Paralimpiade Tokyo menjadi tonggak kebangkitan prestasi olahraga disabilitas Indonesia yang sempat lama mati suri. Namun, loncatan prestasi di Tokyo janganlah sampai membuat kita terlena. Perlu upaya regenerasi atlet.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH dan Kelvin Hianusa
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bukan hanya mengakhiri 41 tahun paceklik medali emas di Paralimpiade, Indonesia mencatatkan prestasi terbaik sepanjang sejarah saat tampil di Tokyo 2020. Regenerasi atlet perlu menjadi prioritas agar loncatan prestasi itu dapat dijaga, bahkan ditingkatkan.
Indonesia menambah koleksi 1 medali emas, 1 perak, dan 1 perunggu, pada hari penutupan Paralimpiade Tokyo, Minggu (5/9/2021) di Jepang. Tambahan emas disumbangkan ganda campuran bulu tangkis klasifikasi SL3-SU5, Hary Susanto/Leani Ratri Oktila. Lalu, perak terbaru diberikan Leani dari nomor tunggal putri SL4. Tunggal putra SL4, Fredy Setiawan, menyumbang satu perunggu.
Tambahan ketiga medali itu membuat kontingen Indonesia melampaui target 1 emas, 1 perak, dan 2 perunggu, di Tokyo. Mereka, nyatanya, telah membawa pulang 2 emas, 3 perak, dan 4 perunggu. Kontingen RI bercokol di peringkat ke-43.
Koleksi medali di Tokyo sekaligus adalah pencapaian terbaik ”Merah Putih” sepanjang sejarah keikutsertaan di pentas olahraga disabilitas terbesar sejagat itu. Saat pertama kali tampil di Paralimpiade, yaitu Toronto 1976, Indonesia membuat kejutan dengan meraih 2 emas, 1 perak, dan 3 perunggu.
Pada Paralimpiade berikutnya, yaitu di Arnhem 1980, Indonesia meraup 2 emas dan 4 perunggu. Setelah itu, prestasi tim paralimpiade Indonesia anjlok dan berkali-kali gagal meraih satu pun medali.
”Tanpa kenal lelah, para atlet telah berjuang meraih medali (di Tokyo). Mereka telah mencapai hasil maksimal. Ini bukan prestasi semata, melainkan juga sejarah untuk Indonesia,” kata Andi Herman, Ketua Kontingen Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020, dalam konferensi pers virtual, kemarin.
Perjuangan heroik dan tanpa kenal lelah itu, antara lain, diperlihatkan Leani (30) di Stadion Yoyogi, Jepang, kemarin. Dia harus menjalani dua final (tunggal putri dan ganda campuran) seusai empat kali berlaga, sehari sebelumnya, termasuk meraih emas ganda putri bersama Khalimatus Sadiyah.
Prestasi Indonesia di Paralimpiade Tokyo patut menjadi momentum untuk menggerakkan semua lapisan masyarakat agar lebih adil kepada kelompok disabilitas dalam segala aspek, terutama olahraga. (Fritz Simanjuntak)
Ketika melawan Cheng He Fang (China) pada final tunggal putri, Leani mulai merasakan kelelahan. Dia berkata kepada pelatih bulu tangkis, Sapta Kunta Purnama, bahwa tubuhnya seakan ”melayang” ketika di lapangan karena efek kurang tidur.
Namun, ia tetap berjuang. ”Sebelum pertandingan tadi, dia sudah bilang, mau mati di lapangan juga tidak apa-apa,” ucap Sapta yang mendampingi Leani dari pinggir lapangan.
Setelah memaksakan gim ketiga, Leani pun kalah dari Fang. Kekalahan itu memacu motivasinya saat tampil bersama Hary Susanto (46) pada final ganda campuran, tiga jam seusai final tunggal putri. Sempat tertinggal di interval gim pertama, Hary/Leani lalu bangkit dan meraih medali emas dengan kemenangan dua gim langsung, 23-21, 21-17, atas pasangan Perancis, Lucas Mazur/Faustine Noel.
”Saya sebisa mungkin berjuang maksimal untuk bangsa dan negara. Untuk masalah usia, itu nomor dua. Hal terpenting kita berjuang dulu,” ucap Hary yang usianya dua kali lebih tua dari salah satu lawannya, Mazur (23).
Diapresiasi Presiden
Tidak pelak, perjuangan mereka diapresiasi sejumlah pihak, khususnya Presiden Joko Widodo. ”Ini kabar yang sangat menggembirakan, membanggakan kita semuanya. Setelah 41 tahun, kita bisa kembali meraih emas di Paralimpiade dan langsung dapat dua emas. Saya tidak bisa banyak komentar sebab luar biasa penampilannya, baik ganda putri maupun ganda campuran (dua nomor yang dapat emas),” ujar Jokowi saat berbicara dengan tim Indonesia lewat sambungan video, kemarin.
Ketua Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun mengatakan, capaian di Tokyo adalah bukti bahwa atlet disabilitas Indonesia selalu berupaya maksimal untuk mengharumkan nama negara, meski dengan sejumlah keterbatasan. Loncatan prestasi di Tokyo, menurut dia, juga tak terlepas dari dukungan pemerintah pusat yang memenuhi kesetaraan atlet paralimpiade dengan non-disabilitas.
”Kami berharap semangat kesetaraan itu bisa didengar dan diikuti pemerintah daerah. Sampai sekarang, masih banyak daerah yang belum memberikan perhatian penuh kepada kelompok disabilitas, terutama akses pembinaan olahraga. Jika pembinaan di daerah optimal, regenerasi atlet pasti lancar dan kami lebih mudah mencari bibit baru,” kata Senny.
Masalah di daerah
Menurut Senny, sejumlah pemimpin daerah masih menganggap sebelah mata keberadaan atlet disabilitas. Dari total 34 provinsi di Indonesia, baru 12 provinsi yang mengakui keberadaan NPC di daerahnya.
Jika terus terjadi, fenomena ini akan menghambat roda pembinaan atlet paralimpiade, khususnya terkait regenerasi. Dari 11 atlet peraih medali di Tokyo, mayoritas sudah berusia di atas 30 tahun pada Paralimpiade Paris 2024, termasuk Leani, Hary dan Fredy.
Pengamat olahraga, Fritz Simanjuntak, mengatakan, regenerasi atlet disabilitas yang berkualitas tidak cukup dikerjakan NPC, terutama di pemusatan latihan nasional di Solo, Jawa Tengah. Indonesia memerlukan sentra-sentra olahraga disabilitas yang tersebar merata di daerah. Maka, harus diperluas akses kaum disabilitas untuk menikmati fasilitas olahraga.
Masih banyak fasilitas umum di daerah yang tidak ramah ke penyandang disabilitas. ”Prestasi Indonesia di Paralimpiade Tokyo patut menjadi momentum untuk menggerakkan semua lapisan masyarakat agar lebih adil kepada kelompok disabilitas dalam segala aspek, terutama olahraga,” ujar Fritz.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto mengatakan, melalui Desain Besar Olahraga Nasional yang akan diterbitkan pada peringatan Hari Olahraga Nasional, Kamis (9/9/2021), pemerintah mendorong semua pemda agar tidak lagi membedakan perhatiannya.
”Dengan begitu, nantinya, tidak boleh lagi ada ketimpangan pembinaan atlet disabilitas dengan non-disabilitas,” katanya.