Panitia Besar PON Papua akan mengerahkan sekitar 25.000 relawan demi kelancaran PON. Pemerintah pusat menyarankan agar relawan itu dipastikan sehat setiap hari, apalagi mereka tidak mengikuti sistem gelembung selama PON.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA dan ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS – Demi kelancaran Pekan Olahraga Nasional ke-XX di Papua, Panitia Besar PON Papua akan mengerahkan sekitar 25.000 relawan di empat kluster penyelenggara. Para relawan ini tidak disediakan akomodasi khusus, melainkan pulang ke rumahnya masing-masing.
Menurut data Panitia Besar PON maupun Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), para relawan itu mulai direkrut sejak 2019. Akan tetapi, karena ada pandemi Covid-19 dan penundaan PON selama setahun, proses rekrutmen sempat tersendat dan baru dimulai lagi pada tahun ini.
Saat ini, perekrutan untuk wilayah Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura telah tuntas, sedangkan untuk wilayah Kabupaten Mimika dan Kabupaten Merauke baru memasuki tahap verifikasi akhir. Para relawan itu adalah pemuda setempat yang minimal berpendidikan sarjana strata satu.
Azis Matdoan, juru bicara Panitia Besar PON Papua, dihubungi, Jumat (20/8/2021) mengatakan, para relawan itu terdiri dari 8.600 orang di Kabupaten Jayapura, 8.400 orang di Kota Jayapura, 4.100 orang di Mimika, dan 3.600 orang di Merauke. Adapun 800 orang lainnya menjadi tenaga cadangan.
Para relawan bakal mendapatkan bimbingan teknis atau pelatihan tentang 16 bidang pelaksanaan PON pada 9-10 September ini. ”Pelatihan itu terutama mengenai pelaksanaan pertandingan di cabang masing-masing dan penerapan protokol kesehatan yang ketat,” ujar Azis.
Ketua Bidang Sumber Daya Manusia Panitia Besar PON Papua Albert Wanimbo menyampaikan, dalam perekrutan, semua nama calon relawan itu diserahkan pula kepada Kepolisian Daerah Papua. Tujuannya untuk memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam jaringan kelompok kriminal yang bisa mengancam keamanan PON.
”Ini sesuai prosedur untuk memastikan keamanan dan kelancaraan PON,” katanya.
Sekretaris Jenderal KONI Pusat Ade Lukman mengakui proses pelatihan untuk relawan itu cukup telat karena waktu pelaksanaan PON yang kian mepet. Maka itu, dengan waktu yang singkat ini, pihaknya mengarahkan agar pelatihan bisa dioptimalkan.
Jika relawan yang tidak menjalani sistem gelembung itu tidak dipastikan sehat (negatif Covid-19), sistem gelembung yang dijalankan kontingen akan percuma. Perlu dikoordinasikan agar para relawan dites Covid-19 terus setiap hari. (Gatot S Dewa Broto)
Relawan patut dipastikan benar-benar paham mengenai tanggung jawab umum yang ada, yaitu mulai dari standar pelayanan, pemahaman mengenai olahraga atau arena olahraga terkait, pengetahuan mengenai daerah lokal, hingga penerapan protokol kesehatan yang berlaku. Mengenai daerah lokal misalnya, mereka wajib tahu apa kuliner khas dan potensi pariwisata setempat agar bisa menjelaskan ketika ada kontingen yang bertanya.
”Idealnya, pelatihan dilakukan secepatnya. Sekarang, dengan waktu yang mepet, pelatihan perlu dilakukan dengan seoptimal mungkin,” tutur Ade.
Wakil Sekjen II Bidang Hukum KONI Pusat sekaligus Koordinator Sub Panitia Besar PON di Merauke Othniel Mamahit menuturkan, pihaknya akan segera menyiapkan buku panduan bagi para relawan. ”Salah satu penekanan utamanya mengenai protokol kesehatan, seperti relawan harus sudah divaksin dan menjalani tes Covid-19 reguler selama PON,” ujarnya.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengutarakan, dari hasil rapat koordinasi bersama Panitia Besar PON dan KONI Pusat secara daring, Jumat, para relawan tidak mendapatkan akomodasi khusus selama PON. Itu agar tidak membebani biaya akomodasi PON yang terbatas. ”Untuk itu, para relawan akan pulang-pergi dari rumah masing-masing selama PON,” katanya.
Maka itu, lanjut Gatot, Panitia Besar PON wajib memastikan kesehatan para relawan setiap hari. Mereka patut menjalani tes Covid-19 setiap hari sebelum berinteraksi dengan para atlet ataupun tamu PON.
Kontingen PON bakal menjalani sistem gelembung. Aktivitas mereka hanya dari tempat akomodasi dan arena latihan ataupun pertandingan seperti yang diterapkan dalam Olimpiade Tokyo 2020. Itu untuk meminimalisir potensi kontingen terpapar Covid-19.
”Jika relawan yang tidak menjalani sistem gelembung itu tidak dipastikan sehat (negatif Covid-19), sistem gelembung yang dijalankan kontingen akan percuma. Perlu dikoordinasikan betul dengan dinas kesehatan setempat agar para relawan dites Covid-19 terus setiap hari,” tuturnya.
Selain itu, Gatot mengatakan, jumlah relawan yang mencapai 25.000 orang harus dipertimbangkan masak-masak. Sebab, jumlah itu cukup besar dan bisa menimbulkan keramaian selama PON. Hal itu dikhawatirkan bisa mempertinggi risiko penularan Covid-19.
”Berkaca dari Olimpiade Tokyo, mereka justru memangkas jumlah relawan guna meminimalisir interaksi selama ajang berlangsung,” pungkasnya.