Komite Olimpiade Internasional tidak memberikan hadiah uang kepada para atlet yang meraih medali di Olimpiade. Padahal, mereka memiliki sumber daya memadai untuk membayar atlet.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
Hadiah uang telanjur identik bagi pemenang kompetisi atau turnamen olahraga tingkat internasional. Juara Piala Dunia sepak bola, Championships Tour selancar, atau BWF World Tour di bulu tangkis, selalu menyiapkan hadiah uang kepada para atlet yang berhasil menjadi juara. Namun, perlakuan yang tidak sama dialami atlet-atlet peraih medali di Olimpiade.
Meski menjadi multiajang internasional dengan nilai prestise tinggi, Komite Olimpiade Internasional (IOC) tidak memberikan hadiah uang kepada para atlet yang meraih medali di Olimpiade. Padahal, mereka memiliki sumber daya memadai untuk membayar para atlet peraih medali.
Sumber daya atau dana yang dimiliki IOC boleh dibilang cukup berlimpah. Secara garis besar, pendapatan IOC berasal dari penjualan hak siar Olimpiade dan sponsor.
Sebagai gambaran, jaringan televisi asal Amerika Serikat, NBC, harus merogoh kocek hingga 7,7 miliar dollar AS (lebih dari Rp 111 triliun) untuk mendapatkan hak siar lima Olimpiade, mulai Rio de Janeiro 2016 hingga Brisbane 2032. Selain itu, IOC memiliki sponsor berkontrak jangka panjang, yakni sejumlah perusahaan multinasional seperti Coca Cola, Samsung, Panasonic, Toyota, Intel, Visa, GE, Alibaba Group, Atos, Bridgestones, Dow, dan Omega. Ditambah dengan 15 mitra sponsor perusahaan Jepang, dan puluhan sponsor resmi lokal lainnya, Associated Press memperkirakan pendapatan IOC dari sponsor untuk Olimpaide Tokyo 2020 bisa mencapai 1,25 miliar dollar AS (Rp 18 triliun).
Dikutip dari laman Olimpiade, Senin (2/8/2021), pendapatan IOC dari hak siar televisi mencapai 73 persen. Hak pemasaran program-program unggulan menempati peringkat kedua penyumbang pendapatan IOC, yaitu sebesar 18 persen. Kemudian, 4 persen pendapatan diperoleh dari penjualan hak Olimpiade, dan 5 persen dari pendapatan lain-lain.
Bila tidak memberikan hadiah uang kepada atlet yang berada di podium juara, muncul pertanyaan, bagaimanakah penggunaan pendapatan yang diperoleh IOC dari penjualan hak siar dan sponsor?
Karena IOC adalah organisasi nirlaba, 90 persen pendapatan dari Olimpiade langsung digunakan untuk pengembangan olahraga dan atlet di masing-masing negara. IOC dilaporkan setiap harinya mendistribusikan sekitar 3,4 juta dollar AS (hampir Rp 50 miliar) ke seluruh dunia untuk membantu pengembangan kemampuan para atlet dan organisasi olahraga. Adapun sekitar 10 persen dari total pendapatan dialokasikan untuk mendanai operasional IOC.
Penghasilan atlet
Jika sebagian besar pendapatan IOC dipergunakan kembali untuk pengembangan olahraga dan bukan untuk memberikan hadiah uang bagi peraih medali, lalu apa keuntungan material yang atlet dapatkan dengan mengikuti Olimpiade? Mengenai hal tersebut, setiap atlet punya preferensinya masing-masing. Namun, secara umum ada anggapan bahwa memenanbgi medali, atau bahkan sekadar tampil di Olimpiade, bisa membuka jalan bagi karier sang atlet selanjutnya.
Olimpiade sejak lama telah ditabalkan menjadi puncak pencapaian bagi seluruh atlet di muka bumi. Bisa meraih medali emas, perak, atau perunggu telah menjadi penghargaan yang sangat besar atas kerja keras atlet selama bertahun-tahun, yang sering kali luput dari perhatian publik.
