Tim Basket Semua Negara Mengejar Amerika Serikat
Tim bola basket putra dan putri AS bisa tersenyum dengan kembali menyapu bersih medali emas. Namun, alarm bahaya telah berbunyi untuk mereka. Negara lain terus mengejar dan sudah berada semakin dekat.

Rudy Gobert (kanan) dari Perancis dan Kevin Wayne Durant dari AS berjaga di bawah keranjang dalam pertandingan final bola basket putra antara Perancis dan AS dalam ajang Olimpiade Tokyo 2020 di Saitama Super Arena di Saitama pada 7 Agustus 2021.
Tim bola basket putra dan putri Amerika Serikat sama-sama meraih emas pada dua Olimpiade terakhir, Rio 2016 dan Tokyo 2020. Namun, di antara prestasi tertinggi itu, ada perbedaan yang cukup signifikan. Mereka mendominasi mutlak di London, tetapi bertatih-tatih di Tokyo.
Lima tahun lalu, tim berisikan bintang NBA ini menyulap laga final Olimpiade bagaikan pertandingan uji coba. Tidak ada tensi dan ketegangan selama laga. Mereka amat dominan atas Serbia yang berujung kemenangan telak 30 poin (96-66).
Di Tokyo, tim AS harus memeras keringat untuk bisa mempertahankan emas. Skuad yang dipimpin forward NBA Kevin Durant ini susah payah menang atas Perancis dalam partai puncak, 87-82. Mereka bertarung sampai 8 detik terakhir sampai bisa memastikan kemenangan.
Perbedaan timpang ini dijelaskan secara singkat oleh Durant. Katanya, mereka datang dengan minim persiapan, juga banyak pemain debutan. Hanya 2 dari 12 pemain, Durant dan Draymond Green, yang merupakan veteran Olimpiade. Pelatih mereka, Gregg Popovich, juga berstatus debutan di Tokyo.

Kapten tim basket Amerika Serikat Kevin Durant menggigit medali emas yang diraih timnya seusai memenangi pertandingan final bola basket putra antara Perancis dan AS di Olimpiade Tokyo 2020 di Saitama Super Arena di Saitama, Sabtu (7/8/2021).
Durant menilai kualitas tim AS masih sangat jauh dari negara lain, tidak seperti kritik dari banyak pengamat bola basket. ”Berbicara tentang mereka (negara lain) menyusul kami, apakah Anda serius? Kemampuan kami (dengan mereka) tidak setara,” ucapnya dalam siaran langsung Instgram Story.
Sang kapten AS boleh saja menyangkal. Namun, jika ditarik lebih jauh, dominasi AS sebagai kiblat bola basket dunia memang tampak tergerus dalam ajang empat tahunan tersebut.
Berbicara tentang mereka (negara lain) menyusul kami, apakah Anda serius? Kemampuan kami (dengan mereka) tidak setara.
Indikasinya bisa terlihat dari jarak selisih poin kemenangan AS dalam setiap pertandingan di tiga gelaran Olimpiade terakhir. Jarak kemenangan mereka semakin menurun, dari 32,1 poin (London), 22,5 poin (Rio), hingga terakhir Tokyo (20 poin).
Baca juga : Pembalasan Termanis Tim AS yang Berbuah Emas
Berkurangnya dominasi tidak bisa dimungkiri karena kebangkitan negara-negara lain, khususnya di Eropa. Perancis saja contohnya. Tidak hanya mengimbangi di final, tim yang dipimpin center asal NBA Rudy Gobert ini juga berhasil mengalahkan AS pada laga pembuka babak grup A (83-76).

Pemain basket Perancis Rudy Gobert (tengah) bersiap mencetak poin pada pertandingan final bola basket putra antara Perancis dan AS di Olimpiade Tokyo 2020 di Saitama Super Arena di Saitama, Sabtu (7/8/2021).
Gobert dan kawan-kawan merusak rekor tidak ”tersentuh” AS selama 25 laga Olimpiade setelah terakhir kali kalah di Athena 2004. Meski minim persiapan, AS tetaplah skuad mengerikan dan jauh diunggulkan karena punya bintang terbaik NBA, seperti Durant, Damian Lillard, ataupun Devin Booker.
Padahal, Perancis datang berstatus tim kuda hitam. Mereka tidak diperkirakan akan melangkah sampai final. Tim peringkat ke-7 dunia versi FIBA ini saja baru bisa kembali meraih perak Olimpiade di Tokyo setelah terakhir kali pada Sydney 2000.
Baca juga : Persembahan Emas Sang Kapten Amerika
Menurut pengamat sekaligus mantan pemain NBA, Kendrick Perkins, peta persaingan memang mulai bergeser. AS masih dominan karena punya liga terbaik di dunia, NBA, tetapi negara lain mulai menyusul. ”Pemain internasional perlahan mengambil alih permainan bola basket,” katanya.
Perancis bisa melangkah jauh tak lepas dari fakta karena punya banyak pemain NBA. Mereka memiliki Gobert, Evan Fournier, dan Nicolas Batum sebagai pemain veteran. Ada juga pemain muda yang tampil di liga terbaik dunia tersebut, seperti Frank Ntilikina dan Timothe Luwawu-Cabarrot.

