Target meraih ”Golden Slam” Novak Djokovic di Olimpiade Tokyo 2020 gagal. Petenis Serbia itu pulang tanpa medali, antara lain akibat kelelahan fisik dan mental.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Target meraih ”Golden Slam” Novak Djokovic berubah menjadi ambisi yang terlalu besar ketika tampil di Olimpiade Tokyo 2020. Alih-alih meraih medali emas seperti targetnya, petenis nomor satu dunia itu pulang tanpa medali.
Golden Slam adalah sebutan untuk prestasi petenis ketika berhasil menyandingkan medali emas Olimpiade dengan empat gelar Grand Slam pada satu tahun penyelenggaraan. Satu-satunya petenis yang bisa meraih itu adalah tunggal putri Jerman, Steffi Graf, pada 1988.
Ada petenis lain, seperti Rafael Nadal dan Serena Williams, yang menjuarai semua Grand Slam dan mendapat medali emas Olimpiade, dengan tolok ukur medali emas nomor tunggal. Akan tetapi, mereka tak mendapatkannya dalam musim kompetisi yang sama.
Setelah mendapat tiga gelar Grand Slam pada tahun ini, yaitu dari Australia Terbuka, Perancis Terbuka, dan Wimbledon, Djokovic membidik target berikutnya, menyamai prestasi Graf. Selain Olimpiade, PR lain baginya adalah menjuarai Amerika Serikat Terbuka, 30 Agustus-12 September.
Djokovic memang dikenal sebagai petenis yang selalu berambisi membuat rekor. Setelah menjadi petenis nomor satu dunia terlama, dia menyamai Nadal dan Roger Federer dengan 20 gelar Grand Slam ketika menjuarai Wimbledon, dua pekan sebelum Olimpiade Tokyo 2020. Djokovic bahkan berambisi melebihi dua rival beratnnya itu.
Alih-alih berkonsentrasi pada nomor tunggal putra di Tokyo, Djokovic tampil pada ganda campuran bersama Nina Stojanovic untuk menambah medali bagi Serbia. Padahal, seperti disebutkan mantan petenis yang menjadi pelatih tim tenis Serbia untuk Olimpiade, Viktor Troicki, anggota tim menentang keikutsertaan Djokovic dalam ganda campuran.
Pendaftaran untuk nomor ini dilakukan di tengah kompetisi dengan peserta petenis-petenis yang tampil pada nomor tunggal.
Djokovic gagal melaju ke final, bahkan dalam kedua nomor, yang membuyarkan target Golden Slam. Pada nomor tunggal, dia kalah dari Alexander Zverev, 6-1, 3-6, 1-6, di semifinal. Di ganda campuran, pada babak yang sama, Djokovic/Stojanovic ditaklukkan Aslan Karatsev/Elena Vesnina (Komite Olimpiade Rusia). Dia pun hanya berkesempatan meraih medali perunggu, seperti yang didapatnya dari tunggal putra di Beijing 2008.
Faktor kelelahan berpengaruh. Apalagi, pertandingan selalu berlangsung dalam suhu udara panas, sekitar 30-33 derajat celsius, dengan kelembaban tinggi.
Djokovic akhirnya pulang tanpa medali setelah dalam perebutan perunggu, Sabtu (31/7/2021), kalah dari Pablo Carreno Busta, 4-6, 7-6 (6), 3-6. Pada hari yang sama, final tunggal putri dimenangi Belinda Bencic (Swiss) atas Marketa Vondrousova (Ceko), 7-5, 2-6, 6-3.
Saking kesalnya karena tak bisa tampil sesuai harapan, ledakan emosinya dilampiaskan dengan melempar raket ke bangku penonton yang kosong dan membanting raket lain hingga patah. Dia mendapat peringatan dari wasit.
Ketidakmampuan Djokovic dalam mengontrol emosi mengingatkan pada momen saat dia menjalani babak keempat Grand Slam AS Terbuka 2020, juga ketika melawan Busta. Saat itu, Djokovic memukul bola ke belakang lapangan hingga mengenai leher salah seorang hakim garis. Dinilai berperilaku membahayakan orang lain, dia pun didiskualifikasi.
Harapan membayar kegagalan dalam nomor tunggal pun hilang setelah Djokovic mengundurkan diri dari perebutan perunggu ganda campuran, beberapa jam setelah bertanding di tunggal. Dengan alasan cedera bahu kiri, Djokovic mundur dan memberi kemenangan cuma-cuma kepada John Peers/Ashleigh Barty (Australia).
Saya tak menyukai situasi seperti di lapangan tadi (melempar raket). Saya meminta maaf telah memberi kesan buruk, tetapi saya juga manusia yang terkadang sulit menahan emosi.
”Saya tak menyukai situasi seperti di lapangan tadi (melempar raket). Saya meminta maaf telah memberi kesan buruk, tetapi saya juga manusia yang terkadang sulit menahan emosi,” katanya.
Meminta maaf karena gagal memanfaatkan kesempatan menyumbangkan medali bagi negaranya, Djokovic mengakui bahwa dia mengalami kelelahan mental dan fisik.
Setelah target Golden Slam lepas, dia pun akan berupaya menciptakan rekor lain, menjuarai semua Grand Slam dalam satu musim. Pada tunggal putra dalam era Terbuka, hanya Rod Laver (Australia) yang pernah melakukannya, yaitu pada 1969.
Djokovic pernah mendekati pencapaian itu ketika menjuarai tiga Grand Slam, masing-masing pada 2011 dan 2015. Namun, dia selalu gagal di Perancis Terbuka. Pada 2011, dia disingkirkan Federer pada semifinal, sementara Stan Wawrinka mengalahkannya dalam final 2015.
Di ajang Olimpiade, karena rasa penasaran mendapat emas belum hilang, Djokovic membidik tampil di Paris 2024. (AP/REUTERS)