Karisma Evi Tumpuan Terakhir Emas Atletik
Karisma Evi Tiarani menjadi tumpuan terakhir cabang atletik untuk meraih medali emas Paralimpiade Tokyo 2020. Pemegang rekor dunia klasifikasi T42 itu akan mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam persaingan 100 meter T63.
TOKYO, JUMAT — Sprinter putri berusia 20 tahun, Karisma Evi Tiarani, akan menuntaskan misi meraih medali dalam debutnya di Paralimpiade saat bersaing di nomor 100 meter klasifikasi T63, Sabtu (4/9/2021). Pemegang rekor dunia 100 meter klasifikasi T42 dengan 14,72 detik itu menghadapi tantangan lebih besar karena akan bersaing dengan atlet-atlet klasifikasi T63.
Namun, peluang meraih medali emas masih terbuka. Pasalnya, selisih waktu antara Evi dan dua pesaing utamanya, Ambra Sabatini dan Martina Caironi dari Italia, sangat ketat.
Nomor 100 meter T63 di Paralimpiade Tokyo akan diikuti atlet-atlet klasifikasi T42 dan T63, yang sama-sama memiliki keterbatasan pada salah satu kaki dengan dampak setara amputasi di bawah lutut. Awalnya, kedua klasifikasi itu dipisah karena T63 menggunakan kaki palsu berbentuk bilah yang disebut prosthetic blade. Kedua klasifikasi itu kemudian digabungkan dalam beberapa ajang besar.
Evi sudah membuktikan dirinya mampu bersaing dengan atlet-atlet T63, yang dinilai memiliki keuntungan karena bilah kaki palsu dari serat karbon bisa membantu atlet dalam tolakan kaki.
Di ajang Asian Para Games 2018, Evi menegaskan dirinya menjadi yang terbaik di 100 meter T42/63 dengan catatan waktu 14,98 detik yang kala itu menjadi rekor Asia. Dia mengalahkan dua atlet Jepang klasifikasi T63 yang masing-masing meraih perak dan perunggu, Kaede Maegawa dan Tomomi Tozawa. Kedua atlet Jepang itu masih tampil di Paralimpiade Tokyo.
Baca juga : Pemanasan Krusial Karisma Evi
Evi kemudian mencetak rekor dunia T42/63 dengan waktu 14,72 detik saat meraih medali emas 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik Paralimpiade Dubai 2019. Rekor T42 masih dia pegang dengan catatan itu, tetapi rekor T63 kini dipegang Ambra Sabatini dengan 14,59 detik, yang dicetak saat meraih emas 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik Paralimpiade Dubai 2021.
Sabatini memecahkan rekor sebelumnya atas nama Caironi dengan catatan 14,61 detik. Sementara rekan senegaranya, Caironi, kini masih memegang rekor Paralimpiade dengan 14,80 detik di Rio 2016.
Dua atlet Italia akan menjadi lawan terberat Evi dalam perebutan medali emas 100 meter T63, pada Sabtu, yang diawali dengan babak penyisihan pada pukul 09.04 WIB di Stadion Olimpiade Tokyo. Adapun babak final akan berlangsung pukul 19.26 WIB. Ini merupakan nomor terakhir yang diikuti atlet-atlet atletik Indonesia di Paralimpiade Tokyo.
Pada babak penyisihan, Evi berada di heat 2. Dia berada di lintasan 6 berdampingan dengan Caironi di lintasan 5. Catatan waktu terbaik Caironi musim ini adalah 15,01 detik yang menempatkan dirinya di posisi kedua peringkat dunia T63 musim 2021.
Evi belum memiliki catatan waktu 2021, tetapi dari data selama latihan, performanya stabil di kisaran 14 detik besar. Jika melihat catatan waktu lawan-lawannya, Evi tidak akan mengalami kesulitan untuk lolos ke final.
Dalam babak penyisihan heat 1, Sabatini akan bersaing dengan sprinter Swiss, Elena Kratter, yang memiliki catatan waktu terbaik musim ini, 15,08 detik.
Baca juga : Adaptasi karisma Evi di Estafet Universal
Peta persaingan 100 meter T63 ini sangat ketat, dengan potensi peraih medali mengerucut pada Sabatini, Evi, dan Caironi yang juga tampil di lompat jauh serta meraih perak. Evi sudah melakukan pemanasan dengan tampil pada nomor estafet 4 x 100 meter universal, Jumat. Ini merupakan persiapan penting untuk lebih mengenal karakter lintasan, terutama dalam kondisi tartan basah akibat hujan.
Sejak tiba di Tokyo, Evi setiap hari menjalani latihan untuk menjaga kondisi fisik. Dia juga terus mengasah teknik start dan akselerasi di lapangan latihan Yoyogi Park.
