Henry Oka melalui jalan panjang dan berliku untuk menjadi juri internasional di olahraga menembak.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·6 menit baca
Olimpiade bukan hanya impian bagi para atlet untuk menjadi yang terbaik. Ajang itu juga menjadi impian bagi para juri untuk menghadirkan pertandingan dan lomba yang adil, sportif, serta kredibel. Salah satunya, Henry Oka, juri menembak asal Indonesia yang menjadi pemimpin nomor pistol di Olimpiade Tokyo 2020.
Mimpi menjadi bagian Olimpiade dirintis Henry sejak 12 tahun lalu. Henry telah melewati jalan panjang dan berliku untuk menjadi juri internasional yang diakui kredibilitasnya oleh Federasi Olahraga Menembak Internasional (ISSF) dan Komite Wasit ISSF. Dia telah mendapatkan lisensi internasional sebagai juri yang bisa memimpin nomor pistol, senapan api, shotgun, target control, dan electronic target control. Dedikasi dan ketekunan mempelajari aturan menembak yang berubah setiap empat tahun sekali menempatkan Henry sebagai juri menembak pertama dari Indonesia yang memimpin di ajang Olimpiade.
Henry menggeluti olahraga menembak sejak kecil karena dia lahir dari keluarga petembak. Dia aktif dalam kepengurusan Perbakin hingga menjadi salah satu motor penggerak Pengurus Cabang Perbakin Kabupaten Jembrana, Bali.
Awalnya, Henry menekuni sebagai pelatih, mulai dari level nasional hingga internasional. Dalam perjalanan sebagai pelatih, Henry menyadari iklim kejuaraan menembak nasional masih jauh dibandingkan internasional.
"Saya mulai menekuni penjurian menembak karena ada tantangan. Saya awalnya pelatih, tetapi begitu bisa menciptakan atlet yang bagus, ada hal lain yang perlu dipelari yaitu memahami regulasi," ungkap Henry sebelum memimpin nomor pistol di Asaka Shooting Range, arena Olimpiade Tokyo 2020, Sabtu (24/7/2021).
Dia melanjutkan, atlet bisa didiskualifikasi jika tidak memahami regulasi atau atlet bisa dirugikan jika ada keputusan juri yang salah. ”Dari situ saya fokuskan untuk mendalami penjurian. Sejak 2009, saya mulai mengambil sertifikasi untuk juri nasional dan kebetulan pada 2010 kita menjadi tuan rumah untuk SEASA, dan SEA Games pada 2011. Saya mengambil sertifikasi internasional, dan mendapatkan sertifikasi juri internasional pada 2010,” ujar Henry.
Menjadi juri harus memiliki motivasi untuk membaca regulasi secara detail dan mendalam. Pemahaman itu kemudian diuji dengan memimpin kejuaraan level nasional. Apabila dinilai bagus oleh ISSF, akan mendapatkan kesempatan memimpin kejuaraan internasional.
Namun, untuk menjadi juri internasional, tantangan biaya juga sangat besar. Pada awal merintis karier sebagai juri, Henry sering kesulitan dengan biaya, hingga harus mengajukan bantuan ke organisasi dan lembaga pemerintah. Untuk menjadi wasit kelas dunia, minimal harus memimpin lima kejuaraan yang diikuti oleh minimal lima negara.
”Untuk bisa memimpin kejuaraan internasional, kita juga harus mendaftar, dan badan dunia akan menyeleksi juri-juri yang sudah memiliki konduite untuk bisa mereka tugaskan,” kata Henry.
Henry mengatakan, juri internasional harus memiliki dasar lisensi juri nasional. Untuk lisensi nasional awalnya itu C kemudian di lisensi internasional diawali B. ”Setelah lima lima kali memimpin kejuaraan internasional dengan minimal peserta dari lima negara, kita bisa meningkatkan menjadi lisensi A. Jadi prosesnya panjang,” ujar Henry.
Jalan panjang itulah yang sering menjadi batu sandungan bagi mereka yang menekuni penjurian menembak. Tidak sedikit yang akhirnya jalan di tempat karena tidak mendapatkan dukungan dari organisasi ataupun lembaga pemerintah.
Dulu, juri dinilai tidak memiliki peran strategis dalam pembinaan atlet. Padahal, jika dilihat lebih mendalam, jurilah yang berperan besar menciptakan kejuaraan yang kredibel dengan menegakkan aturan. Jika terbiasa berkompetisi di iklim yang ketat, disiplin, dan kredibel, atlet pun akan terpacu memperbaiki performa.
