Chelsea meraih trofi kedua Piala Super Eropa usai menumbangkan Villarreal 6-5 dalam adu penalti. Gelar itu membuat Tuchel sebagai manajer Chelsea pertama yang mampu mengawinkan trofi Liga Champions dan Piala Super Eropa.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
BELFAST, KAMIS – Kemenangan atas Villarreal melalui adu penalti di ajang Piala Super Eropa, Kamis (12/8/2021) dini hari WIB, menggoreskan sebuah catatan bersejarah baru bagi Chelsea. Untuk pertama kali, “Si Biru” mampu meraih Liga Champions dan Piala Super Eropa dalam tahun yang sama. Prestasi itu tercipta berkat kecermatan sang manajer, Thomas Tuchel.
Chelsea gagal mengawinkan trofi Liga Champions dengan Piala Super Eropa pada kesempatan perdana di tahun 2012. Kala itu, Chelsea tumbang dari Atletico Madrid, yang berpredikat sebagai kampiun Liga Europa edisi 2011-2012. Sebelumnya, Chelsea pernah membawa pulang trofi Piala Super Eropa edisi 1998 usai mengalahkan Real Madrid Di Stadion Louis II, Monako. Kala itu, Chelsea merupakan peraih trofi Piala Winners edisi 1997-1998.
Dengan raihan trofi Piala Super Eropa kedua itu, Chelsea menambah koleksi tim Inggris yang meraih gelar juara di laga juara dua kompetisi antarklub terbaik di Eropa itu. Inggris sudah menyabet sembilan gelar juara, sehingga menyamai capaian kolektif tim Italia. Perwakilan Spanyol masih menjadi pengoleksi terbanyak trofi Piala Super Eropa secara kolektif dengan 15 kali juara.
Penentuan raihan gelar juara kedua yang diraih Chelsea pada tahun ini disumbangkan oleh penampilan apik kiper pengganti, Kepa Arrizabalaga, yang menggagalkan dua sepakan penalti pemain Villarreal, yaitu Aissa Mandi dan Raul Albiol. Alhasil, Chelsea unggul 6-5 dalam adu penalti setelah kedua tim bermain imbang 1-1 selama 120 menit. Pada laga itu, Tuchel memang mempersiapkan khusus Kepa sebagai kiper untuk drama adu penalti. Dari tiga kiper yang dimiliki tim utama Chelsea, kiper asal Spanyol itu, memiliki persentase lebih baik untuk menghalau penalti dalam sesi latihan penalti tim sejak musim lalu.
Tuchel mengungkapkan, dirinya sudah menyiapkan Kepa untuk menjadi andalan di babak adu penalti sejak babak kelima Piala FA 2020-2021 melawan Barnsley. Namun, strategi itu belum bisa diterapkan karena “Si Biru” memainkan seluruh babak gugur Piala FA, termasuk laga final, serta partai puncak Liga Champions musim lalu tanpa menjalani adu penalti.
Ketika laga memasuki menit ke-119, Tuchel pun memasukkan Kepa untuk menggantikan Edouard Mendy yang tampil brilian dengan melakukan empat penyelamatan untuk menjaga gawang Chelsea hanya kebobolan satu gol.
“Saya senang keputusan memasukkan Kepa berjalan baik. Kami memiliki bukti bahwa Kepa memiliki kemampuan lebih baik dalam adu penalti. Secara keseluruhan, saya senang untuk Kepa dan Edouard (Mendy), mereka adalah penjaga gawang yang bisa berkontribusi baik untuk tim,” ujar Tuchel dilansir BBC seusai laga.
Hal itu sekali lagi menunjukkan kecermatan Tuchel untuk memahami setiap anak asuhannya di Chelsea. Tuchel memang telah mematenkan skema permainannya, yaitu formasi 3-4-2-1, tetapi ia fleksibel terhadap peran para pemain tergantung lawan yang dihadapi.