Pemain basket Perancis Evan Fournier melewati pemain Amerika Serikat Draymond Jamal Green untuk mencetak angka, pada laga penyisihan grup A Olimpiade Tokyo 2020, di Saitama Super Arena, Tokyo, Minggu (25/7/2021).
Banyaknya pemain internasional di NBA menjadi faktor utama mulai berkurangnya dominasi AS. Pemain tersebut mencuri ilmu dan pengalaman lalu dibawa ke negara masing-masing.
Tidak hanya Perancis, Australia (dengan Patty Mills dan Joe Ingles) dan tim debutan Slovenia (dengan Luka Doncic) juga bisa mencapai semifinal di Tokyo karena mengandalkan pemain NBA. Bahkan, Australia sukses memenangi medali pertamanya di Olimpiade kali ini.
Baca juga : Wajah Kuat AS Menatap Emas
Saat bersamaan, para pemain internasional justru mampu mendominasi NBA dalam beberapa tahun belakangan. Tiga pemenang Most Valuable Player (MVP) terakhir adalah Giannis Antetokounmpo (Yunani/2 kali) dan Nikola Jokic (Serbia). Sementara itu, empat peraih Defensive Player of The Year adalah Gobert (3 kali) dan Antetokounmpo.
Fenomena ini tidak lepas dari NBA yang membuka kesempatan lebih luas untuk pemain dari negara lain. Musim 2020-2021 saja, terdapat 107 pemain dari 41 negara internasional. Jumlah itu empat kali lipat lebih banyak dari era 1990-an.

Pebasket Slovenia Luca Doncic (kanan) dan Vlatko Cancar (kiri) berebut bola dengan pebasket Spanyol Willy Hernangomez pada penyisihan Grup C Olimpiade Tokyo 2020 di Saitama Super Arena, Saitama, Jepang, Minggu (1/8/2021).
Dengan kondisi terkini, wajar saja jika AS sempat ditaklukkan Nigeria dalam laga persahabatan sebelum berangkat ke Tokyo, 87-90. Padahal, mereka mengalahkan tim Afrika itu dengan selisih 83 poin (London 2012) dan 43 poin (laga persahabatan pada 2016). Semua itu karena Nigeria punya 7 pemain yang tampil di NBA.
Tak seperti Durant, Lillard mengakui perkembangan pesat dari tim dan pemain negara lain. ”Banyak negara terus berkembang. Pemain-pemain ini semakin membaik dan punya percaya diri tinggi. Terlebih mereka punya hasrat besar untuk mengalahkan kami. Itu terlihat di lapangan,” ucap pemain Portland Trail Blazers tersebut.
Kebangkitan putri
Perubahan peta persaingan di putra, terjadi juga di putri. Kisah keajaiban terjadi di bola basket putri pada Olimpiade Tokyo. Tim tuan rumah mengejutkan dunia dengan raihan perak pertama kali dalam sejarah keikutsertaan. Meski kalah (75-90), mereka mampu memberikan perlawanan di final kepada AS yang merupakan juara bertahan 7 kali beruntun tersebut.
Baca juga : Tim Putri Jepang Mematahkan Asumsi Tinggi Badan
Pencapaian tim Jepang menakjubkan karena datang sebagai tim terpendek kedua, rata-rata 1,75 meter, setelah tim Puerto Rico yang gugur lebih dulu di babak grup. Rerata tinggi badan mereka lebih rendah 11 sentimeter dari tim AS.

Pebasket putri Amerikat yang telah berusia 40 tahun Sue Bird (6) masih tampil gesit dan energik saat menghadapi tuan rumah Jepang pada babak penyisihan bola basket putri di Olimpiade Tokyo 2020, Jumat (30/7/2021).
Meski begitu, pebasket putri AS Diana Taurasi mengaku kesulitan meghadapi para ”kurcaci” Jepang. ”Pemain jepang sulit dijaga. Mereka bisa menembak dari mana pun di seluruh lapangan. Mereka bermain sangat baik. Karena itu, sangat bangga bisa meraih emas ini,” katanya yang meraih medali emas kelima di Olimpiade tersebut.
Dalam perjalanan itu, Jepang mengalahkan dua kali tim peringkat ke-5 dunia, Perancis (babak grup dan semifinal). Semua itu dicapai dengan skuad yang lebih pendek. Adapun tinggi badan sering sekali menjadi standar kehebatan di permainan bola basket.
Berbeda dari sektor putra, perkembangan putri terbaik Jepang bisa terjadi karena dilatih Tom Hovasse sejak 2017. Hovasse merupakan mantan pemain NBA yang membawa banyak pengetahuan dari ”Negeri Paman Sam”.
Hovasse berhasil mengeskploitasi kelebihan tim Jelang yang kalah tinggi badan. Pebasket ”Negeri Sakura” ini mengandalkan kecepatan, intensitas, dan juga efisensi lemparan jauh.

Pemain basket putri Jepang Rui Machida (kanan) mendribel bola melewati pemain Perancis Marine Fauthoux (kiri) pada laga semifinal antara Jepang melawan Perancis dalam Olimpiade Tokyo 2021 di Saitama Super Arena di Saitama pada Jumat (6/8/2021).
Menurut Hovasse, mengejar AS bukanlah sebuah hal gila nan mustahil. Hal itu wajar jika setiap tim bisa memaksimalkan potensi, termasuk yang ditunjukkan anak asuhnya. Dia sudah yakin akan meraih emas Olimpiade suatu hari nanti sejak ditunjuk sebagi pelatih. ”Kami punya peluang untuk bersaing jika bermain dengan energi dan determinasi tinggi,” ucapnya.
AS masih menjadi raja dan ratu bola basket dunia sepulang dari Tokyo. Namun, mereka patut waspada. Ancaman para pesaing dari seisi dunia semakin nyata karena bola basket telah berkembang semakin global. Ancaman dari kejaran negara-negara lain itu terpampang nyata di Tokyo. (AP/REUTERS)