Bagi Jepang, Olimpiade 2020 bukan sekadar menyelenggarakan ajang olahraga. Di luar itu, Jepang mempersiapkan dengan sempurna untuk mempromosikan kekayaan kuliner.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Sekitar 11.000 atlet yang berpartisipasi di 33 cabang olahraga pada Olimpiade Tokyo 2020 tidak memiliki keleluasaan untuk menikmati Jepang. Seiring ketatnya pengawasan para atlet demi mengantisipasi Covid-19, para kontestan di ajang olahraga terbesar di dunia itu harus menjalani karatina di kawasan kampung atlet yang menghadap ke Teluk Tokyo.
Kondisi itu membuat mereka tidak bisa menikmati sejumlah wilayah terkenal di Tokyo, seperti Shinjuku dan Shibuya. Di sisi lain, para atlet yang doyan melakukan wisata kuliner setelah selesai menjalani ”tugas negara” di Olimpiade juga tidak bisa menjalankan hobinya itu. Mereka tentu tidak bisa bebas berjalan-jalan untuk menikmati toko ramen nan variatif di wilayah Asakusa yang dekat dengan kuil ikonik, Senso-ji.
Sebagai gantinya, panitia penyelenggara Tokyo 2020 menyajikan menu makanan khas Jepang sebagai menu makan siang dan malam di kampung atlet. Menu yang disiapkan adalah makanan tradisional dan populer Jepang, seperti mi udon, sushi, ramen, bola nasi, tempura, takoyaki, dan okonomiyaki.
Hanya ada satu menu khas Jepang yang ditiadakan, yaitu hidangan ikan mentah. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari makanan yang tidak aman bagi sisi kesehatan atlet.
Semua menu khas Jepang itu bisa dinikmati di dalam ruang makan yang dapat menampung maksimal 280 orang. Secara total, sebanyak 3.000 porsi makanan utama disiapkan di ruang makan atlet setiap harinya. Makanan itu belum termasuk sejumlah makanan pendamping, seperti buah-buahan, salad, dan es krim.
Meskipun masih di tengah pandemi, saya berharap semua atlet yang tinggal di kampung atlet ini bisa menikmati keramahan kultur Jepang, terutama dari meja makan.
”Meskipun masih di tengah pandemi, saya berharap semua atlet yang tinggal di kampung atlet ini bisa menikmati keramahan kultur Jepang, terutama dari meja makan,” ujar Seiko Hashimoto, Presiden Panitia Penyelenggara Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020, dilansir Kyodo News.
Agar para atlet memahami jenis-jenis makanan itu, panitia menyediakan sejumlah perangkat elektronik di lobi hotel dan di kawasan ruang makan untuk memberikan penjelasan menu makanan khas Jepang tersebut. Penjelasan itu meliputi bahan makanan, kandungan gizi setiap makanan, hingga cara memasak makanan itu. Tak ketinggalan ada pula foto penyajian makanan sesuai dengan yang akan diterima para atlet.
Makanan yang disajikan untuk para atlet merupakan resep terbaik dari seluruh Jepang. Pada 2019, panitia penyelenggara Olimpiade dan Paralimpiade 2020 melangsungkan kontes sayembara demi menyajikan makanan Jepang dengan kualitas terbaik. Sebanyak 700 proposal resep diterima panitia yang berasal dari sejumlah koki dan restoran terbaik di seluruh negeri.
”Dengan cara itu, kami menyadari betapa beragamnya makanan yang kami miliki. Saya berharap Olimpiade menjadi kesempatan terbaik untuk mempromosikan kekayaan makanan kami kepada dunia,” kata Tsutomo Yamane, anggota panitia penyelenggara yang bertanggung jawab untuk menyajikan makanan di kampung atlet.
