Debut cabang panjat tebing di Olimpiade mampu memaku penggemar hingga saat terakhir. Mereka harus menunggu atlet terakhir beraksi untuk memastikan Alberto Gines Lopez sebagai peraih medali emas pertama di Olimpiade
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
TOKYO, KAMIS - Alberto Gines Lopez mematahkan semua prediksi dan mencatat sejarah sebagai pemanjat tebing pertama yang meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020, Kamis (5/8/2021). Sistem penghitungan poin peringkat di nomor kombinasi membuat perebutan podium harus menunggu hingga pendaki terakhir menyelesaikan gilirannya.
Pemanjat tebing berusia 18 tahun asal Spanyol itu mengungguli para pemanjat tebing senior yang memiliki reputasi dunia. Ketegangan tampil di Olimpiade untuk pertama kalinya membuat para unggulan seperti juara dunia bouldering dan kombinasi 2019 Tomoa Narasaki (Jepang), pemanjat tebing terpopuler Adam Ondra (Ceko), dan peringkat pertama kualifikasi Mickael Mawem justru gagal meraih podium.
Selain penampilan apiknya di nomor speed dan lead, kemenangan Gines turut dipengaruhi sistem penghitungan yang digunakan Federasi Panjat Tebing Internasional (IFSC). Di Tokyo, cabang debutan ini hanya menyediakan dua medali emas, masing-masing untuk nomor kombinasi putra dan putri. Adapun kompetisi panjat tebing internasional di bawah IFSC menggelar tiga nomor kompetisi, yakni lead, bouldering, dan speed.
Oleh karena itu, untuk bisa merebut medali, atlet harus bisa tampil apik di ketiga disiplin ini sekaligus. Nomor kecepatan adalah yang pertama dipertandingkan, atlet beradu cepat satu lawan satu memanjat dinding setinggi 15 meter. Peringkat pemanjat ditentukan dalam sistem gugur.
Nomor kedua adalah bouldering, yang menantang atlet memecahkan tiga atau empat masalah pendakian untuk mencapai puncak. Di tengah setiap pendakian terdapat titik zone, yang memberi atlet setengah poin, dan poin penuh untuk mencapai titik puncak. Peringkat pemanjat ditentukan berdasarkan siapa yang mencapai puncak terbanyak, jumlah zone terbanyak, dengan upaya paling sedikit.
Lead menjadi nomor penutup, yang menantang atlet memanjat dinding setinggi 15 meter dengan puluhan titik panjat dan tingkat kesulitan tertentu dalam waktu enam menit. Peringkat atlet ditentukan berdasarkan titik tertinggi yang dicapai dalam waktu tercepat.
Dua tahun lalu, saya masih sangat buruk di lomba kecepatan. Tapi saya bekerja keras dengan tim saya. Di Olimpiade ini saya sedikit beruntung bisa memenanginya.
Di setiap nomor, atlet akan mendapat poin sesuai peringkatnya. Peringkat teratas meraih poin 1, dan seterusnya. Di nomor kombinasi, poin peringkat pemanjat dari tiga nomor ini akan dikalikan. Atlet dengan hasil perkalian poin terkecil yang akan keluar sebagai pemenang.
Gines, yang menyebut nomor lead sebagai spesialisasinya, di luar dugaan menjadi pemanjat terbaik di nomor speed. Dia memanfaatkan absennya Bassa Mawem, atlet terbaik nomor speed saat kualifikasi, yang tak bisa bertarung di final karena cedera. Pada final nomor ini, Gines mencatat waktu 6,42 detik, mendahului Narasaki yang lebih diunggulkan. Narasaki yang sempat terpeleset di awal pemanjatan menyelesaikan lomba dengan waktu 7,82 detik.
Posisi Gines sempat terancam karena menempati posisi paling buncit dari tujuh peserta final di nomor bouldering. Namun, dia mampu memperbaiki penampilannya di nomor lead. Tampil di urutan kelima, dia mencapai titik panjatan 38+ yang menempatkannya di posisi kedua lead, di belakang Ondra yang mencapai titik 42+.
Dengan dua pemanjat tersisa, saat itu Gines total menempati posisi pertama dengan poin 14 hasil perkalian poin peringkat 1 speed, 7 bouldering, dan 2 lead, dengan dua pemanjat tersisa. Atlet Amerika Serikat Nathaniel Coleman di posisi kedua dengan poin 18 (speed 6, bouldering 1, lead 3). Narasaki dan Ondra yang sama sama meraih poin 24 berada di posisi ketiga.
Terancam
Posisi Gines mulai terancam ketika pemanjat keenam, Colin Duffy (AS) mencapai titik 40 dan menggeser Gines ke urutan ketiga di nomor lead. Namun, Gines masih memimpin dengan 21 poin. Momen krusial terjadi ketika pendaki terakhir asal Austria, Jakob Schubert beraksi. Jika Schubert mencapai titik yang lebih tinggi dari Gines tetapi lebih rendah dari Ondra, maka Ondra yang akan merebut medali emas dengan 24 poin (speed 4, bouldering 6, lead 1), karena Gines tergeser ke posisi keempat nomor lead dan koleksi poinnya akan bertambah menjadi 28 poin (1, 7, 4).
Namun, Schubert yang memanjat sebagai pebalap juru kunci (speed 7, bouldering 5), tampil maksimal di nomor andalannya itu. Dua kali juara dunia lead ini sukses mencapai puncak, menggeser Ondra ke peringkat kedua lead, sekaligus melemparkan Ondra ke posisi keenam total karena poinnya berlipat dua menjadi 48 (4, 6, 2). Akhirnya Gines meraih emas dengan 28 poin (speed 1, bouldering 7, lead 4), Coleman meraih perak dengan 30 poin (6, 1, 5), dan Schubert merangsek ke posisi ketiga dengan 35 poin (7, 5, 1).
Seusai menyegel medali emas, Gines mengungkapkan, dirinya bukanlah atlet panjat tebing yang terbiasa tampil di hadapan ratusan orang. Ia mengaku kerap tidak percaya diri ketika memulai karier profesional. Akan tetapi, dia menemukan pelatih yang mampu membuatnya mengeluarkan performa terbaik sekaligus membimbingnya untuk selalu tenang saat berlaga.
Ketenangan itu berguna saat Gines tampil buruk di nomor bouldering. Meski peluangnya menipis, ia mampu menebusnya dengan tampil apik di nomor lead. Tetapi, prestasi terbaiknya justru didapat di nomor speed. "Dua tahun lalu, saya masih sangat buruk di lomba kecepatan. Tapi saya bekerja keras dengan tim saya. Di Olimpiade ini saya sedikit beruntung bisa memenanginya," kata Gines.
Adapun Schubert tidak menyangka bisa mengamankan medali perunggu, karena mengawali nomor lead dengan menempati posisi terbawah di lomba speed dan tidak maksimal di nomor bouldering. Schubert menyebut penampilannya di nomor lead sangat luar biasa.
"Hasil itu muncul entah dari mana. Saya sempat berada dalam posisi yang buruk. Saya tahu peluang saya meraih medali kecil, bahkan jika saya bisa memenangi lead," katanya. Kejutan Schubert di panjatan terakhir terlihat dari teriakannya melepas emosi dan sorakan dari kontingen Austria saat Schubert dipastikan meraih medali perunggu. (AFP/REUTERS)