”Sihir” pelatih sekelas Massimiliano Allegri bahkan belum bisa mengembalikan keperkasaan Juventus. Allegri butuh waktu lebih untuk membangkitkan era baru ”Si Nyonya Besar”.
Oleh
Kelvin Hianusa
·4 menit baca
TURIN, MINGGU — Pergantian pelatih tiga kali dalam tiga musim terakhir dan kepergian Cristiano Ronaldo telah menghilangkan identitas permainan Juventus. Bahkan, Massimiliano Allegri, pelatih yang lima musim menukangi ”Si Nyonya Besar” pada 2014-2019, saja belum mampu menemukan formula tepat untuk musim ini. Allegri sedang gamang mencari jati diri sang raksasa Italia.
Juve masih belum bisa bangkit dari performa di bawah standar pada musim lalu meskipun sudah dipimpin kembali oleh Allegri musim ini. Tim langganan juara ini hanya meraih 1 poin dalam dua laga pembuka Liga Italia.
”Si Nyonya Besar” kembali dihantui tren buruk akibat kekalahan dari tim tamu Empoli (0-1) di Stadion Allianz pada Minggu (29/8/2021) dini hari WIB. Pekan lalu, mereka juga harus puas menerima hasil imbang (2-2) setelah unggul 2-0 atas Udinese.
Tren itu menandakan ada sesuatu yang salah dalam tim asuhan Allegri. Seperti saat melawan Empoli, Federico Chiesa dan rekan-rekan bisa mendominasi permainan lewat penguasaan bola (55,2 persen) dan banyaknya tendangan (18 kali), tetapi mereka tidak cukup solid sebagai kesatuan tim.
”Kami belajar banyak hal penting dari laga Udinese dan laga tadi (lawan Empoli). Kami kehilangan 5 poin tetapi belajar untuk maju. Kami kalah karena kesalahan terlalu tergesa-gesa setelah kebobolan, kami harus bermain lebih rapi dan kolektif,” kata Allegri kepada DAZN.
Kata Allegri, memulai era baru di Juve tidaklah mudah walaupun dia sudah mengenal tim ini. Tim ini seperti berwajah baru lagi ketika dirinya datang. Para pemain sudah tercampur dengan filosofi dua pelatih sebelumnya, Andrea Pirlo (2020-2021) dan Maurizio Sarri (2019-2020), yang punya ide bermain masing-masing.
”Kami harus menemukan keseimbangan secara perlahan. Tentu membutuhkan waktu, kami tidak bisa beranjak dari 0-10 hanya dalam satu detik. Hal yang terpenting, kami harus lebih sabar dalam bermain dalam laga-laga berikutnya,” ucap pelatih yang mengantarkan Juve lima kali scudetto dalam lima musim kariernya melatih Juventus.
Tak hanya itu, ”Si Nyonya Besar” juga belum punya identitas kuat karena baru kehilangan penyerang andalan Cristiano Ronaldo. Kepergian Ronaldo menyisakan lubang besar. Dalam tiga musim terakhir, Juve selalu mengandalkan individu ”CR7” dan melupakan permainan kolektif. Total, Ronaldo menyumbang 101 gol selama berseragam ”Hitam Putih”.
Karena itu, Allegri tampak masih mencari formula tepat dalam dua pertandingan terakhir. Apalagi, beberapa pemain kunci masih belum bisa tampil. Gelandang Aaron Ramsey dan Arthur, serta bek Giorgio Chiellini masih cedera. Sementara itu, gelandang baru Manuel Locatelli tak kunjung menjadi starter karena belum fit 100 persen sepulang dari Piala Eropa 2020.
Eksperimen itu ditunjukkan dalam laga melawan Empoli. Allegri menurunkan formasi 4-3-1-2, berbeda dengan laga pertama (4-4-2). Gelandang Weston McKennie diberi tugas baru sebagai trequartista dengan poisisi tepat berada di belakang dua striker Paulo Dybala dan Chiesa.
Kami harus menemukan keseimbangan secara perlahan. Tentu membutuhkan waktu, kami tidak bisa beranjak dari 0-10 hanya dalam satu detik. Hal yang terpenting, kami harus lebih sabar dalam bermain dalam laga-laga berikutnya.
Danilo, yang sebelumnya berperan sebagai bek kanan, juga diberi peran baru sebagai gelandang. Sementara itu, penyerang asal Spanyol, Alvaro Morata, hanya masuk dari bangku cadangan, tidak menjadi starter lagi seperti melawan Udinese.
Percobaan formasi baru tersebut terbukti masih belum efektif. Termasuk, pergantian pemain yang dilakukan Allegri dalam laga itu. Di depan publik sendiri, Juve tak mampu mengancam gawang Empoli pada babak kedua. Hanya Chiesa yang cukup menjanjikan dalam laga ini lewat tiga kali percobaan.
Allegri menilai musim masih panjang. Hasil buruk dalam dua laga ini akan dijadikan pelajaran mereka mengarungi musim ini. Jika sudah menemukan identitas tim, ”Si Nyonya Besar” hanya tinggal menuai hasil manis. ”Momen sulit membantu Anda untuk tumbuh,” pungkas pelatih 54 tahun tersebut.
Sang pelatih mendapat dukungan penuh dari anak asuhnya untuk membangun ulang tim ini dalam era baru. Dukungan disampaikan langsung bek veteran Leonardo Bonucci.
”Juve tidak pernah melihat hari kemarin. Sekarang saatnya kami kembali bekerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik,” ungkap Bonucci di Twitter.
Akibat belum menang musim ini, Juve terperosok hingga peringkat ke-13 klasemen sementara. Mereka harus segera bangkit jika tidak ingin kehilangan gelar liga seperti musim lalu. Adapun tim pesaing seperti juara bertahan Inter Milan melaju kencang pada awal musim lewat dua kemenangan beruntun.
Kejutan Inzaghi
Pelatih Inter Simone Inzaghi berada di atas angin setelah permulaan indah bersama klub barunya. Seusai menang 4-0 pada laga pembuka atas Genoa, Inzaghi kembali mengantar Inter untuk membalikkan keadaan tertinggal atas Hellas Verona (3-1) pada pekan kedua.
Awalan sempurna tersebut semakin berarti karena Inzaghi bisa memboyong anak kesayangannya dari Lazio, Joaquin Correa. Reuni pelatih-pemain ini langsung berbuah manis. Correa membayar kepercayaan kepadanya dengan sumbangan dua gol dalam laga debut lawan Verona.
Inzaghi berada dalam jalan yang tepat untuk mempertahankan gelar juara Inter. Meskipun ditinggal beberapa pemain bintang, seperti Romelu Lukaku, Inter tetap punya skuad solid. Kedatangan striker baru, Correa dan Edin Dzeko, cukup untuk mengisi kekosangan di lini depan.
”Kami beruntung karena klub bereaksi cepat dengan menghadirkan Dzeko dan Correa. Presiden Steven Zhang telah menyampaikan saya hal terpenting adalah memastikan keuangan klub aman. Hal itu sudah selesai, sekarang kami akan kompetitif lagi dan bersiap untuk Liga Champions,” ucap Inzaghi. (AFP/REUTERS)