Yamane, seperti semua panitia penyelenggara Tokyo 2020, merupakan para delegasi ”lidah” bagi Jepang. Mereka ingin ratusan hingga ribuan atlet yang belum pernah menikmati makanan Jepang bisa menyukai hidangan khas negara kepulauan itu ketika kembali ke negara mereka.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian Jepang pada 2019, terdapat 156.000 restoran Jepang di seluruh dunia. Sejumlah 101.000 restoran berada di negara-negara Asia, sedangkan sekitar 29.400 restoran berlokasi di kawasan Amerika Utara. Jumlah itu meningkat 30 persen dibandingkan dengan sekitar 109.200 restoran pada 2017.
Sejumlah atlet pun menyambut positif kehadiran menu khas Jepang itu. Atlet bola voli Amerika Serikat, Erik Shoji, membagikan pengalamannya menyantap makanan Jepang di akun TikTok-nya, @thelibero, akhir pekan lalu.
Shoji yang lahir dan besar di Honolulu, Hawaii, menyantap tiga makanan utama khas Jepang, yaitu daging teriyaki plus nasi, udon, serta okonomiyaki. Untuk menutup hidangan itu, ia memakan buah semangka dan melon.
”Hmmm, sangat enak,” kata Shoji, yang membela tim AS sejak 2013, sembari menganggukkan kepalanya ketika mengunyah daging teriyaki.
Selain mengampanyekan makanan lokal, penyelenggara Tokyo 2020 juga memiliki misi khusus, yaitu mempromosikan kebangkitan Prefektur Fukushima yang terdampak bencana gempa, tsunami, dan kebocoran nuklir pada Maret 2011 lalu. Mayoritas bahan makanan utama yang disantap di ajang Olimpiade berasal dari Fukushima, seperti beras, sayur-mayur, buah-buahan, daging sapi, dan bumbu penyedap rasa. Meski begitu, sebanyak 46 prefektur lain di Jepang juga memberikan kontribusi pada bahan makanan selama Olimpiade dan Paralimpiade 2020.
”Kami memprioritaskan menggunakan bahan makanan dari area yang terdampak bencana 2011. Tujuannya, untuk menunjukkan keberhasilan upaya rekonstruksi wilayah itu kepada dunia,” ucap General Manajer Kampung Atlet Olimpiade 2020 Takashi Kitajima.
Upaya Fukushima untuk bangkit sebagai salah satu prefektur pusat pertanian dan peternakan Jepang setelah bencana 2011 dilakukan secara sungguh-sungguh. Kompas berkesempatan mengunjungi Pusat Teknologi Pertanian Fukushima di kota Koriyama, Prefektur Fukushima, pada Februari 2020.
Di dalam gedung yang kental ornamen kayu itu, kebersihan amat dijaga. Lobi utama gedung dan pusat ruangan perkantoran terpisah dengan laboratorium. Untuk masuk ke laboratorium, setiap individu harus menggunakan pakaian dan alas kaki khusus, seperti ketika memasuki ruangan operasi di rumah sakit.
Ketika Kompas tiba saat angin musim dingin masih berembus kencang, lima ahli di Pusat Teknologi Pertanian Fukushima tengah menganalisis kandungan radiasi sejumlah buah, di antaranya stroberi dan tomat. Buah itu tidak hanya akan didistribusikan ke seluruh Jepang, tetapi juga diimpor ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Pekerjaan itu dilakukan para ahli di departemen analisis yang mulai dibuka sekitar tahun 2015.
”Untuk lulus tes keamanan, setiap produk makanan itu tidak boleh melebihi kadar radioktif Sesium 100 Becquerel per kilogram. Setelah mendapat sertifikat aman, produk itu baru bisa didistribusikan ke toko-toko atau menjadi produk impor,” ujar Direktur Umum Departemen Promosi Keamanan Pertanian Pusat Teknologi Pertanian Fukushima Kenji Kusano kepada Kompas, Februari 2020.
Tidak hanya prestasi dan sejumlah momen hebat yang akan membuat atlet mengikat kenangannya dengan Tokyo 2020. Namun, ada pula memori indah yang mengecap ke lidah mereka berkat sajian dari meja makan di kampung atlet. Itadakimasu (selamat makan)!(REUTERS)