Para wakil Indonesia pada hari keenam Paralimpiade Tokyo 2020 belum berhasil menambah pundi medali. Namun, mereka memetik pengalaman berharga untuk berprestasi di Asian Para Games 2022 di China.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Memasuki hari keenam Paralimpiade Tokyo 2020, tim Indonesia belum bisa menambah perolehan medali. Wakil Indonesia di cabang atletik, menembak, dan renang gagal membuat kejutan. Kendati demikian, mereka memetik banyak pengalaman berharga untuk menyiapkan diri menjadi lebih baik dan meraih prestasi di Asian Para Games 2022 di Hangzhou, China.
Pada Senin (30/8/2021), ada empat wakil Indonesia yang berlaga. Mereka adalah pelari putri 400 meter T20 (kategori disabilitas intelektual) Elvin Elhudia Sesa, petembak putri 10 meter senapan angin standing SH1 R2 (disabilitas fungsi tubuh bagian bawah) di kelompok putri Hanik Puji Astuti, petembak putra 10 meter senapan angin standing SH2 R4 (disabilitas fungsi tubuh bagian atas) di kelompok campuran Bolo Triyanto, dan perenang putra 10 meter gaya punggung S9 (disabilitas berat pada kaki) Jendi Pangabean.
Namun, semuanya belum berhasil lolos ke putaran final. Elvin berada di peringkat kelima heat dua dengan waktu 1 menit 4,34 detik dari enam peserta. Hanik di posisi ke-13 dengan skor 614,5 poin dari total 21 peserta dan Bolo di tempat ke-24 dengan skor 620,9 poin dari total 29 peserta. Jendi di urutan kelima heat dua dengan waktu 1 menit 7,10 detik dari enam peserta.
Pelatih menembak paralimpiade Indonesia Aris Hariyadi mengatakan, ada gangguan teknis yang cukup mengganggu konsentrasi kedua petembak Indonesia. Hanik sempat ditegur karena posisi duduknya di kursi roda miring ke kanan pada seri kedua dari enam seri perlombaan. Panitia meminta posisi duduknya tegak lurus.
Padahal, Hanik memiliki benjolan besar berdiameter 10-15 sentimeter di punggungnya sehingga harus duduk miring ke kanan agar tidak sakit. Akhirnya, setelah dijelaskan, panitia mengizinkan atlet kelahiran Solo, Jawa Tengah, 22 Desember 1995, itu melanjutkan perlombaan dengan posisi duduk miring ke kanan.
Akan tetapi, teguran itu telah merusak konsentrasi Hanik sehingga penampilannya sempat merosot, yakni dari mencatat skor 102,8 poin di seri pertama menjadi 100,9 poin di seri kedua. Memasuki seri selanjutnya, perempuan yang mulai menjadi atlet menembak sejak 2015 itu sudah sulit untuk mengejar ketertinggalan.
Adapun Bolo ditegur sebelum laga dimulai karena ada iklan di topinya. Panitia meminta iklan itu ditutup sebelum berlomba. Walau sepele, hal itu pun merusak konsentrasi penembak kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 12 Oktober 1983, ini.
Konsentrasi sangat menentukan dalam menembak. Sedikit saja ada yang mengganggu, fokus atlet pasti tidak optimal lagi. Ini yang dialami Hanik dan Bolo sehingga tidak bisa mencapai performa terbaiknya.
”Konsentrasi sangat menentukan dalam menembak. Sedikit saja ada yang mengganggu, fokus atlet pasti tidak optimal lagi. Ini yang dialami Hanik dan Bolo sehingga tidak bisa mencapai performa terbaiknya. Padahal, dalam latihan, skor terbaik Hanik 624-625 dan Bolo 625-626. Kalau bisa mencapai skor itu, Hanik bisa masuk delapan besar atau lolos ke final dan Bolo berada di 20 besar,” tutur Aris.
Meski demikian, tim menembak coba mengambil hikmah dari kegagalan tersebut. Menurut Aris, setidaknya Hanik dan Bolo punya pengalaman baru dalam menghadapi tekanan kejuaraan besar yang bukan cuma datang dari lawan, melainkan pula dari panitia.
Hanik malah telah berkomitmen untuk mencari cara untuk duduk tegak lurus, seperti melubangi senderan kursi agar benjolannya tidak terasa sakit. Tujuannya untuk meminimalkan teguran dari panitia yang bisa memengaruhi konsentrasi.
