Riuh Sanjungan di Gelanggang, Sunyi Sendiri Meniti Kehidupan
Episode nestapa mantan atlet yang pernah mengharumkan nama daerah dan negara tak kunjung memasuki babak akhir. Pernah berjaya di gelanggang dan bergelimang prestasi, kisah mereka suram saat jatuh bangun meniti kehidupan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·5 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Mantan pesenam nasional, Amin Ikhsan (kiri), melatih anak didiknya di Gedung Persani Jawa Barat, Kota Bandung, Minggu (12/9/2021) pagi. Sejak 2014, Amin menderita penyakit ginjal sehingga harus rutin cuci darah tiga kali dalam sepekan.
Lakon muram mantan atlet yang pernah mengharumkan nama daerah dan negara tidak kunjung memasuki babak akhir. Pernah berjaya di gelanggang dan bergelimang prestasi, kisah mereka berubah suram ketika jatuh bangun meniti kehidupan setelah pensiun.
Mantan pesenam nasional, Amin Ikhsan (48), lebih sering duduk saat melatih anak didiknya di Gedung Persani Jawa Barat, Kota Bandung, Minggu (12/9/2021) pagi. Sakit ginjal yang diderita sejak tujuh tahun lalu memaksanya mengurangi aktivitas fisik berat.
Gangguan fungsi ginjal memicu penumpukan cairan di dalam tubuh yang menyebabkan kaki kanannya bengkak. Alhasil, kakinya sulit dijadikan tumpuan untuk mencontohkan gerakan senam. Instruksi latihan lebih banyak disampaikan secara lisan disertai peragaan koreografi sederhana.
“Tangan kanannya kurang diangkat. Gerakannya harus lebih kompak,” ujarnya saat memberikan saran kepada anak didiknya, Adrian (11) dan Tata (11) yang sedang dipersiapkan mengikuti babak kualifikasi senam sport gymnastik pada Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jabar 2022. Adrian merupakan anak kedua Amin.
Adrian dan Tata mengulang beberapa gerakan tertentu untuk mengasah teknik koreografi. Namun, beberapa keselahan kecil masih terjadi. Salah satunya timing saat mengganti gerakan.
Amin, bapak tiga anak, langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia mencontohkan gerakan yang dimaksud. Kedua muridnya mengikuti di belakang.
“Suka gemes kalau kesalahannya berulang-ulang. Sayangnya saya enggak boleh terlalu sering mempraktekkan gerakannya karena gampang lelah,” ujarnya.
Amin divonis gagal ginjal oleh dokter pada 2014. Saat itu, ia di bawah ke rumah sakit setelah pingsan usai mengikuti Porda Jabar di Kabupaten Bekasi. Ia memutuskan pensiun menjadi atlet.
Mantan pesenam nasional, Amin Ikhsan (kiri), melatih anak didiknya di Gedung Persani Jawa Barat, Kota Bandung, Minggu (12/9/2021) pagi. Sejak 2014, Amin menderita penyakit ginjal sehingga harus rutin cuci darah tiga kali dalam sepekan.
Sejumlah prestasi internasional mewarnai kariernya. Dua di antaranya menempati peringkat ke-7 Suzuki World Cup International Aerobic Champions 2000 di Jepang dan peringkat ke-5 Asian Indoor Games 2005 di Bangkok, Thailand.
Berbagai medali di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Kejuaraan Nasional juga pernah diraihnya saat mewakili kontingen Jabar. Dia pernah merasakan guyuran bonus dari torehan prestasi itu. Uangnya dipakai membangun rumah, studio musik, dan tiga unit kontrakan di kawasan Kiaracondong, Batununggal, Kota Bandung.
Aset itu dijadikan pegangan hidup setelah pensiun jadi atlet. Pendapatannya dari sewa kontrakan dan studio musik sekitar Rp 10 juta per bulan, cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan pengobatannya.
Akan tetapi, kisah pilu itu menjadi kian kelam pada Agustus 2015. Pemerintah Kota Bandung membongkar sejumlah bangunan di kawasan Kiaracondong yang berdiri di atas lahan negara. Rumah, studio, dan kontrakan milik Amin di sana pun ikut digusur.
Pemkot Bandung menawarkan Amin tinggal di rumah susun. Tawaran itu ditolak. Ia sempat bertahan beberapa pekan mendirikan tenda di lokasi penggusuran. Puing-puing bangunan yang telah dibongkar lalu dijualnya untuk menyambung hidup.
Tak kunjung mendapat kepastian ganti rugi bangunan, Amin membawa keluarganya ke rumah di Cimenyan, Kabupaten Bandung. Semula, rumah itu dibangun untuk mertuanya. Kini, mereka tinggal bersama di sana.
“Waktu kami pindah, rumah itu masih dibangun. Atapnya belum selesai dipasang. Jadi, saat hujan, sering kebanjiran,” kenangnya.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Mantan pesenam nasional, Amin Ikhsan (kanan), melatih anak didiknya di Gedung Persani Jawa Barat, Kota Bandung, Minggu (12/9/2021) pagi. Sejak 2014, Amin menderita penyakit ginjal sehingga harus rutin cuci darah tiga kali dalam sepekan.
