Leani Ratri Oktila, Pengangkat Harkat Atlet Disabilitas Indonesia
Leani menghadirkan dua emas dan satu perak untuk Indonesia di Paralimpiade Tokyo. Dia meraih puncak prestasi itu dengan jalan berduri dalam hidupnya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Rasa letih seperti sudah menjadi sahabat baik pebulu tangkis Indonesia, Leani Ratri Oktila (30), selama bertarung di Paralimpiade Tokyo 2020. Tampil dalam tiga nomor sekaligus, dia harus bertanding 12 kali dalam lima hari melawan atlet terbaik seisi dunia. Ketatnya jadwal menjadikan istirahat sebagai prioritas terakhirnya.
Akumulasi rasa letih tersebut memuncak pada Minggu pagi (5/9/2021). Leani mesti menjalani dua laga final, tunggal putri SL4 dan ganda campuran SL3-SU5, pada hari terakhir Paralimpiade itu. Dia datang ke Stadion Yoyogi, tempat pertandingan, ibarat tubuh kosong tanpa roh.
Leani kurang tidur. Malam sebelumnya, dia baru tiba di wisma atlet pukul 02.00 waktu setempat. Dia pulang amat larut karena mengantre dalam tes doping seusai meraih emas ganda putri SL3-SU5 (bersama Khalimatus Sadiyah).
Kelelahan itu berakumulasi dalam final tunggal yang dimulai pukul 09.00 waktu setempat. Leani berhadapan dengan rival abadinya asal China, Cheng He Fang, dengan energi yang belum pulih setelah berlaga empat kali pada hari Sabtu. ”Saya merasakan badan yang benar-benar drop waktu di final (tunggal),” katanya.
Namun, atlet asal Pekanbaru ini tak mau menyerah begitu saja. Dia mempertaruhkan seluruh sisa kekuatannya di lapangan. Saat interval gim, dia melakukan berbagai cara, mulai duduk selonjoran sampai jongkok, untuk memulihkan tenaga sebanyak-banyaknya.
”Ratri (Leani) berkata badannya tidak enak. Seperti melayang saat mengejar kok. Tetapi kalau sudah perebutan medali dia berprinsip, mati di lapangan juga tidak apa-apa. Makanya yang ditampilkan selalu luar biasa, sampai gelundung-gelundung dilakukan,” ucap pelatih tim bulu tangkis Indonesia, Sapta Kunta Purnama, yang mendampingi Leani di pinggir lapangan.
Pada akhirnya, Leani memang harus mengakui keunggulan Cheng. Namun, dia tak membiarkan rivalnya menang mudah. Leani kalah terhormat dalam pertarungan ketat selama hampir satu jam, 19-21, 21-17, 16-21.
Kurang dari tiga jam setelah itu, Leani kembali bertarung di final ganda campuran bersama pasangannya, Hary Susanto (46), melawan wakil Perancis, Lucas Mazur/Faustine Noel. Dia yang tampak sudah ”habis” ketika melawan Cheng, tiba-tiba bermain dengan penuh energi lagi.
Leani tampil heroik dengan ”melindungi” Hary yang kerap diincar oleh Mazur. Sebagai pembanding, Hary yang sudah cukup berumur harus menghadapi Mazur (23) yang berusia jauh lebih muda sekaligus juara tunggal kelas SL4. Pada akhirnya, pasangan ”Merah Putih” ini menghentikan perlawanan Mazur/Noel, 23-21, 21-17.
Emas itu menutup dengan manis perjalanan Leani di Paralimpiade. Dia total menyumbang 2 emas dan 1 perak dalam penyelenggaraan pertama cabang bulu tangkis di ajang empat tahunan tersebut. Lewat prestasi itu juga, kontingen Indonesia bisa mencatatkan prestasi terbaiknya dalam keikutsertaan Paralimpiade.
Pelangi Leani
Kata Leani, targetnya di Tokyo adalah meraih tiga emas. ”Tetapi saya sudah cukup puas dengan hasil ini. Karena saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Ini adalah hasil yang mampu saya raih,” ucapnya.
