Hadapi Brasil di Final, ”La Rojita” Membawa Harga Diri Eropa
Spanyol dan Brasil akan bersaing di final sepak bola putra Olimpiade Tokyo, Sabtu sore. Spanyol ingin mematahkan dominasi Amerika Latin dan meraih emas pertama di abad ke-21. Namun, juara bertahan Brasil tak gentar.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
YOKOHAMA, JUMAT - Spanyol membawa dua misi besar jelang melawan Brasil pada final sepak bola putra Olimpiade Tokyo di Stadion Nissan, Yokohama, Jepang, Sabtu (7/8/2021). Selain mengejar medali emas, mereka ingin mengembalikan harkat sepak bola Eropa yang tidak lagi pernah berjaya di ajang Olimpiade dalam 29 tahun terakhir.
Terakhir kali tim sepak bola putra Eropa meraih emas Olimpiade adalah 1992 silam di Barcelona. Menariknya, ketika itu, Spanyol menjadi juaranya. Kala itu, ”La Rojita” menumbangkan tim Eropa lain, Polandia, 3-2 di final. Itulah kali pertama cabang sepak bola di Olimpiade memakai regulasi skuad berisikan para pemain U-23.
Dalam enam edisi Olimpiade selanjutnya, duta Eropa hanya mengukir prestasi terbaik berupa medali perak. Hal itu diraih Spanyol pada Olimpiade Sydney 2000 dan Jerman di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Catatan itu sangatlah kontras dibandingkan prestasi tim Eropa di Piala Dunia. Empat edisi Piala Dunia terakhir dimenangkan negara-negara Eropa. Hanya Brasil yang mampu menjadi juara dunia di abad ke-21 ini ketika meraihnya pada 2002.
Kemarau prestasi Eropa di Olimpiade tidak lepas dari sikap ”setengah hati” ketika tampil di pesta olahraga multicabang terbesar sejagat itu. Dari empat duta Eropa di Tokyo 2020, hanya Spanyol yang mengirimkan skuad terbaik. Tiga wakil lainnya, yaitu Perancis, Jerman, dan Romania, kandas dini karena menampilkan pemain ”ala kadarnya” di Olimpiade 2020.
Perancis dan Jerman enggan memanggil para pemain muda yang selama ini tampil reguler di klub-klub raksasa Liga Perancis dan Liga Jerman. Waktu penyelenggaraan Olimpiade Tokyo yang amat mepet dengan persiapan tim jelang musim baru menjadi penyebabnya.
Nama besar
Spanyol bisa membawa sejumlah pemain bernama besar, seperti Pedri dan Mikel Oyarzabal, karena aturan Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) yang mewajibkan klub melepas para pemainnya untuk tampil di turnamen internasional.
Pelatih Spanyol Luis De La Fuente bersyukur bisa memiliki skuad U-23 terbaik. Menurut dia, pemain Spanyol di Tokyo 2020 adalah salah satu skuad muda terbaik La Rojita dalam beberapa dekade terakhir.
”Generasi tim ini tidak akan terulang. Saya bangga bisa menjadi bagian dari tim yang memiliki ambisi mencetak sejarah baru,” ujar Fuente dalam konferensi pers menatap laga final, Jumat (6/8/2021) malam WIB.
Berkat lolos ke final, Brasil menjadi tim kedua dalam sejarah yang konsisten meraih medali dalam empat Olimpiade beruntun.
Meskipun banyak pihak memiliki ekspektasi besar ke timnya untuk mengakhiri dahaga emas Olimpiade sejak 1992, Fuente berusaha memberikan situasi rileks kepada timnya. Skuad Spanyol berlatih dengan kondisi santai. Fuente tidak jarang menghampiri pemainnya untuk bercanda dalam sesi latihan terakhir, Jumat sore.
”Kami akan menghadapi final dengan keadaan tenang. Ini adalah kesempatan yang harus dinikmati karena berlaga di final Olimpiade adalah momen unik,” kata Fuente yang mempersembahkan trofi Piala Eropa U-21 2019 untuk Spanyol.
Adapun gelandang Brasil, Claudinho, berkata, Brasil telah menargetkan diri untuk mempertahankan emas Olimpiade ketika menuju ke Jepang. Bermain di final, lanjutnya, adalah perasaan luar biasa yang tidak bisa dialami seluruh pemain terbaik ”Selecao" selama ini.
”Laga nanti akan menjadi final yang sangat indah. Sebuah rintangan yang menarik untuk diatasi. Semoga kami bisa memenuhi mimpi untuk meninggalkan Jepang dengan medali emas,” tutur Claudinho.
Apabila mengalahkan Spanyol, maka Brasil akan menyamakan prestasi Argentina yang meraih medali emas dalam dua edisi Olimpiade beruntun sejak Barcelona 1992. Argentina mencatatkan prestasi itu pada Olimpade 2004 dan 2008.
Berkat lolos ke final, Brasil menjadi tim kedua dalam sejarah yang konsisten meraih medali dalam empat Olimpiade beruntun. Mereka sebelumnya telah meraih medali perunggu di Beijing 2008, perak di London 2012, dan emas di Rio de Janeiro 2016. Tim pertama yang mengukir prestasi itu ialah Yugoslavia yang mendapat medali perak di Olimpiade 1948, 1952, dan 1956. Mereka lalu meraih emas di Roma 1960.
Meksiko raih perunggu
Sementara itu, pada laga kemarin, Meksiko membawa pulang perunggu seusai mengalahkan Jepang, 3-1, di Stadion Saitama. Tiga gol Meksiko diawali dari skema bola mati.
Francisco Cordova membuka keunggulan ”El Tri” lewat titik putih pada menit ke-13. Johan Vazquez mencetak gol melalui sundulan di menit ke-22 berkat tendangan bebas Cordova. Lalu, Ernesto Vega menambah gol Meksiko dengan memanfaatkan umpan sepak pojok Cordova pada menit ke-58. Sementara itu, Jepang hanya bisa menciptakan satu gol hiburan, yaitu pada menit ke-78, lewat pemain pengganti, Kaoru Mitoma.
Perunggu adalah medali kedua Meksiko di sepak bola putra setelah emas di London 2012. El Tri menuntaskan dendam atas Jepang ketika kalah dalam laga Grup A di Tokyo 2020 serta perebutan perunggu di Meksiko 1968.
”Medali perunggu ini hiburan yang bisa sedikit menghapus kekecewaan kami karena kalah dari Brasil di semifinal,” kata kapten dan kiper veteran Meksiko, Guillermo Ochoa, dilansir laman resmi FIFA. (AFP)