Pelatih olahraga, seperti banyak profesi lain, tidak selalu menjadi pekerjaan seumur hidup. Adanya jaminan pensiun setidaknya bisa memberi ketenangan pada pelatih olahraga untuk fokus bekerja.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·6 menit baca
Pelatih olahraga, seperti banyak pekerjaan lain, tidak selalu menjadi pekerjaan seumur hidup. Pada suatu titik, baik karena usia, mencari tantangan baru, maupun alasan lain, pelatih olahraga juga berhak untuk beristirahat. Namun, masalah baru muncul karena profesi pelatih di Indonesia tidak memiliki jaminan pensiun. Akhirnya semua bergantung pada kemampuan mengelola penghasian yang diperoleh saat masih bekerja.
Setelah menjadi pelatih di pemusatan latihan nasional bulu tangkis Indonesia sejak 1995, Richard Mainaky akhirnya pensiun terhitung sejak 27 September 2021. Pelatih berusia 56 tahun itu mengawali karier di pelatnas bulu tangkis pada 1995 ketika menjadi asisten bagi kepala pelatih ganda putri dan campuran, Imelda Wigoeno. Saat itu, nomor ganda campuran belum berdiri sendiri dan diisi oleh pemain ganda putri dan ganda putra. Dua tahun kemudian, Christian Hadinata meminta Richard fokus untuk melatih ganda campuran.
Prestasi ganda campuran Indonesia sempat bersinar saat Christian/Imelda menjadi juara All England 1979 dan juara dunia 1980. Setelah redup selama dua dekade, nomor ini mulai berkembang. Di tangan Richard, dibantu asisten pelatih yang berganti-ganti, serta tim pendukung lainnya di pelatnas, ganda campuran Indonesia kembali disegani di level dunia sejak awal era 2000.
Sejumlah anak didik Richard yang berprestasi menonjol antara lain Tri Kusharjanto/Minarti Timur, Nova Widhianto/Liliyana Natsir, Flandy Limpele/Vita Marissa, Tontowi Ahmad/Liliyana, Praveen Jordan/Debby Susanto, hingga andalan saat ini, Praveen/Melati Daeva Oktavianti.
Setelah pensiun, pria yang akrab disapa Kak Icad oleh para pemain ini memutuskan untuk tinggal bersama istri dan anaknya di rumah mereka di Manado, Sulawesi Utara, sambil mengurus bisnis restoran yang baru dibuatnya sejak 2020.
Sambil menjalankan bisnis barunya itu, Richard berencana membuat tempat latihan bulu tangkis dan mencari talenta baru dari wilayah Indonesia timur. Apalagi, setelah keluar dari pelatnas yang bermarkas di Cipayung, Jakarta Timur, ini dia bekerja untuk PB Djarum.
Semua investasi itu merupakan tabungan Richard dari gaji dan bonus selama 26 tahun memimpin sektor ganda campuran di Cipayung. ”Saya harus pintar mengatur sendiri semua pendapatan karena tidak punya uang pensiun,” katanya.
Selama ini, penghasilan pelatih dan pemberian bonus di PBSI bergantung pada kebijakan setiap pengurus dengan indikator berbeda. Ada yang memberi setiap kali pemain juara, ada juga yang hanya memberinya dalam momen ajang besar, seperti ketika meraih medali di Olimpiade.
Pelatih bekerja berdasarkan surat kontrak yang menentukan masa kerja mereka. Namun, seperti diceritakan salah satu pelatih, isi surat yang mereka tanda tangani tak begitu detail, seperti tidak ada reward and punishment saat memenuhi atau gagal mencapai target. Tak ada juga klausul jika kontrak berhenti di tengah jalan. ”Kontraknya bagai formalitas saja,” kata pelatih tersebut.
Ada pula masa ketika PBSI tak memberlakukan ”kontrak” untuk pelatih sehingga mereka bisa kehilangan pekerjaan sewaktu-waktu. Paulus Firman, yang saat ini menjadi pelatih ganda campuran di Malaysia, pernah mengalami hal itu. Dia menjadi asisten bagi Mulyo Handoyo yang melatih tunggal putra pada 2004-2008. Pada saat yang sama, Paulus juga menjadi pelatih pratama tunggal putra dan putri.
Saya harus pintar mengatur sendiri semua pendapatan karena tidak punya uang pensiun.
Saat Mulyo tak dipilih oleh pengurus periode 2008-2012, Paulus pun otomatis tersingkir. Sempat menganggur tiga bulan, dia baru masuk pelatnas Cipayung lagi melalui serangkaian tes.