”Di awal saya menekuni ini, kita menjadi orang yang berusaha menegakkan regulasi, itu tantangannya berat, karena kalau kita menyatakan A adalah A dan B adalah B, kadang itu tidak bisa menyenangkan semua pihak,” ungkap Henry.
Henry bertekad membuktikan posisi juri itu berada di tengah. ”Kami tidak terlibat dalam politik yang ada di dalam organisasi, kita senetral mungkin dalam mengambil keputusan, dan tidak boleh memihak siapa pun,” ujarnya.
Namun, pandangan terhadap juri perlahan berubah seiring dengan pemahaman bahwa juri bisa menciptakan iklim kompetisi level tinggi. ”Kami merasa beruntung saat ini karena dukungan dari organisasi juga Komite Olimpiade Indonesia sangat bagus. Mereka mendukung kami untuk Olimpiade Tokyo 2020 ini. Perbakin juga mendukung juri-juri menembak Indonesia yang bertugas ke luar, jadi iklim organisasi sekarang sudah jauh lebih baik,” ungkap Henry.
Langkah Henry menekuni penjurian dan membangun kredibilitasnya di ajang internasional, mengantar dirinya ke Olimpiade Tokyo 2020. Dia sempat terkejut, bercampur bangga, dan bahagia, saat mendapat undangan untuk menjadi juri Olimpiade.
Persaingan menjadi juri Olimpiade sangat ketat, karena saat ini ada sekitar 8.000 juri internasional, termasuk yang baru mendapatkan lisensi A. ”Sebagai perbandingan, nomor identitas saya di angka 5.000-an (A 5916). Sekarang ini sudah ada 8000-an juri termasuk yang baru. Dalam persaingan itu, saya mencoba menjadi yang terbaik di antara rekan yang ada karena penilaian juga dari induk organisasi internasional, jadi setiap ajang yang kita pimpin mereka ada menilai kinerja kita,” ujar Henry.
Untuk menjadi juri di Olimpiade, Henry harus berkompetisi dengan juri-juri di Asia dan seluruh dunia. ”Kami harus menjaga kredibilitas, dan itu memerlukan waktu yang panjang untuk membuktikan juri dari Indonesia mampu memimpin pertandingan dengan sangat baik,” katanya.
Jalan menuju Tokyo saat pandemi Covid-19 ternyata juga tidak mudah bagi Henry. ”Olimpiade kali ini tekanannya berbeda dengan yang lain, karena setiap hari atlet, petugas lapangan, juri, dan semua yang terlibat di sini, harus menjalani tes PCR. Ini tantangan bagi kami semua,” ungkap Henry.
Menjadi juri Olimpiade juga menghadirkan tekanan besar bagi Henry, karena semua perhatian dunia tertuju ke ajang ini. ”Sebagai juri menembak, kita hanya memiliki waku yang singkat untuk memutuskan, karena sebelum seri berikutnya, kita sudah harus bisa memutuskan se-fair mungkin. Jadi penguasaan materi regulasi itu mutlak, memiliki satu pemahaman regulasi, dan berani mengambil keputusan se-fair mungkin," ungkap Henry.
Setelah menjadi juri menembak pertama dari Indonesia untuk Olimpiade, Henry akan mentransfer pengetahuannya ke juri-juri daerah dan nasional. Dia akan memaksimalkan posisinya sebagai Ketua Komisi Perwasitan PB Perbakin untuk mencetak juri-juri baru di daerah.
”Untuk pelatihan dasar, saya di komisi perwasitan membuka kesempatan bagi semua daerah untuk memiliki juri menembak. Seiring dengan itu, kami pun mulai mempromosikan, menominasikan juri-juri Indonesia untuk bisa memimpin kejuaraan-kejuaraan internasional. Ini sekaligus regenerasi bagi saya. Saya berharap ini menjadi pembuka jalan bagi juri-juri lain dari Indonesia untuk mencapai Olimpiade, puncak tertinggi dari ajang olahraga,” kata Henry.
K.S. Henry Indrayani Oka
Lahir: 4 Januari 1979
Lisensi ISSF: A5916
Sertifikat Olahraga Menembak, antara lain:
- ISSF Judges-Class ”A” License
- ISSF Shotgun Referee
- WSPS Judges-Class ”B”
- ISSF Judges Instructor
- ISSF Championship Organizer
- Olympic Solidarity (IOC) Coaches for Shooting
Jabatan:
- Chairman Pistol Committee-ASC Technical and Judges Committee, Pistol Sub Committee, 2019-Present
- Committee member-ASC Technical and Judges Committee, Pistol Sub Committee (2015-2019)