Bolo menjadikan perlombaan itu sebagai pemanasan sebelum bertanding di nomor 10 meter senapan angin prone SH2 R5 atau disabilitas fungsi tubuh bagian atas kelompok campuran pada Rabu (1/9/2021). Dia ingin memaksimalkan peluang di nomor spesialisnya itu agar bisa lolos ke final. Apalagi, dalam latihan, rata-rata skornya 635-637 poin, yang berarti berpotensi masuk delapan besar.
”Secara kualitas, Hanik dan Bolo tidak kalah dengan petembak dunia. Terbukti mereka mampu lolos kualifikasi Paralimpiade 2020. Tetapi, mereka masih minim pengalaman. Paralimpiade ini menjadi ajang multicabang terbesar ketiga mereka setelah ASEAN Para Games 2015 Singapura dan Asian Para Games 2018 Jakarta. Kami berharap semua pengalaman di Paralimpiade ini bisa menjadi bekal evaluasi agar dapat membawa pulang medali di Asian Para Games 2022,” kata Aris.
Di Asian Para Games 2018, Hanik hanya berada di urutan ke-11 nomor 10 meter senapan angin standing SH1 R2, urutan ke-20 nomor 10 meter senapan angin SH1 R3 (disabilitas fungsi tubuh bagian bawah) kelompok campuran, dan urutan ke-21 nomor 50 meter senapan angin prone SH1 R6 atau disabilitas fungsi tubuh bagian bawah kelompok campuran. Bolo menempati urutan kedelapan nomor 10 meter senapan angin prone SH2 R5 dan ke-12 nomor 10 meter senapan angin standing SH2 R4.
Dengan pengalaman di Paralimpiade Tokyo, mereka cukup optimistis bisa berbuat lebih banyak pada Asian Para Games 2022. ”Saya mengambil banyak pengalaman dari Paralimpiade ini, mulai dari persiapan peralatan, waktu, posisi, dan lainnya. Semoga tahun depan di ASEAN Para Games Vietnam atau di Asian Para Games 2022, saya bisa memperbaiki skor dan prestasi,” terang Hanik, peraih perunggu ASEAN Para Games 2015.
Wakil Sekretaris Jenderal Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Rima Ferdianto menuturkan, kendati gagal menyumbang medali, capaian para atlet pada hari keenam ini tetap luar biasa dan menjadi pengalaman berharga. Jendi misalnya, atlet kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, 10 Juni 1991, ini bisa mempertajam catatan waktunya dibandingkan saat merebut emas Asian Para Games 2018 dengan waktu 1 menit 7,45 detik dan ketika finis keenam heat dua Paralimpiade Rio de Janeiro 2016 dengan 1 menit 8,28 detik.
Hasil itu cukup baik dan menjadi harapan untuk Jendi mempertahankan emas di Asian Para Games 2022. ”Untuk level dunia atau Paralimpiade, Jendi masih sulit bersaing dengan perenang-perenang Eropa, Amerika Serikat, atau Australia yang unggul postur. Namun, di level Asia, Jendi masih salah satu yang terbaik di kelasnya. Dengan perbaikan catatan waktu dan pengalaman yang didapat dari Paralimpiade ini, dia berpeluang mempertahankan emas di kelasnya,” kata Rima.
Rima menyampaikan, selain duet petenis meja David Jacobs/Komet Akbar di nomor tim C9-C10, Indonesia masih memiliki kesempatan besar menambah medali dari atletik melalui pelari Sapto Yogo Purnomo di 200 meter T37 dan pelari putri Karisma Evi Tiarani di 100 meter T42/T63. Selain berhasil mendapatkan medali perunggu 100 meter T37 pada 27 Agustus, Sapto adalah peraih emas 200 meter T37 Asian Para Games 2018. Karisma merupakan pemegang rekor dunia T42 dengan 14,72 detik dan pengoleksi emas T42/63 Asian Para Games 2018.
Selain itu, satu emas dan satu perak ditargetkan berasal dari cabang bulu tangkis yang berlaga 1-5 September. Tujuh wakil Indonesia di cabang itu, yakni lima putra dan dua putri, ialah peraih medali dalam Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Paralimpiade 2019.
Emas disumbang oleh Dheva Anrimusthi dari tunggal putra SU5, Dheva/Hafizh (ganda putra SU5), Leani Ratri Oktila (tunggal putri SL4), dan Hary Susanto/Leani (ganda campuran SL3-SU5). Dua perak dari Suryo Nugroho (tunggal putra SU5) dan Leani/Khalimatus Sadiyah (ganda putri SL3-SU5). Empat perunggu lewat Fredy Setiawan (tunggal putra SL4), Ukun Rukaendi (tunggal putra SL3), Ukun/Hary Susanto (ganda putra SL3-4), dan Khalimatus (tunggal putri SL4).