Greysia Polii datang ke PB Jaya Raya saat masih kecil. Greysia menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi, kerja keras, dan semangat juang yang tinggi sejak masih kecil. Semua itu membuatnya mencapai sukses tertinggi.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Greysia Polii dikenal sebagai atlet yang selalu menunjukkan semangat di lapangan, punya motivasi tinggi, dan memiliki pergaulan luas. Orang yang berada di sekelilingnya melihat rasa percaya diri itu sudah ada pada diri Greysia sejak dia kecil.
Rasa percaya diri, motivasi, semangat, dan kerja kerasnya menghasilkan medali emas Olimpiade Tokyo 2020 bersama Apriyani Rahayu dari nomor ganda putri bulu tangkis. Dalam final di Musashino Forest Sport Plaza, Senin (2/8/2021), Gresyia/Apriyani mengalahkan Chen Qingchen/Jia Yifan (China), 21-19, 21-15.
Prestasi itu menjadi catatan sejarah bagi bulu tangkis Indonesia. Greysia/Apriyani menjadi ganda putri pertama yang mempersembahkan medali bagi “Merah Putih”. Mereka juga membuat Indonesia menjadi negara kedua, setelah China, yang bisa meraih emas dari semua nomor.
Indonesia meraih emas tunggal putra dari Alan Budikusuma di Barcelona 1992 dan Taufik Hidayat (Athena 2004), tunggal putri Susy Susanti (Barcelona 1992), ganda putra Candra Wijaya/Tony Gunawan (Sydney 2000) dan Markis Kido/Hendra Setiawan (Beijing 2008), serta ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (Rio de Janeiro 2016).
“Tanpa mengecilkan nomor ganda putri dan perjuangan pemain, emas dari Greysia/Apriyani menjadi kejutan. Pemain yang lebih diandalkan untuk mendapat emas sebenarnya ganda putra, Kevin/Marcus. Namun, Greysia/Apriyani telah menunjukkan bahwa ganda putri pun bisa menjadi juara dengan mengalahkan pemain China, Jepang, dan Korea yang lebih diunggulkan,” ujar Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wigoeno di Jakarta, Selasa (3/8/2021).
Kedua pemain itu berasal dari Jaya Raya. Greysia bergabung sejak 1996 pada usia sembilan tahun, sementara Apriyani berlatih di Jaya Raya sejak 2012, setelah pindah dari PB Pelita binaan Icuk Sugiarto.
Dituturkan Imelda, Jaya Raya meminta Apriyani dan Jauza Fadhila Sugiarto, yang menjadi partnernya, pindah klub agar memiliki lawan latih tanding lebih banyak. “Jaya Raya juga sudah punya kesempatan untuk mengirimkan pemain ke turnamen internasional. Jadi, saya memang mendekati Icuk supaya mereka mendapat kesempatan lebih besar,” tutur Imelda.
Berbeda dengan Apriyani yang datang ke Jaya Raya dengan modal kemampuan mumpuni sebagai pemain yunior, Greysia tiba dalam usia sekolah dasar. “Di antara pemain lain, dia yang paling kecil. Greysia latihan setahun di klub, sebelum dipindahkan ke pusdiklat. Sempat pindah ke PB Tangkas, lalu balik lagi ke Jaya Raya,” tutur pelatih Jaya Raya, Lany Tedjo.
Ketika kembali ke Jaya Raya itulah, pelatih Retno Kustijah, meminta Greysia tinggal di asrama. Dia pun latihan dengan lebih banyak pemain senior.
“Latihannya rajin, selalu minta tambahan. Sering juga bertanya pada yang lebih senior. Rasa percaya dirinya memang tinggi sejak kecil,” tutur Lany.
Latihannya rajin, selalu minta tambahan. Sering juga bertanya pada yang lebih senior. Rasa percaya dirinya memang tinggi sejak kecil.
Memulai perjalanan menjadi atlet bulu tangkis dengan bermain pada nomor tunggal dan ganda, Lany bercerita, Greysia memiliki kemampuan yang lebih istimewa bermain di ganda. “Dia pernah dipasangkan dengan Yuan Kartika yang posturnya lebih tinggi. Tetapi, pukulan Greysia justru lebih istimewa. Dia bisa membaca dan mengarahkan pukulan dengan lebih baik. Setelah itu, Greysia bermain bersama Heni Budiman dan mulai menjadi juara hingga dipanggil pelatnas,” lanjut Lany, bercerita tentang awal kisah Greysia bermain pada nomor ganda.
Sebelum berpasangan dengan Apriyani, sejak Mei 2017, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mencatat, pemain asal Manado, Sulawesi Utara, kelahiran Jakarta itu pernah berpartner dengan 19 pemain, dalam ganda putri dan campuran.
Salah satu di antara mereka adalah Nitya Krishinda Maheswari. Mereka berpasangan pada 2008-2010 lalu dipasangkan kembali pada 2013 oleh Bambang Supriyanto dan meraih medali emas Asian Games Incheon 2014 ketika dilatih Eng Hian, pelatih yang juga mengantarkan Greysia/Apriyani berdiri di podium tertinggi di Tokyo 2020.
Selain kerja keras menjalani semua program yang meningkatkan kemampuan teknis dan daya tahan fisik, pasangan dengan beda usia 11 tahun itu memiliki karakter sama yang menjadi modal untuk juara, yaitu semangat juang tinggi. Selama tampil dalam enam pertandingan di Tokyo, mereka selalu memperlihatkan sikap tubuh pantang menyerah, seperti dengan mengepalkan tangan sambil berteriak dan saling memberi semangat.
“Greysia punya kepercayaan diri tinggi, pantang menyerah, termasuk dalam pertandingan panjang yang berlangsung sekitar dua jam. Dia selalu belajar supaya lebih baik di dalam dan luar lapangan,” kata Aryono Miranat, asisten pelatih ganda putra yang pernah menjadi pelatih ganda putri di pelatnas bulu tangkis, Cipayung.
Ketika berpasangan dengan Nitya, Greysia bermain dalam pertandingan yang hingga saat ini tercatat sebagai laga terlama, selama dua jam 41 menit. Itu terjadi pada final Kejuaraan Asia 2016 ketika berhadapan dengan Naoko Fukuman/Kurumi Yonao. Greysia/Nitya kalah 21-13, 19-21, 22-24.
Atas hasil dari kerja keras Greysia/Apriyani, Jaya Raya pun akan memberikan apresiasi berupa bonus. Akan tetapi, Ketua Yayasan Pembangungan Jaya Raya Agus Lukita belum bersedia menyebut jumlahnya.
“Butuh sampai sekitar 20-an tahun untuk menjadi juara Olimpiade, seperti yang dialami Greysia. Yayasan Jaya Raya pun selalu punya komitmen untuk memberi bonus yang berguna untuk masa depan mereka,” kata Agus.