Tolok ukur
Di Indonesia, pelatnas bulu tangkis Cipayung selama ini termasuk salah satu yang terbaik karena memiliki pusat latihan dengan fasilitas lengkap, termasuk lapangan latihan, lapangan olahraga, kolam renang, pusat latihan kebugaran, hingga asrama pemain. Pelatnas bisa berlangsung sepanjang tahun, tidak bergantung pada dana pemerintah menjelang turnamen besar.
Oleh karena itu, bulu tangkis pun kerap menjadi tolok ukur pembinaan olahraga di Indonesia. Untuk pelatih, meski semakin banyak apresiasi, masih ada hal yang bisa ditingkatkan sebagai penghargaan pada profesi pelatih, terutama untuk jaminan masa depan.
Pelatih ganda putri, Eng Hian, yang mengantarkan Greysia Polii/Apriyani Rahayu meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020, mengaku bersyukur mendapat banyak apresiasi atas prestasi tersebut. Namun, bonus seperti itu tak datang setiap saat, bahkan bisa jadi hanya bisa didapat sekali seumur hidup. Sementara, menjadi pelatih, apalagi pelatih nasional, adalah pekerjaan yang membutuhkan dedikasi sebagian besar waktu untuk atlet.
Pelatih pelatnas bulu tangkis, misalnya, bekerja sejak sekitar pukul 06.00 atau 07.00 hingga setengah hari kemudian dalam dua atau tiga sesi. Hanya dua dari enam hari kerja dalam sepekan, program latihan dilakukan dalam satu sesi. Tak pelak, waktu untuk keluarga pun begitu terbatas.
Melihat kehidupan pelatih secara umum, Eng Hian pun menilai perlunya ada peraturan yang melindungi masa depan pelatih. ”Pelatih harus dikategorikan sebagai profesi. Kalau masa pensiun pelatih tidak jelas, mungkin hanya akan ada sedikit orang yang mau menjadi pelatih olahraga,” katanya.
Dengan menetapkan pelatih sebagai profesi, pelatih mendapat perlindungan sebagai tenaga kerja profesional dengan hak dan kewajiban yang menyertai. Rexy Mainaky, adik Richard yang kini menjabat Direktur Teknik Asosiasi Bulu Tangkis Thailand, menyebut di sejumlah negara, pelatih adalah profesi yang diakui.
”Di Korea, misalnya, juara Olimpiade dapat pensiun seumur hidup, di Malaysia juga. Di Indonesia? Untuk itu, keluarga menjadi pertimbangan utama saya memilih melatih di luar negeri,” kata Rexy. Pelatih juga mendapat penghargaan sesuai kinerjanya. Jika target terlampaui, pelatih berhak menegosiasikan besarnya gaji pada periode berikut. ”Ada reward dan punishment dari setiap kontrak,” ujar Rexy.
Pengalaman Hendrawan, juara dunia 2001 yang kini melatih tim nasional Malaysia, juga bisa diijadikan cermin di Tanah Air. Setelah mengantarkan Lee Chong Wei meraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Hendrawan mendapat status permanent resident (PR), karena didaftarkan atas jaminan dari Lee. ”Prosesnya cukup panjang. PR baru didapat sekitar awal 2017,” tutur Hendrawan.
Dengan status PR, yang membuatnya memiliki hak yang sama dengan warga negara Malaysia, kecuali dalam hak politik, Hendrawan berhak mengikuti program pensiun Employee Provident Fund (EPF) milik Pemerintah Federal Malaysia bagi pekerja swasta.
Hal ini bisa dilakukan karena pelatih diakui sebagai profesi. Seperti tabungan dana pensiun di Indonesia, iuran pensiun dibayar bersama pekerja dan pemberi kerja, yakni potongan gaji sebesar 6 persen dari gaji pelatih dan 7 persen dibayarkan oleh Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM) yang mempekerjakannya. Uang tersebut bisa diambil saat berusia 55 tahun.
Jaminan pensiun ini setidaknya bisa memberi ketenangan pada pelatih olahraga untuk fokus bekerja. Penghargaan seperti ini cukup layak bagi pelatih berprestasi, yang telah menelurkan sejumlah atlet yang mengharumkan nama bangsa Indonesia di dunia.
Richard, yang telah mengantarkan pemain Indonesia meraih empat gelar juara dunia, lima gelar All England, satu medali emas dan dua perak Olimpiade di nomor ganda campuran, tak punya ekspektasi akan ada yang memberinya bonus atas dedikasinya itu. Dia hanya bercanda ingin mendapat piagam. ”Siapa ya yang mau memberi saya piagam? Masa bikin dan tanda tangan sendiri,” guraunya.
Meski tak berharap ada yang memberinya apresiasi, Richard berpendapat ada sistem di Indonesia yang mengatur masa pensiun pelatih. ”Mungkin induk cabang olahraga, seperti PBSI, harus aktif menyuarakan ini kepada pemerintah,” katanya.