SMA-SMK di Jawa Timur Komitmen Cegah Ekstremisme-Radikalisme
Sekolah tidak boleh memberi ruang bagi ekstremisme dan radikalisme apalagi terorisme sehingga identifikasi, penanganan, dan antisipasi perlu ditempuh secara menyeluruh melibatkan seluruh komponen masyarakat pendidikan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·2 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Peserta dari sejumlah sekolah mengikuti pelatihan pembuatan audio visual melalui media sosial di Hotel Oak Tree, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (3/11/2017). Acara yang diselenggarakan Maarif Institute tersebut untuk memberikan pemahaman penggunaan media sosial guna menangkal isu penyebaran kebencian, kabar bohong, hingga radikalisme. Mereka dilatih membuat video yang bertemakan keberagaman dan solidaritas.
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak 50 SMA-SMK di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, mendeklarasikan Forum Guru Lintas Sekolah untuk Pencegahan Ekstremisme dan Radikalisme di Lingkungan Sekolah, Kamis (9/9/2021) . Lingkungan sekolah saat ini kian rawan terpapar paham berbahaya itu.
Kegiatan ini digagas Pusat Studi Hak Asasi Manusia Surabaya (Pusham Surabaya), Program Pembangunan PBB (UNDP) Indonesia, dan United Nations Trust Fund for Human Security (UNTFHS). Tujuannya adalah meredam potensi ekstremisme dan radikalisme di sekolah.
Dari sejumlah survei yang dikutip Pusham, LIPI mengidentifikasi lebih dari 80 persen 760 pelajar di 171 sekolah ternyata mendukung peraturan negara berdasarkan agama dan lebih dari 50 persen pelajar mendukung kekerasan untuk solidaritas agama.
Data Setara Institute menyebutkan, 35,7 persen pelajar di Bandung dan Jakarta intoleran pasif, sedangkan sebanyak 24 persen intoleran aktif. Bahkan, 0,3 persen di antaranya berpotensi menjadi teroris.
Mural bergambar lambang negara Garuda Pancasila menghiasi dinding sebuah gang di kawasan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (25/7/2021). Meskipun nilai-nilai Pancasila terus ditanamkan setiap saat dan setiap waktu, faktanya kini seolah Pancasila masih dijadikan etalase politik saja. Banyak hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti korupsi yang makin subur, dan maraknya radikalisme.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, forum guru lintas sekolah amat penting mencegah ekstremisme dan radikalisme di sekolah. Perilaku itu kemungkinan berkembang menjadi terorisme seperti pernah terjadi di Jatim.
”Keberadaan forum guru sekaligus menerjemahkan Peraturan Daerah Jatim Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat,” ujar Emil. Dari regulasi itu, kata Emil, perlu diturunkan sampai menjadi panduan atau modul dalam pencegahan melibatkan pelajar, guru, dan tenaga pendidikan.
Hal senada dikatakan Ketua DPRD Jatim Kusnadi. Dia mengatakan, pembentukan forum guru yang didukung pemerintah diharapkan dapat mendorong toleransi untuk mencegah ekstremisme dan radikalisme di sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi mengatakan, sekolah harus tetap memelihara marwah sebagai lembaga yang berperan mencerdaskan generasi penerus bangsa. Sekolah juga menjadi lembaga tumbuh kembang anak-anak untuk mencerdaskan bangsa.
”Untuk itu, tidak boleh ekstremisme dan radikalisme dibiarkan memapar sivitas sekolah,” kata Wahid.
Sejumlah siswa sekolah di Kabupaten Badung, Bali, membubuhkan tanda tangan sebagai komitmen anti-radikalisme dan terorisme di atas kain putih sepanjang 20 meter. Aksi ini merupakan rangkaian peringatan tujuh tahun peledakan bom Bali 1 Oktober 2005.
Direktur Institute for Javanese Islam Research (IJIR) Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung, Akhol Firdaus menambahkan, pencegahan ekstremisme dan radikalisme didorong kelahiran Perda Jatim Nomor 8 Tahun 2018. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa paradigma berbahaya telah muncul di sekolah.
”Perlu gerakan masyarakat sipil untuk memutus dan menangani potensi ekstremisme radikalisme termasuk di sekolah,” ujar Akhol, penerima Anugerah Soetandyo FISIP Universitas Airlangga atas dedikasi penelitian dalam hak asasi manusia dan pluralisme kebangsaan.
Akhol mengatakan, turut menemani perjalanan menuju deklarasi forum guru yang didahulu berkali-kali diskusi terfokus dan pelatihan-pelatihan. Pada masa pandemi Covid-19 sejak Maret 2020, gerakan tetap berjalan meski banyak beralih ke media virtual.
”Deklarasi ditindaklanjuti dengan penyusunan modul atau panduan identifikasi ekstremisme radikalisme sehingga sekolah bersama lembaga negara dapat mengantisipasi perilaku berbahaya itu tidak berkembang,” katanya.