) untuk menjadi Ketua Bidang Pembinaan Prestasi. Puncak prestasi Indonesia pada periode ini adalah kembali merebut emas Olimpiade di Rio de Janeiro 2016 lewat Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Posisi Rexy di Filipina digantikan Paulus Firman, yang kini menjadi pelatih ganda campuran di Malaysia.
Baca juga: Riuh Sanjungan di Gelanggang, Sunyi Sendiri Meniti Kehidupan
Tenaga Rexy tidak lagi digunakan PBSI pada kepengurusan berikutnya, sehingga dia menerima tugas sebagai Direktur Teknik Asosiasi Bulu Tangkis Thailand. Dari 20 tahun kariernya sebagai pelatih, tawaran bertugas di Indonesia hanya pada 2012.
”Saya rasa, semua ingin berkiprah di negara sendiri. Saya juga inginnya seperti itu. Tetapi, kesempatan bagi saya datangnya dari luar negeri,” ujar Rexy dalam wawancara daring, pekan lalu.

Pada arsip foto 20 Juli 2016 ini, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI saat itu, Rexy Mainaky (kiri) bercanda dengan pebulu tangkis putri Indonesia Greysia Polii (kanan) di sela-sela latihan tim Olimpiade Rio de Janeiro 2016 di Pelatnas PBSI Cipayung, Jakarta.
Adapun Paulus memulai kariernya di luar negeri sebagai pelatih klub di Penang, Malaysia pada Oktober 1995-Desember 1996, setelah keluar dari pelatnas. Awal 1997, Paulus kembali ke PBSI sebagai asisten pelatih ganda putri. Kariernya berlanjut sebagai pelatih atau asisten pelatih di semua nomor hingga 2012 bertugas di PBSI.
Selepas dari pelatnas, Paulus melatih di Filipina menggantikan Rexy hingga 2018. Meski kontraknya berlum berakhir, Paulus diminta kembali ke Malaysia pada 2018 untuk melatih ganda putra. Dia membawa Aaron Chia/Soh Wooi Yik ke final All England 2019 sebelum dikalahkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Pada 2020, tugasnya dipindah ke ganda campuran.
Penghargaan
Penghargaan yang pantas menjadi salah satu pertimbangan berkarier para pelatih di luar negeri. Dari pengalamannya di tiga negara, Rexy menerima penghasilan dari asoiasi bulu tangkis dan tunjangan seperti kesehatan dan tempat tinggal. Selain itu ada bonus yang diberikan saat akhir tahun, atau jikaatlet mencapai prestasi di ajang multicabang seperti Pesta Olahraga Persemakmuran, Asian Games, dan Olimpiade.
Pelatih mendapat penghargaan sesuai kinerjanya. Jika target terlampaui, pelatih berhak menegosiasikan besarnya gaji pada periode berikut. ”Ada reward dan punishment dari setiap kontrak,” ujar Rexy.

Arsip foto 23 Mei 2002 ini memperlihatkan tunggal putra Hendrawan dan Ketua Umum KONI Pusat Wismoyo Arismunandar di Balaikota DKI Jakarta saat merayakan keberhasilan Indonesia merebut Piala Thomas. Hendrawan kini menjadi pelatih tim nasional bulu tangkis Malaysia.
Selain faktor prestasi atlet, Hendrawan mengatakan, pelatih memiliki posisi tawar tinggi ketika kemampuannya dibutuhkan. “Posisi tawar tinggi jika pelatih dipinang asosasi, bukan melamar,” katanya.
Di Malaysia, kontrak dilakukan setiap dua tahun dengan penilaian tahunan. Hendrawan menerima gaji, tunjangan kesehatan, tempat tinggal, juga bantuan sekolah saat kedua anaknya menyusul ke Malaysia tahun 2010.
Setelah mengantarkan Lee Chong Wei meraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Hendrawan mendapat status permanent resident (PR), karena didaftarkan atas jaminan dari Lee. “Prosesnya cukup panjang. PR baru didapat sekitar awal 2017,” tutur Hendrawan.
Baca juga: Kompleksitas Masalah Kesejahteraan Pesepak Bola
Dengan status PR, yang membuatnya memiliki hak yang sama dengan warga negara Malaysia kecuali dalam hak politik, Hendrawan berhak mengikuti program pensiun Employee Provident Fund (EPF) milik pemerintah Federal Malaysia bagi pekerja swasta. Iuran pensiun dibayar bersama dari potongan gaji sebesar enam persen, dan tujuh persen dibayarkan oleh asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM) yang mempekerjakannya. Uang tersebut bisa diambil saat berusia 55 tahun.