Prestise dan kebanggan ini yang membuat hampir semua atlet bermimpi untuk tampil di Olimpiade. Bersaing dengan sesama atlet dari seluruh dunia, dalam ajang yang khusus diselenggarakan untuk mereka, apalagi bisa meraih medali, adalah puncak pencapaian bagi atlet.
Siapa yang butuh poin peringkat jika kamu bisa punya kesempatan untuk memenangi medali emas?
Adapun IOC tidak membagikan hadiah uang, tetapi memberikan medali dan mengirimkan ”diploma Olimpiade”, sebuah sertifikat, kepada semua atlet yang mampu melaju setidaknya hingga babak delapan besar.
Selain itu, meski tidak mendapat hadiah uang dari IOC, para atlet peraih medali biasanya mendapat hadiah uang dari pemerintah mereka atau Komite Olimpiade Nasional (NOC) di negara masing-masing.
Komite Olimpiade dan Paralimpiade Amerika Serikat, sebagai contoh, menjanjikan hadiah uang sebesar 37.500 dollar AS (Rp 542 juta) untuk setiap keping medali emas, 22.500 dollar AS (Rp 325 juta) untuk medali perak, dan 15.000 dollar AS (Rp 215 juta) untuk peraih perunggu.
Di belahan dunia lain, nominal yang dijanjikan Pemerintah Singapura untuk membayar setiap keping medali yang didapatkan atletnya jauh lebih besar. Atlet Singapura peraih medali emas dijanjikan mendapat 1 juta dollar Singapura (sekitar Rp 10,6 miliar), serta berturut-turut 500.000 dollar Singapura (Rp 5,3 miliar), dan 250.000 dollar Singapura (Rp 2,6 miliar) untuk peraih medali perak dan perunggu.
Sumber penghasilan lain atlet yang berprestasi di Olimpiade juga datang dari sponsor atau pendukung pribadi. Dikutip dari The Independent, pelari peraih delapan medali emas Olimpiade, Usain Bolt, diperkirakan menghasilkan 30 juta dollar AS (Rp 433,7 miliar) per tahun setelah berhasil meraih kejayaan di Olimpiade Beijing 2008, Olimpiade London 2012, dan Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Berprestasi di ajang sekelas Olimpiade tentunya menarik banyak perusahaan besar untuk menjalin kerja sama dengan para atlet.
Di sisi lain, tidak semua atlet tertarik untuk berpartisipasi di Olimpiade meski Olimpiade menjanjikan nama besar dan peningkatan penghasilan. Hal itu pernah terjadi menjelang Olimpiade Rio 2016. Saat itu, petenis peringkat 80 dunia asal Latvia, Ernest Gulbis, memutuskan untuk tidak berpartisipasi di Olimpiade karena kurangnya insentif dan tiadanya hadiah bagi peraih medali.
”Saya sangat tidak suka bahwa di Olimpiade tidak ada poin dan tidak ada hadiah uang,” kata Gulbis, seperti dikutip dari The New York Times.
Namun, petenis putri vetaran AS, Venus Williams, punya pandangan berseberangan dengan Gulbis. Pengoleksi medali emas tunggal dan ganda putri Sydney 2000, ganda putri Beijing 2008, London 2012, dan perak ganda campuran Rio 2016 itu mengatakan, memenangi medali emas Olimpiade lebih berarti dari apa pun.
Dia pun kemudian mengungkapkan keheranannya bagi pihak-pihak yang menempatkan hadiah uang dan poin lomba sebagai tolak ukur utama untuk memutuskan berpartisipasi di Olimpiade.
”Siapa yang butuh poin peringkat jika kamu bisa punya kesempatan untuk memenangi medali emas?” kata Williams. (AP/REUTERS)