DBON menjadi titik awal kebangkitan prestasi olahraga nasional. Ide besar ini harus dibarengi dengan rencana penerapan yang matang.
Oleh
KELVIN HIANUSA/WISNU AJI DEWABRATA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tepat dengan Hari Olahraga Nasional Ke-38, Kamis (9/9/2021), Menteri Pemuda dan Olahraga resmi meluncurkan Desain Besar Olahraga Nasional. Desain yang mengatur peningkatan prestasi dari hulu ke hilir ini diharapkan jadi titik awal kebangkitan olahraga nasional. Namun, masih perlu peta jalan konkret agar desain ini tidak hanya sebatas wacana.
Menpora Zainudin Amali mengatakan, DBON adalah jawaban atas permintaan Presiden Joko Widodo, tepat setahun lalu pada Haornas Ke-37, untuk meninjau ulang ekosistem olahraga nasional. Di dalamnya terdapat paradigma baru untuk pembinaan prestasi.
Kita tidak boleh lagi mendapatkan prestasi by accident. Prestasi itu harus dicetak atau by design. Untuk menghasilkan atlet berprestasi tingkat dunia dibutuhkan pembinaan berjangka, terstruktur, dan berkesinambungan.
”Kita tidak boleh lagi mendapatkan prestasi by accident. Prestasi itu harus dicetak atau by design. Untuk menghasilkan atlet berprestasi tingkat dunia, dibutuhkan pembinaan berjangka, terstruktur, dan berkesinambungan. Inilah peran DBON,” tutur Zainudin dalam perayaan Haornas secara virtual.
Paradigma yang akan diubah adalah pembiayaan olahraga prestasi. Pemberian dana besar tidak hanya tertuju kepada atlet yang meraih medali seperti yang terjadi selama ini. Pembiayaan akan lebih difokuskan terhadap pembinaan atlet untuk mencapai level elite.
Salah satu rencananya, pembinaan atlet nasional akan dibuat berjenjang menjadi dua hingga tiga lapis. Pembinaan mereka akan berlangsung tanpa henti. Tidak seperti sebelumnya, atlet nasional hanya menjalani pemusatan latihan ketika akan bertarung dalam sebuah ajang.
”Kita harus mengubah paradigma yang selama ini, di mana kita menempatkan pembiayaan olahraga sebagai biaya atau cost. Tetapi seharusnya, pembiayaan untuk pembangunan prestasi itu harus ditempatkan sebagai investasi,” tambah Zainudin.
Harapannya, implementasi DBON akan lebih mudah ke depan karena sudah memiliki payung hukum. Pada hari yang sama dengan peluncuran, Jokowi juga menerbitkan Peraturan Presiden No 26 Tahun 2021 tentang DBON.
Menpora menetapkan 14 cabang prioritas untuk pembinaan prestasi, yaitu atletik, angkat besi, bulu tangkis, panahan, panjat tebing, menembak, wushu, karate, taekwondo, balap sepeda, renang, dayung, senam artistik, dan pencak silat. Sementara itu, ada lima cabang Paralimpiade yang akan menjadi prioritas, yakni bulu tangkis, tenis meja, angkat berat, atletik, dan renang.
Secara terpisah, Zainudin dalam diskusi virtual bersama Kompas, Kamis malam, menjelaskan, Kemenpora akan bertugas mengorkestrasi kementerian dan lembaga sesuai dengan DBON. Menurut Zainudin, DBON bukan hanya menjadi tugas Kemenpora. Apalagi, dari sisi anggaran, jumlah anggaran Kemenpora tidak besar.
”Untuk asistensi yang bersifat teknis tetap dari Kemenpora. Tetapi, pelaksanaannya perlu melibatkan kementerian dan lembaga yang lain,” ujarnya.
Zainudin pun optimistis, dengan adanya DBON, rencana revisi UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) juga akan lebih lancar. Alasannya, DBON akan menjadi ”roh” dari UU SKN. Kekurangan UU SKN, antara lain, hanya mengatur tentang kewajiban, tetapi tidak mengatur tentang sanksi.
”Revisi UU SKN adalah revisi minor, bukan revisi mayor. Selain itu, sekarang sudah ada DBON sebagai rohnya dan revisi tidak membahas inti dari UU SKN,” lanjutnya.
Momentum kebangkitan
Kepala Bidang Hukum dan Promosi Pengurus Pusat Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) Ikhsan Ingratubun menilai DBON sebagai momentum kebangkitan prestasi. Menurut dia, pembinaan tidak berkelanjutan merupakan penyebab terbesar minimnya prestasi dari panahan selama ini.
”Misalnya sering kali ajang berakhir November, lalu Januari sudah berhenti. Baru mulai lagi April. Kalau dalam cabang panahan, ini sama saja mulai dari nol lagi. Meskipun atlet berlatih di daerah masing-masing, tetap saja berbeda,” kata Ikhsan, saat dihubungi.
Sementara itu, keberadaan pelapis dalam pelatnas juga bisa meningkatkan mental atlet. Para atlet utama bisa lebih termotivasi dalam latihan. Mereka akan menghadapi kompetisi setiap hari, tidak hanya ketika bertanding.
”Kalau di Korea (Selatan) satu tahun bisa empat kali promosi degradasi karena itu mentalnya bagus. Jika bisa punya beberapa lapis atlet, ditambah ikut kejuaraan dunia rutin, pastinya prestasi bisa terdorong. Karena itu kami mengapresiasi DBON ini,” ucap Ikhsan.
DBON akan mengubah paradigma terhadap olahraga dari hulu ke hilir. Artinya, implementasinya tidak hanya pada olahraga prestasi. Pendekatan olahraga dari pendidikan dan gaya hidup juga akan menjadi prioritas. Dengan itu, masyarakat akan lebih sehat dan dekat dengan olahraga sehingga lebih banyak bakat yang muncul.
Perlu peta jalan
Oleh sebab itu, Guru Besar Ilmu Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta Djoko Pekik Irianto menyebutkan, perlu peta jalan yang lebih detail. Ini terutama untuk menjalankan pendekatan dari hulu lewat pendidikan dan kesehatan masyarakat yang baru bisa dilihat dampaknya dalam jangka panjang.
Misalnya saja, peningkatan olahraga lewat pendidikan. DBON perlu mengubah paradigma yang sudah melekat sekian lama di dunia pendidikan bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan itu tidak penting.
”Di sekolah, kan, olahraga belum menjadi tolok ukur. Pendidikan jasmani dan kesehatan tidak sepenting matematika. Jadi, perlu ada peta jalan untuk menjabarkan implementasinya karena ini akan berhubungan dengan pihak lain, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ucap Djoko.
Kata Djoko, perlu juga ada indikasi untuk menilai peningkatan dari sisi pendidikan dan gaya hidup. ”Kalau prestasi, kan, bisa dinilai dari hasil di sebuah ajang. Kalau yang lain, kan, tak kasatmata. Ini yang perlu dibuat lebih detail lagi agar sasarannya jelas,” tambahnya.