Mantan pebulu tangkis nasional Hendrawan (tengah) bersama Hariyanto Arbi (kiri) dan Sigit Budiarto (kiri ke kanan) hadir pada dalam perayaan HUT ke-50 klub bulutangkis PB Djarum di GOR Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, 28 April 2019.
Masa depan keluarga
Mencari tantangan baru dan menata masa depan yang lebih baik untuk keluarga menjadi alasan utama pelatih bulu tangkis Indonesia ke luar negeri. Penghargaan di luar negeri terbangun karena pelatih olahraga adalah profesi yang diakui.
”Di Korea misalnya, juara Olimpiade dapat pensiun seumur hidup, di Malaysia juga. Di Indonesia? Untuk itu, keluarga menjadi pertimbangan utama saya memilih melatih di luar negeri,” kata Rexy.
Saya selalu mengutamakan Indonesia, tetapi, saya juga tidak mau bekerja tanpa ada kepercayaan yang diberikan. Jadi, ketika saya memilih keluarga, jangan bilang saya tidak nasionalis.
Apalagi, kesempatan melatih skuad nasional ”Merah Putih” tidak mudah didapat. Sempat pula ada masa pola kerja sama dengan pelatih tanpa kontrak. Paulus pernah menganggur tiga bulan pada 2008 saat terjadi pergantinan kepengurusan PBSI, setelah empat tahun sebelumnya menjadi asisten pelatih tunggal putra menemani Mulyo Handoyo.
“Ketika kepengurusan berganti, Mulyo tak dipilih. Otomatis, saya juga tak dipilih lagi. Kami tahunya dari pengumuman di koran. Saya sempat nganggur tiga bulan sebelum masuk lagi ke Cipayung dengan tes lagi,” tutur Paulus.

Pelatih angkat besi Lukman (kanan) saat bersama lifter Triyatno dan Eko Yuli Irawan Ketua menerima bonus Olimpiade Rio de Janeiro 2016 yang diserahkan Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Rita Subowo di Kantor KOI, Jakarta, 7 September 2016.
Hal seperti itu juga yang mendorong Hendrawan hijrah ke Malaysia. ”Sebenarnya, ini keputusan berat, tetapi saya ingin mulai berbicara profesional dan berpikir masa depan keluarga. Selain itu, sebagai pelatih, saya juga ingin mencari tantangan baru,” ujar Hendrawan.
”Tanpa kontrak yang detail, masa kerja pelatih bisa dihentikan sewaktu-waktu. Padahal, kami perlu menata target, baik dalam karier maupun untuk keluarga,” katanya.
Baca juga: Kesejahteraan Atlet dan Mantan Atlet Tanggung Jawab Siapa?
Rexy pun mengatakan hal itu, Apalagi, dia tak pernah menerima tawaran bekerja di negara ini selain tawaran dari PBSI pada periode 2012-2016. “Siapa sih yang tidak mau membantu bulu tangkis di negara sendiri? Tetapi, saya harus berpikir realistis, memilih kesempatan yang lebih baik, bukan hanya untuk sendiri, melainkan juga untuk keluarga,” ujar Rexy.
Tantangan untuk menghidupi keluarga juga yang membuat pelatih angkat besi Lukman merantau ke luar negeri setelah harus mundur dari pelatnas PB PABSI karena masalah internal. ”Istri saya sebenarnya dokter. Tetapi, sebagai suami, saya punya harga diri untuk tetap bertanggungjawab menafkahi keluarga,” tuturnya.
Lukman pun melatih Malaysia selama dua tahun (2014-2016) kemudian melatih Thailand sejak 2018. Berbeda dengabn para pelatih bulu tangkis, dia hidup terpisah dengan keluarga yang tetap tinggal di Balikpapan. Hidup berjauhan dengan keluarga itu cukup membebani, dengan dua anak yang membutuhkan pendampingan.

Pelatih angkat besi Lukman mengamati latihan lifter Eko Yuli Irawan di Empire Fit Club, Stadion Gelora Bung Karno, 25 Juni 2021. Lukman, yang kinni melatih tim angkat besi Thailand, mendampingi Eko Yuli dan Deni dalam persiapan ke Olimpiade Tokyo 2020.
Bahkan, selama dua tahun bertugas di Thailand, Lukman hanya sempat sekali bertemu dengan keluarga ketika cuti 12 hari di akhir 2019. Setelah itu, ada pandemi Covid-19 yang membuatnya tidak berjumpa dengan keluarga selama 1 tahun 8 bulan terakhir. Dirinya baru berkesempatan berjumpa keluarga setelah diminta mendampingi Eko Yuli Irawan pada Olimpiade Tokyo 2020.
”Gaji saya di Malaysia ataupun Thailand memang lebih besar dari di Indonesia. Tetapi, kalau bisa memilih, saya inginya tetap melatih di Indonesia. Selain mengabdi untuk negara sendiri, saya juga bisa lebih dekat dengan keluarga,” terangnya.
Baca juga: Atlet Daerah Mendamba Nasib Seperti Atlet Nasional
Dalam wawancara dengan Kompas, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali mengatakan, tidak penah menilai pelatih yang berkarier di luar negeri sebagai tidak nasionalis. “Di cabang seperti bulu tangkis yang menjadi andalan Indonesia, hal itu justru membantu persaingan bulu tangkis di dunia lebih merata, dan menjamin olahraga ini tetap dipertandingan di Olimpiade,” kata Zainudin.
”Saya selalu mengutamakan Indonesia, tetapi, saya juga tidak mau bekerja tanpa ada kepercayaan yang diberikan. Jadi, ketika saya memilih keluarga, jangan bilang saya tidak nasionalis.” kata Rexy. (DRI)