Petenis meja asal Indonesia, David Jacobs, meraih medali perunggu di kategori TT10 Paralimpiade Tokyo. Capaian itu membuatnya mengulangi prestasi yang sama sembilan tahun lalu, yakni di Paralimpiade London.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Meskipun kalah 2-3 (9-11, 8-11, 11-3, 11-5, 8-11) dari wakil Perancis, Mateo Boheas, dalam semifinal tenis meja kategori TT10 atau C10 Paralimpiade Tokyo 2020 di Tokyo Metropolitan Gymnasium, Jepang, Sabtu (28/8/2021), andalan Indonesia, David Jacobs, tetap berhak atas perunggu yang diraihnya bersama atlet Montenegro, Filip Radovic. Hasil itu membuat David bernostalgia dengan perunggu yang pernah direbutnya pada Paralimpiade London 2012.
”Target saya sebenarnya melakukan yang terbaik saja dalam Paralimpiade ini. Dengan usia yang sudah 44 tahun, saya cuma berusaha melakukan yang terbaik dalam latihan ataupun tanding. Tetapi, ketika bisa tembus semifinal, dalam hati pasti saya ingin berusaha lebih. Jadi, puji Tuhan kepada Tuhan Yesus, perunggu ini saya syukuri sekali,” ujar David tatkala dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Dalam laga semifinal itu, David tertinggal 0-2 lebih dahulu dari Boheas yang mengalahkan wakil Indonesia, Komet Akbar, pada perempat final. Namun, petenis meja asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu mampu bangkit dan menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Bahkan, dia seperti mendapatkan tenaga ganda sehingga bisa mengakhiri permainan dengan skor telak dan cukup cepat, yakni 11-3 di gim ketiga dan 11-5 di gim keempat yang masing-masing dalam lima menit.
Memasuki gim kelima atau terakhir, permainan menjadi amat ketat. Kedua atlet saling kejar angka. Akan tetapi, titik balik terjadi saat David tertinggal 6-7. Setelah itu, dia seperti kehilangan daya untuk melakukan perlawanan sehingga skor kian melebar menjadi tertinggal 6-9 dan akhirnya ditutup dengan 8-11.
”Tadi, pas skor 6-6, Boheas berani melakukan perubahan strategi dalam melakukan servis. Itu cukup mengejutkan saya. Sebaliknya, saya tidak melakukan perubahan. Ini yang membuat saya tertinggal dan sulit untuk mengejarnya,” ungkap David yang memiliki keterbatasan ringan pada tangan kanannya.
Kekalahan itu membuat David gagal lolos ke final. Walau demikian, hasil itu cukup bagi atlet kelahiran 21 Juni 1977 itu meraih perunggu kategori tersebut bersama petenis meja Montenegro, Filip Radovic, yang kalah dari unggulan pertama asal Polandia, Patryk Chojnowski, 1-3 (11-13, 11-9, 4-11, 9-11) di semifinal.
Target minimal kami yakni perunggu dari nomor beregu. Tetapi, David bisa merebut perunggu dari nomor individu. Tentu kami sangat mengapresiasi capaian tersebut. (Rima Ferdianto)
Dengan hasil ini, David mengulangi prestasi yang pernah didapatnya pada Paralimpiade London 2012. Sembilan tahun lalu, dia merengkuh perunggu kategori yang sama seusai menaklukkan wakil Spanyol, Jose Manuel Ruiz Reyes, 4-2 (11-9, 7-11, 11-5, 11-6).
Faktor stamina
Wakil Sekretaris Jenderal Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia sekaligus pelatih tenis meja Paralimpiade Indonesia Rima Ferdianto menilai, faktor stamina menjadi penyebab utama kekalahan David dalam laga tersebut. Apalagi, sekitar 3,5 jam sebelum semifinal, dia telah mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya untuk menenangi laga perempat final dengan skor ketat, 3-2 (11-6, 12-10, 6-11, 10-12, 17-15) atas wakil China, Lian Hao, dalam waktu 48 menit.
Adapun Boheas bermain lebih santai pada perempat final yang juga digelar sekitar 3,5 jam sebelum semifinal, yakni menang 3-1 (14-12, 11-5, 5-11, 12-10) atas Komet dalam waktu 34 menit. Lagi pula, atlet asal Nantes, Perancis, itu berusia 20 tahun lebih muda. Secara stamina atau fisik, ia lebih prima untuk bertanding dua kali dalam sehari dengan jeda hanya lebih kurang 3,5 jam tersebut.
Kalau dari kualitas, David dinilai jauh lebih unggul. Terbukti, dia menjadi unggulan kedua, sedangkan Boheas unggulan keempat. ”Tadi David sudah tampil habis-habisan di perempat final. Maka, di semifinal, staminanya terkuras. Akibatnya, penampilannya tidak optimal. Terlihat dari pukulan-pukulan forehand-nya tidak tajam lagi, melainkan parabolik yang mudah diantisipasi lawan. Padahal, dari segi kualitas, David berada di atas lawannya (Boheas),” terang Rima.
Secara keseluruhan, Rima menuturkan, tim tenis meja Indonesia menargetkan perunggu pada Paralimpiade 2020. Namun, target itu diharapkan terwujud dari nomor beregu melalui duet David/Komet di tim C9-C10. Namun, David justru bisa menyumbangkan perunggu dari nomor individu. Maka itu, raihan tersebut melebihi ekspektasi.
”Target minimal kami yakni perunggu dari nomor beregu. Tetapi, David bisa merebut perunggu dari nomor individu. Tentu kami sangat mengapresiasi capaian tersebut. Semoga di nomor beregu nanti David/Komet bisa membawa pulang medali melebih target perunggu,” katanya.