Karakter mesin diesel tim AS bisa jadi bumerang ketika berhadapan dengan Australia di semifinal. Australia punya segalanya untuk mengejutkan sang juara bertahan sejak Beijing 2008 tersebut.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
TOKYO, RABU – Tim bola basket Amerika Serikat selalu lambat panas selama berlaga di Olimpiade Tokyo 2020, termasuk saat menang atas Spanyol di perempat final. Karakter mesin diesel ini menjadi pertaruhan bagi Kevin Durant dan rekan-rekan, yang akan berjumpa dengan salah satu tim paling konsisten sejauh ini, Australia, dalam partai semifinal pada Kamis (5/8/2021).
AS seperti kehilangan gairah bermain ketika paruh pertama perempat final. Tim bertabur bintang NBA ini sempat dipermainkan Spanyol, hingga tertinggal 10 poin (29-39) jelang akhir babak kedua. Masalah klasik mereka sejak babak grup, lambat panas, tampak sudah menjadi kebiasaan.
Namun, tiba-tiba skuad asuhan pelatih Gregg Popovich ini mengamuk di paruh kedua. Mereka berbalik unggul langsung pada kuarter ketiga, lalu tak terkejar lagi hingga akhir laga (95-81). Karakter mesin diesel salah satunya ditunjukkan Durant, yang membuat 13 dari 29 poin di kuarter ketiga.
Permainan lambat panas ini mengindikasikan dua hal. Tim yang minim persiapan ini masih mencari irama bermain bersama, atau justru mereka memang tim bermental juara yang butuh tantangan besar untuk serius.
Kata Durant, kemenangan itu lebih menunjukkan mental kuat rekan-rekannya. Dia sama sekali tidak bermasalah jika tim harus tertinggal dulu sepanjang permainan. Hal terpenting, mereka bisa keluar sebagai pemenang.
”Saya suka bagaimana kami bisa menyelesaikan laga ini dengan sangat baik. Itulah cara seorang juara bermain,” kata sang kapten, yang sudah mengoleksi dua emas bersama tim AS dari Olimpiade London 2012 dan Rio de Janeiro 2016 ini seperti dikutip ESPN.
Top skor tim AS ini, dengan sumbangan rata-rata 18 poin, menilai mentalitas serupa juga harus dibawa menuju semifinal versus Australia di Arena Saitama Super. ”Kami harus menyelesaikannya. Kami ada di sini untuk merebut emas. Itu sangat mungkin, karena sekarang kami mulai memahami peran dan nyaman satu sama lain,” tambahnya.
Bumerang
Di sisi lain, mentalitas mesin diesel ini bisa menjadi bumerang tim AS. Lawan mereka selanjutnya adalah Australia, salah satu dari tiga tim yang belum terkalahkan di Tokyo 2020. Tim yang dipimpin dua penembak jitu NBA, Patty Mills dan Joe Ingles, menyapu bersih empat kemenangan sejak babak penyisihan grup.
Apalagi, Mills dan kawan-kawan punya modal lebih setelah mengalahkan AS dalam laga persahabatan jelang Olimpiade. Saat itu, Australia menang 91-83 lewat penampilan impresif pada paruh kedua.
”Kami sudah berpengalaman. Kami sudah sering sampai di titik ini (menuju juara) beberapa kali, dan tidak berhasil melewatinya. Pengalaman buruk itu menjadi bekal persiapan kami kali ini,” kata Mills, yang merupakan pemain favorit Popovich di San Antonio Spurs.
Jika AS lambat panas, Australia sudah siap menghukum mereka. Di perempat final, Australia hanya unggul 6 poin atas Argentina pada paruh pertama. Lalu, mereka semakin tidak terbendung setelah unggul. Lewat hujan lemparan tiga poin dengan akurasi 45 persen, mereka nyaris menang berselisih 40 poin (97-59).
Dia adalah orang yang paling kami butuhkan untuk menjadi sosok seperti yang kita kenal. Dia sudah memperlihatkan sebagai pemain terhebat di dunia, dan kami butuh sosok itu.
Mills berkata, tim Australia punya sesuatu yang mungkin tidak dimiliki lawannya, yaitu kesatuan dan kekompakan. Tim ini sudah lama bermain bersama, selalu mengikuti setiap kejuaraan dengan materi yang nyaris sama. Tidak seperti AS yang kali ini datang dengan 10 pemain debutan Olimpiade.
”Kami punya rasa kebersamaan yang menjadikan tim ini lebih fokus dari sebelumnya. Tim ini ingin mencapai sebuah prestasi bersama-sama. Kami punya kolektivitas yang sangat tinggi,” ucap Mills, yang menjadi top skor tim dengan perolehan 20,8 poin tiap gim.
Duel semifinal ini berpeluang menjadi pertarungan siapa tim yang lebih baik dalam adu lemparan tiga poin. Kedua tim sama-sama punya kelebihan dari lemparan jauh. AS dengan Durant dan Damian Lillard, sedangkan Australia mengandalkan Mills dan Ingles.
Popovich menyadari, pentingnya lemparan tiga poin pada laga semifinal nanti. Karena itu, dia berharap anak asuhnya bisa fokus sejak menit awal.
”Anda harus menjadi diri sendiri (tim yang kuat dalam tiga poin). Lemparan tiga poin sangat penting dalam bola basket sekarang ini. Itu sudah bukan rahasia lagi,” ucapnya.
Di perempat final, AS sangat inkonsisten dengan akurasi lemparan tiga poin. Mereka hanya memasukkan 4 dari 17 lemparan ke keranjang Spanyol pada paruh pertama. Namun, mereka bisa memperbaikinya dan menghasilkan 9 dari 15 lemparan pada paruh kedua.
Forward tim AS Draymon Green menilai, kunci kemenangan di semifinal ada dalam sosok Durant. ”Dia adalah orang yang paling kami butuhkan untuk menjadi sosok seperti yang kita kenal. Dia sudah memperlihatkan sebagai pemain terhebat di dunia, dan kami butuh sosok itu,” jelasnya.
Luka Doncic
Di semifinal lain, dua tim yang belum terkalahkan selama Olimpiade akan saling bertemu, Slovenia dengan Perancis. Laga ini akan menjadi pembuktian bagi bintang Slovenia, Luka Doncic, yang menjadi pemain paling dikagumi di Tokyo.
Doncic merupakan pemain paling dominan dengan mencatat rata-rata 26,3 poin, 10 rebound, dan 8 assist. Tak hanya itu, tim nasional Slovenia belum terkalahkan sejak 2017 jika guard asal tim NBA Dallas Mavericks ini berada di lapangan, dengan rekor 17 kali menang.
Doncic dan rekan-rekannya akan dihadang Perancis, yang merupakan semifinalis Rio 2016. Perancis punya tim solid yang juga berbasis pemain NBA seperti Rudy Gobert dan Evan Fournier. Adapun Perancis telah mengejutkan di laga pembuka grup dengan mengalahkan AS, sang juara bertahan sejak Beijing 2008.
Meski baru berusia 22 tahun, Doncic sudah dipercaya rekan setimnya sebagai pemimpin Slovenia. Pemain veteran Slovenia Zoran Dragic (32) percaya juniornya itu akan membawa tim ini berprestasi di Olimpiade.
”Dia adalah pemimpin kami,” ucap Dragic yang pernah bermain setim dengan ayah Doncic, Sasa Doncic, pada Olimpiade Beijing 2008. (AP/REUTERS)