Di laga melawan Villarreal, misalnya, manajer asal Jerman itu memilih memainkan Mateo Kovacic bersama N’Golo Kante dibandingkan memasang tandem Kane dan Jorginho. Kemampuan dribel dan insting menyerang Kovacic terbukti mampu menopang trisula lini depan “Si Biru” untuk menekan pertahanan “Si Kapal Selam Kuning”, julukan Villarreal.
“Saya memang sama sekali tidak menyentuh bola sebelum adu penalti. Itu bukan situasi yang normal, tetapi saya telah mempersiapkan diri secara fisik dan mental,” kata Kepa.
Saya memang sama sekali tidak menyentuh bola sebelum adu penalti. Itu bukan situasi yang normal, tetapi saya telah mempersiapkan diri secara fisik dan mental.
Tak hanya Kepa, Mendy pun bahagia dengan penampilan rekan setimnya itu di adu penalti. Menurut Mendy, dirinya sangat mendukung keputusan manajer yang lebih memahami keunggulan setiap pemain sesuai dengan kondisi laga.
“Saya tahu sejak awal tahun ini bahwa Kepa akan masuk ke dalam lapangan dan menolong tim ketika kami menghadapi adu penalti. Saya senang kami menang, kami bekerja sama untuk meraih kesuksesan,” kata kiper tim nasional Senegal itu.
Kehilangan Ziyech
Chelsea tampil dominan selama 30 menit pertama laga. Puncaknya, Hakim Ziyech menciptakan gol pembuka setelah menerima umpan dari Kai Havertz di menit ke-27. Namun, Ziyech harus keluar lapangan karena cedera lengan setelah berbenturan dengan pemain Villarreal. Ia ditarik keluar pada menit ke-43. Tuchel memasukkan Christian Pulisic untuk menggantikan Ziyech.
Meskipun masih ikut perayaan trofi Piala Super Eropa, tetapi tim medis Chelsea memberikan penyanggah untuk lengan kanan Ziyech. Tuchel memastikan, cedera mantan pemain Ajax Amsterdam itu adalah sesutau yang serius.
“Jika Anda menarik pemain di babak pertama, maka itu adalah cedera serius,” ucap Tuchel.
Di babak kedua, dominasi dipegang oleh Villarreal. Permainan menyerang “Si Kapal Selam Kuning” membuat lini pertahanan Chelsea kewalahan. Gerard Moreno, penyerang Villarreal, menjadi sosok protagonis bagi timnya berkat gol di menit ke-73. Gol itu berawal dari permainan satu-dua Moreno dengan Boulaye Dia di dalam kotak penalti Chelsea.
Itu adalah gol ke-83 Moreno untuk Villarreal, sehingga ia mencatatkan dirinya sebagai pencetak gol terbanyak dalam sejarah tim. Ia menggeser pemuncak daftar itu sebelumnya, yaitu Giuseppe Rossi yang mencetak 82 gol dalam periode 2007 hingga 2013. Dengan penampilan briliannya selama 120 menit, Moreno pun dianugerahi gelar pemain terbaik di laga Piala Super Eropa ke-46.
“Meskipun gagal membawa pulang trofi, ini adalah hari yang patut dibanggakan oleh kami, seluruh pendukung, dan setiap orang yang memiliki keterikatan dengan tim ini. Kami bermain dengan sangat baik melawan Chelsea yang lebih difavoritkan dan menurut saya, tim terbaik di dunia saat ini,” ujar Moreno dilansir laman resmi UEFA.
Meskipun gagal membawa pulang trofi, ini adalah hari yang patut dibanggakan oleh kami. Kami bermain dengan sangat baik melawan Chelsea yang lebih difavoritkan dan menurut saya, tim terbaik di dunia saat ini.
Bagi Pelatih Villarreal Unai Emery, kekalahan timnya menjadi kegagalan ketiganya dalam usaha merebut Piala Super Eropa. Sebelumnya, Emery juga gagal membawa trofi Piala Super Eropa ketika memimpin Sevilla pada edisi 2015 dan 2016.
“Ini adalah sebuah kehormatan untuk mewakili klub, Villarreal, dan La Liga. Saya tidak bisa menyalahkan pemain karena mereka melakukan usaha yang fantastis,” kata Emery. (AFP/SAN)