Misi David Jacobs mengejar medali emas Paralimpiade masih belum tuntas. Untuk ketiga kalinya, atlet tenis meja difabel andalan Indonesia itu akan bertarung memerebutkan emas di Tokyo 2020. Peluang itu sangatlah terbuka.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Atlet tenis meja difabel, David Jacobs (44), akan mengikuti Paralimpiade untuk ketiga kalinya saat tampil di Tokyo 2020. Setelah meraih segudang prestasi di berbagai ajang, David penasaran meraih medali emas Paralimpiade.
Pemain kelas 10 (disabilitas tangan dengan level terendah) itu belum pernah menyumbang emas di dua edisi Paralimpiade sebelumnya. Dia meraih perunggu pada Paralimpiade London 2012 dan kandas pada babak perdelapan final Rio 2016.
Berbekal pengalaman dan rasa penasaran, David berambisi meraih prestasi puncak di Tokyo. ”Saya akan berusaha lebih baik dan berdoa agar bisa mengeluarkan kemampuan terbaik,” kata atlet peringkat kedua dunia tersebut saat dihubungi pada Kamis (19/8/2021).
David dan atlet tenis meja lainnya telah tiba di Tokyo, Selasa (17/8). Mereka belum bisa berlatih pada tiga hari awal karena langsung menjalani karantina. Namun, katanya, kondisi tim sangat baik karena mereka rutin berjoging dan senam.
Menurut David, Paralimpiade Tokyo jauh berbeda dibandingkan edisi-edisi sebelumnya. Kunci berprestasi adalah tetap sehat mengingat mereka menjalani tes Covid-19 setiap pagi. Jika positif Covid-19, persiapan mereka beberapa tahun terakhir akan berakhir percuma.
”Hal penting pertama adalah bisa bertanding dalam keadaan sehat, namun tetap santai agar tidak terlalu khawatir (positif). Kalau sehat, tinggal bagaimana bisa mengeluarkan yang terbaik karena saya dan semua lawan di sini (Tokyo) sudah sering bertemu,” ucap atlet kidal peraih medali emas Asian Para Games 2018 itu.
David akan berlaga dalam dua nomor di Yokyo, yaitu tunggal kelas 10 dan beregu kelas 9-10. Dia akan berduet dengan pasangan gandanya saat meraih emas Asian Para Games, Komet Akbar, dalam nomor beregu. Adapun nomor beregu mempertandingkan tiga laga (dua laga tunggal dan sekali ganda).
Peluang terbesarnya meraih emas berada di nomor beregu. Duet David-Komet punya kelebihan karena sama-sama atlet kelas 10. Adapun peserta negara lainnya, seperti China, memiliki salah satu atlet dari kelas 9. Atlet andalan China, Hao Lian, adalah dari kelas 10, adapun Yi Qing Zhao di kelas 9. Kian rendah kelasnya, gerakan mereka kian terbatas seiring meningkatnya faktor disabilitas.
Salah satu lawan yang diwaspadai David/Komet adalah pasangan Perancis, Mateo Boheas/Gilles De La Bourdonnaye. Selain sama-sama berada di kelas 10, Boheas adalah pemain yang mengalahkan David pada Paralimpiade Rio 2016.
Meskipun kini tidak lagi muda, David menilai dirinya kini dalam kondisi puncak. Ia merasa persiapan di Tokyo adalah yang terbaik dibandingkan Asian Para Games maupun Paralimpiade sebelumnya. Teknik dan fisik atlet kelahiran Makassar itu pun kian meningkat.
Kak David sudah seperti abang, guru saya. Sangat istimewa bisa berpasangan dengannya karena saya sangat mengidolakan beliau sebelum terjun ke tenis meja disabilitas. (Komet Akbar)
Hanya saja, dia sedikit mengkhawatirkan jam terbang bertanding yang sulit didapatkan semasa pandemi Covid-19. Terakhir kali David berkompetisi di luar negeri adalah pada November 2019, yaitu di ajang Kejuaraan Tenis Meja Difabel Terbuka di Belanda.
“Namun, kurang tanding tidak boleh jadi alasan. Itu dialami hampir seluruh negara. Kami harus mengantisipasi lawan sejak babak pertama karena semuanya imbang. Banyak lawan hebat dari negara lain, tidak hanya China,” pungkas peraih tujuh medali emas ASEAN Para Games 2011 tersebut.
Debutan
Berbeda dengan David, Komet baru akan menjalani debutnya di Paralimpiade. Tak heran, dia mengalami rasa campur aduk di dalam dada, yaitu antara antusias dan sedikit grogi. Kata Komet, mengikuti Paralimpiade sangat berbeda dibandingkan ajang-ajang lainnya.
“Beda banget euforianya. Mungkin karena memang yang masuk ke sini bukan atlet sembarangan. Isinya yang terbaik. Ini memang Paralimpiade pertama saya, tetapi saya ingin buat sejarah dari sini. Peluangnya agak besar di beregu. Mudah-mudahan lancar,” ucap Komet.
Bagi Komet, pengalaman debutnya di Tokyo 2020 semakin spesial karena akan berduet dengan David. Selain meraih emas Asian Para Games 2018 bersama, keduanya sudah seperti kakak dan adik saat berada di dalam maupun luar lapangan.
“Kak David sudah seperti abang, guru saya. Sangat istimewa bisa berpasangan dengannya karena saya sangat mengidolakan beliau sebelum terjun ke tenis meja disabilitas. Namun, sebagai yunior, saya juga tetap mengingatkan kalau ada yang kurang. Intinya kami saling mengisi,” tambahnya.
Kekompakan inilah yang menjadi modal tim tenis meja Indonesia bertarung di Tokyo. Adapun Komite Paralimpiade Indonesia menargetkan setidaknya satu medali perunggu dari cabang ini.
Atlet-atlet tenis meja baru bisa berlatih mulai Jumat ini. Mereka akan berlatih sambil menunggu undian pertandingan pada Senin (23/8). Pertandingan pertama akan berlangsung pada Rabu (25/8) atau sehari setelah upacara pembukaan.