Capaian atlet-atlet penyandang disabilitas Indonesia di Paralimpiade Tokyo patut menjadi inspirasi banyak pihak. Mereka telah melampaui berbagai belenggu dan keterbatasannya untuk meraih prestasi yang jauh lebih tinggi.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga hari kelima setelah pembukaan Paralimpiade Tokyo 2020, Indonesia telah mengumpulkan satu medali perak dan dua perunggu atau melampaui raihan satu perunggu pada ajang sebelumnya di Rio de Janeiro 2016. Capaian di Tokyo menjadi inspirasi nyata bahwa tidak ada yang tidak mungkin dalam mengejar prestasi olahraga, termasuk di cabang-cabang yang selama ini kurang dikuasai Indonesia.
Medali terbaru Indonesia di Tokyo dipersembahkan atlet tenis meja paralimpik yang tidak lagi muda, David Jacobs (44), Sabtu (28/8/2021). Atlet yang menderita keterbatasan tangan kanan itu meraih perunggu di nomor tunggal putra klasifikasi TT10. Selain Jacobs, Indonesia sebelumnya juga meraih medali perak dari lifter angkat berat Ni Nengah Widiasih dan satu perunggu lainnya dari pelari cepat Sapto Yogo Purnomo.
”Pencapaian kontingen Indonesia di Paralimpiade 2020 sejauh ini merupakan inspirasi untuk kita semua. Mereka membuktikan Indonesia sejatinya bisa berprestasi di cabang-cabang yang selama ini didominasi negara tertentu, seperti lari jarak pendek dan tenis meja,” ujar pengamat olahraga Fritz E Simanjuntak, kemarin.
Prestasi kontingen Indonesia di Tokyo adalah yang terbaik dalam 33 tahun terakhir, yaitu sejak membawa pulang dua perak di Paralimpiade Seoul 1988. Pada dua penyelenggaraan sebelumnya, yaitu London 2012 dan Rio 2016, Indonesia hanya meraih masing-masing satu perunggu.
Menurut Fritz, capaian itu tidak terlepas dari hubungan harmonis pengurus Komite Paralimpiade Nasional Indonesia (NPC) dengan para pelatih dan atletnya. Mereka sangat fokus, penuh kesungguhan, dan berdedikasi mengejar prestasi, terutama di Paralimpiade 2020.
Mereka juga tidak muluk-muluk atau selalu realistis dalam menetapkan target dan hampir tidak pernah mengeluh dengan berbagai keterbatasannya. Mereka senantiasa berupaya mencari solusi dari berbagai kesulitan yang ada.
”Ini hal luar biasa di balik kesuksesan mereka meningkatkan prestasi di Paralimpiade kali ini. Bahkan, sebenarnya, upaya mereka jauh lebih berat dibandingkan para atlet nonparalimpik,” kata Fritz yang mengaku terkesan dengan suasana di pemusatan latihan nasional NPC Indonesia di Solo, Jawa Tengah, saat berkunjung pada 2019.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto menuturkan, titik balik kebangkitan olahraga disabilitas Indonesia terjadi setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Sejak itu, semua kementerian/lembaga negara wajib memberikan perhatian setara antara warga biasa dan penyandang disabilitas, termasuk di olahraga.
Salah satu komitmen Kemenpora diperlihatkan dengan dukungan anggaran ataupun bonus yang setara antara atlet disabilitas dan nondisabilitas sejak 2016. Ditopang tekad kuat para pengurus NPC dan para atlet, Indonesia lalu menjadi juara umum di ASEAN Para Games Malaysia 2017. Padahal, selain menjadi tuan rumah, Malaysia memiliki fasilitas latihan atlet disabilitas yang lebih baik dibandingkan Indonesia.
”Menjelang Paralimpiade 2020, para atlet NPC Indonesia juga bisa mengoptimalkan semua peluang kualifikasi. Maka itu, jumlah kontingen yang lolos pun meningkat, yakni dari sembilan atlet di empat cabang pada Paralimpiade 2016 menjadi 23 atlet di tujuh cabang pada Paralimpiade 2020 (terbanyak sepanjang sejarah Indonesia tampil di Paralimpiade). Ini turut memengaruhi peluang meraih medali lebih banyak dibandingkan edisi-edisi sebelumnya,” ungkap Gatot.