Ia tak punya lagi penghasilan tetap. Tabungannya tergerus untuk biaya pengobatan. Perekonomian keluarga bertumpu pada istrinya, Puput Finalista (47), yang bekerja sebagai karyawan pabrik garmen di Bandung.
Padahal, Amin diwajibkan cuci darah tiga kali dalam sepakan. Biayanya memang ditanggung BPJS Kesehatan. Namun, kebutuhan gizi dan obat untuk mendukung kesehatannya harus ditanggungnya sendiri.
Masih ada pengeluaran tambahan untuk biaya perjalanan pulang dari rumah sakit. Sebab, Puput hanya memboncengkan suaminya menggunakan sepeda motor ke rumah sakit. Setelah itu, ia berangkat kerja.
Setelah menjalani cuci darah selama empat jam di rumah sakit, Amin pulang menggunakan taksi daring dengan biaya sekitar Rp 60.000 per perjalanan. Dengan begitu, ia mengeluarkan sedikitnya Rp 180.000 per minggu atau Rp 720.000 per bulan.
Selain itu, ada lagi kebutuhan oksigen sekitar Rp 120.000 per pekan. Ia mengaku tidak bisa tidur tanpa suplai oksigen untuk membantu pernapasan.
“Kalau dihitung-hitung, biaya gizi, transportasi, dan lainnya sekitar Rp 3 juta. Jika, rumah, studio, dan kontrakan tidak digusur, pendapatan saya masih bisa menutupinya. Namun, sekarang situasinya sangat sulit,” jelasnya.
Kesulitan itu mendorong sebuah lembaga yang fokus di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial menggalang donasi untuk Amin melalui platform Kitabisa.com pada tahun lalu. Terkumpul sekitar Rp 25 juta dari 426 donator.
Asupan gizi untuk mereka wajib dipenuhi agar tidak sakit-sakitan seperti saya. Selain itu, apresiasi atau bonus disimpan oleh ibunya untuk biaya pendidikan dan masa depan mereka (Amin Iksan)
Jaminan Hari Tua
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Mantan pesenam nasional, Amin Ikhsan memperagakan gerakan senam saat melatih anak didiknya di Gedung Persani Jawa Barat, Kota Bandung, Minggu (12/9/2021) pagi. Sejak 2014, Amin menderita penyakit ginjal sehingga harus rutin cuci darah tiga kali dalam sepekan.
Amin menyadari, dirinya bukanlah satu-satunya atlet nasional yang merasakan getir kehidupan setelah pensiun. Ia tak ingin penderitaan serupa kelak dialami atlet yang saat ini masih aktif.
Oleh karena itu, pemerintah perlu menjamin hari tua atlet. Selain untuk kesejahteraan atlet setelah pensiun, hal itu juga bisa memotivasi generasi muda agar tertarik menjadi atlet karena menawarkan masa depan cerah.
“Bentuknya bisa tunjangan, asuransi kesehatan, dan sebagainya. Saya sakit kan akibat dulu terlalu capek saat jadi atlet. Ketika berprestasi diperlakukan seperti raja, semua dipenuhi. Tetapi, sekarang, harus usaha sendiri,” ujarnya.
Di balik kisah pilu itu, Amin tak melarang anaknya merintis jalan menjadi atlet. Dua putranya, Adrian dan Benzema (8), tertarik meneruskan jejaknya menjadi pesenam. Sementara anak sulungnya, Andri (21), menempuh kuliah jurusan Bahasa Inggris di salah satu universitas swasta di Bandung.
“Asupan gizi untuk mereka wajib dipenuhi agar tidak sakit-sakitan seperti saya. Selain itu, apresiasi atau bonus disimpan oleh ibunya untuk biaya pendidikan dan masa depan mereka,” jelasnya.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Mantan pesenam nasional, Amin Ikhsan (kanan), melatih anak didiknya di Gedung Persani Jawa Barat, Kota Bandung, Minggu (12/9/2021) pagi. Sejak 2014, Amin menderita penyakit ginjal sehingga harus rutin cuci darah tiga kali dalam sepekan.
Sejak Amin sakit ginjal, Puput harus kerja lebih keras demi menopang perekonomian keluarga. Ia harus bekerja setiap hari sambil merawat suaminya dan mengurus anak-anaknya. Namun, ia tak pernah menghalang-halangi buah hatinya menjadi atlet.
“Kalau memang bakatnya di situ (senam), sebagai orangtua pasti mendukung. Saya hanya bisa memotivasi dan menyemangati mereka untuk rajin berlatih,” ucap Puput.
Derita Amin hanya potret kecil dari kisah nestapa atlet setelah melewati masa jayanya. Mereka yang dulu pernah disambut sorak-sorai kemenangan, kini tertatih memperjuangkan hidup di jalan sunyi...