Begitulah cara hidup Leani. Dia selalu bekerja keras menggapai mimpinya, tetapi sadar kalau semesta tidak selalu mewujudkan keinginannya. Peraih juara dunia dalam tiga nomor sekaligus ini mempelajari hal tersebut ketika kecelakaan motor pada 2011.
Ketika itu, Leani yang berusia 20 tahun punya mimpi jadi pebulu tangkis hebat. Namun, mimpi itu direnggut tragedi kecelakaan di tengah persiapan untuk tampil di Pekan Olahraga Nasional Riau 2012. Impian atlet daerah ini harus dikubur dalam-dalam karena tulang di paha kirinya bergeser.
Dia terpaksa pensiun karena kecelakaan itu mengakibatkan gangguan pada struktur kakinya. Panjang kakinya jadi berbeda. Di tengah kegelapan dunianya, Leani tidak mau menyerahkan mimpi untuk menjadi pemain bulu tangkis yang sudah ia tekuni sejak usia 7 tahun.
Leani mulai beralih menjadi atlet Paralimpiade. Proses adaptasi itu sangat berliku. Dia mengalami rasa sakit luar biasa di paha saat awal latihan, sampai ditentang orangtua. Namun, dia selalu bangkit lagi karena termotivasi melihat perjuangan atlet kursi roda yang jauh lebih sulit.
Leani memang tidak bisa mengikuti Olimpiade yang merupakan mimpi banyak pebulu tangkis. Akan tetapi, dia bisa mewujudkan mimpi versinya sendiri dengan berdiri tegak di titik tertinggi podium Paralimpiade Tokyo.
Capaian itu terasa lebih sempurna. Mengingat, tidak ada pelangi yang lebih indah daripada setelah badai besar. Leani telah sukses melewati badai tersebut. Sekarang, dia tinggal menikmati hasilnya.
Kunci menghadirkan ”pelangi” itu adalah kerja keras. Hal itu yang diperlihatkan Leani selama berada di Tokyo ataupun pemusatan latihan di Solo. Dia tidak pernah menyerah dalam kondisi sesulit apa pun, seperti halnya dalam final hari Minggu. Seperti kata sang pelatih, Sapta, Leani salah satu atlet paling profesional di pelatnas. Seluruh program latihan selalu dilahap.
Kami membuktikan disabilitas juga mampu berprestasi, mengharumkan nama bangsa dan negara melalui olahraga. (Leani Ratri Oktila)
Prinsipnya, jika bekerja keras saja belum tentu berbuah manis, apalagi tidak. ”Letih, capek, jenuh, terbayarkan dengan hasil yang saya raih. Perjalanannya memang sangat panjang, tetapi puji Tuhan saya bisa melewati semua prosesnya. Semua itu tidak sia-sia karena saya bisa meraih apa yang menjadi impian saya,” ucap peraih dua emas Asian Para Games 2018 tersebut.
Tak hanya meraih mimpi sendiri, sang ”ratu” bulu tangkis Paralimpiade ini juga mengangkat harkat atlet disabilitas Indonesia. Dengan capaian terbaik sepanjang masa di antara wakil Indonesia, Leani bisa membuat olahraga disabilitas semakin diperhatikan ke depannya.
”Kami membuktikan disabilitas juga mampu berprestasi, mengharumkan nama bangsa dan negara melalui olahraga,” pungkasnya.
Leani Ratri Oktila
Lahir: Pekanbaru, 6 Mei 1991
Orangtua:
F Mujiran (ayah)
Gina Oktila (ibu)
Klasifikasi: Bulu tangkis SL4 (disabilitas tubuh bawah lebih ringan)
Prestasi:
2 emas dan 1 perak Paralimpiade Tokyo 2020
2 emas dan 1 perak Kejuaraan Dunia Basel 2019
2 emas dan 1 perak Asian Para Games Jakarta 2018
1 emas, 1 perak, dan 1 perunggu Kejuaraan Dunia Ulsan 2017