Saat menyambut kepulangan Ni Nengah dan pebalap sepeda Muhammad Fadli di Bandara Soekarno-Hatta, kemarin malam, Menpora Zainudin Amali menyatakan, pemerintah bangga dengan prestasi yang diraih kontingen Indonesia di Paralimpiade 2020. Pemerintah juga berjanji tidak akan membedakan fasilitas ataupun apresiasi antara atlet disabilitas dan nondisabilitas.
”Sebab, mereka semua itu berangkat untuk mewakili nama bangsa dan negara,” tegasnya.
Akan tetapi, perhatian pemerintah perlu terus ditingkatkan. Berkaca dari Paralimpiade 2020, capaian Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia dan Singapura. Mereka masing-masing sudah mendapatkan satu emas dan berada di peringkat ke-35 dunia. Adapun Indonesia berada di peringkat ke-45 hingga semalam.
Ketua Umum NPC Indonesia Senny Marbun pernah berkata, mereka sejak lama telah merintis upaya mencapai prestasi yang lebih baik di Paralimpiade 2020. Paling tidak, itu dimulai ketika mereka berhasil merebut gelar juara umum dari Thailand di ASEAN Para Games 2017.
Ada faktor nonteknis yang turut memengaruhi lonjakan motivasi dan prestasi tim Indonesia di Tokyo. (Rima Ferdianto)
Kemudian, mereka mencapai puncak prestasi di Asian Para Games 2018 Jakarta, yakni memboyong 37 emas, 47 perak, dan 51 perunggu, serta berada di posisi kelima Asia. Itu adalah capaian terbaik Indonesia sejak Asian Para Games pertama kali digelar di Guangzhou, China, 2010. Dua prestasi penting itu menjadi jembatan NPC Indonesia bangkit di Tokyo.
Tak pelak, sebelum Paralimpiade Tokyo digelar, NPC Indonesia berani mematok target tinggi, yakni satu emas dan satu perak dari bulu tangkis; tiga perunggu dari angkat berat, atletik, dan tenis meja; serta finis di peringkat 60 besar dunia. Nyatanya, ada sejumlah capaian yang melampaui target, yakni perak angkat berat dari Ni Nengah.
Wakil Sekretaris Jenderal NPC Indonesia Rima Ferdianto mengatakan, ada faktor nonteknis yang turut memengaruhi lonjakan motivasi dan prestasi tim Indonesia di Tokyo, yaitu batalnya ASEAN Para Games Filipina 2020 akibat pandemi Covid-19. Padahal, mayoritas atlet Indonesia sudah mencapai puncak performa dan bersiap mempertahankan gelar juara umum, tahun lalu.
Maka itu, atlet melepaskan semua dahaga dan naluri bertandingnya dalam Paralimpiade 2020 yang tertunda setahun terakhir. Bahkan, selain Ni Nengah yang sukses membawa pulang perak, petenis meja David Jacobs juga menyumbang perunggu. Padahal, karena faktor usia, dia awalnya tidak ditargetkan meraih medali di nomor individu.
David bersama rekannya, Komet Akbar, ditargetkan merebut medali di nomor beregu C9-C10 yang dimulai Selasa (31/8/2021). ”Jadi, target satu emas dan satu perak dari bulu tangkis serta tiga perunggu dari angkat berat, atletik, dan tenis meja, itu target minimal. Bisa saja yang kita dapat melebihi target tersebut,” ujar Rima.
Faktor-faktor nonteknis berupa motivasi diri memang tak bisa disepelekan. Dengan usia yang tak muda lagi, yakni 44 tahun, David nyatanya masih bisa bersaing dengan atlet-atlet yang lebih muda dan meraih perunggu tunggal putra tenis meja TT10.
”Prestasi ini berkat dukungan besar keluarga, terutama istri dan keempat anak saya. Saya beruntung memiliki istri dan anak-anak yang selalu mendukung,” tutur David seusai meraih medali.