”Latihan kami fokuskan pada simulasi lomba, teknik start, dan akselerasi. Di sini kami hanya menjaga kondisi saja, tidak meningkatkan fisik lagi, serta menjaga kemampuan yang sudah kami latih di Solo supaya jangan hilang,” ungkap Kepala Pelatih Atletik Paralimpiade Indonesia Slamet Widodo dari Tokyo.
Terkait potensi meraih medali, Slamet menilai, jika dilihat dari catatan waktu saat ini, peluang terbesar Evi adalah medali perak. Namun, dengan selisih waktu yang ketat serta faktor-faktor teknis yang bisa terjadi saat lomba, peluang meraih emas juga sangat terbuka.
”Persaingan di nomor ini sangat ketat karena selisih waktunya tidak jauh. Peluang meraih emas tetap terbuka, dan semoga besok Evi bisa tampil maksimal serta memberikan yang terbaik,” ujar Slamet.
Baca juga: Nostalgia Perunggu David Jacobs
Terkait cuaca yang hujan terus di Tokyo dan udara yang dingin, kondisi itu tidak memengaruhi Evi. Dia tetap dalam kondisi psikis dan fisik yang bagus untuk menjalani lomba.
”Evi selama latihan di sini stabil catatan waktunya, dan yang terpenting kondisi mentalnya bagus. Kita harapkan dia bisa tampil bagus di nomor andalannya pada Sabtu,” ujar pelatih atletik paralimpiade Indonesia, Purwo Adi Sanyoto.
Sapto Yogo
Sebelum Evi tampil pada 100 meter T63, sprinter Sapto Yogo Purnomo juga akan menjalani final 200 meter T37. Dia lolos ke partai puncak setelah menjadi pelari ketiga tercepat pada babak penyisihan heat 1 pada Jumat malam.
Yogo mencetak catatan waktu personal terbaik 23,42 detik. Atlet berusia 23 tahun itu berada di lintasan 8 dan melakukan start dengan baik dan sempat berada di posisi kedua di belakang sprinter Amerika Serikat, Nick Mayhugh.
Namun, saat memasuki tikungan ke kiri, yang merupakan kelemahan Yogo, dia didahului Chermen Kobesov dari Komite Paralimpiade Rusia (RPC). Kobesov finis kedua dengan 23,19 detik. Mayhugh tercepat dengan 22,26 detik yang sekaligus menjadi rekor dunia baru 200 meter T37.
Rekor dunia sebelumnya atas nama Andrei Vdovin dari RPC dengan 22,59 detik. Vdovin yang tampil di heat 2 mencatat waktu 22,94 detik, dan akan menjadi pesaing terdekat Mayhugh dalam perebutan medali emas.
Babak final nomor 200 meter T37 akan berlangsung pada Sabtu pukul 08.27 WIB dan diikuti delapan atlet. Urutan catatan waktu berdasarkan hasil penyisihan ialah Mayhugh (22,26 detik), Vdovin (22,94 detik), Ricardo Gomes de Mendonca (22,96 detik), Kobesov (23,19 detik), Michal Kotkowski (23,29 detik), Ali Alnakhli (23,35 detik), Sapto Yogo (23,41 detik), dan Christian Gabriel Luiz da Costa (23,80 detik).
Baca juga: Suryo Terus Bertarung demi Mimpi Terbesarnya
Peluang Sapto Yogo meraih medali di nomor 200 meter T37 memang kecil karena dia kehilangan banyak waktu di tikungan ke kiri. Latihan teknik menikung yang dilakukan tidak banyak memperbaiki catatan waktunya meskipun mampu mencetak catatan personal terbaik.
Pada nomor ini, Sapto Yogo hanya ditargetkan lolos ke final karena catatan waktunya terpaut cukup jauh dari para pesaingnya. Nomor ini juga bukan andalan atlet berusia 23 tahun itu karena fokus utamanya di 100 meter T37, yang dalam nomor itu dia merah medali perunggu.
Di 200 meter kami tidak menargetkan medali karena Yogo punya kelemahan di tikungan. Kaki dan tangan kanannya lemah. Jadi, kalau belok ke kiri, tubuh bagian kanan, kan, harus kuat.
”Di 200 meter kami tidak menargetkan medali karena Yogo punya kelemahan di tikungan. Kaki dan tangan kanannya lemah. Jadi, kalau belok ke kiri, tubuh bagian kanan, kan, harus kuat. Tubuh bagian kanannya tidak kuat. Jadi, di tikungan ada kelemahan karena 200 meter ada menikung ke kiri,” ujar Slamet.
”Kaki kanan dan tangan kanannya agak lemah karena disabilitas dia di situ. Jadi, di 200 meter dinikmati saja. Sejak awal target kami memang di 100 meter. Jadi, strategi saya memang fokus di 100 meter,” jelas Slamet. (ANG)