Rusaknya Kesempurnaan Dinasti Panahan Korea Selatan
Dominasi Korea Selatan di cabang panahan Olimpiade rusak seiring kekalahan mereka di nomor individu putra di Tokyo. Kekalahan Kim Woo Jin memutus rantai dinasti panahan Korea Selatan dalam delapan tahun terakhir
Tidak ada pemanah Korea Selatan di podium pemenang cabang panahan nomor recurve individu putra Olimpiade Tokyo 2020, Sabtu (31/7/2021). Dominasi negara di semenanjung Korea itu pada cabang panahan terhenti setelah sebelumnya menyapu bersih medali di nomor beregu putri, beregu putra, beregu campuran, dan individu putri.
Tim panahan Korea Selatan datang ke Olimpiade Tokyo dengan catatan mentereng. Mereka mampu menyapu bersih emas cabang panahan di semua nomor pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Saat itu, pemanah-pemanah Korea Selatan tidak terbendung di nomor recurve beregu putra, beregu putri, individu putra, dan individu putri.
Perebutan emas panahan di Olimpiade Tokyo menjadi lebih menarik dengan hadirnya satu nomor baru, yaitu beregu campuran. Datang dengan pencapaian impresif di Rio de Janeiro, tim panahan Korea Selatan digadang-gadang tidak akan kesulitan untuk memonopoli kelima nomor panahan.
Hal itu hampir terwujud seiring berjayanya pemanah Korea Selatan di nomor beregu putri, beregu putra, beregu campuran, dan individu putri. Di nomor beregu campuran, pasangan Kim Je Deok dan An San, mempesembahkan medali emas pertama untuk Korea Selatan. Mereka mengukir sejarah sebagai pasangan pemanah pertama yang merebut emas nomor beregu campuran.
Baca juga : Pelajaran Berharga Tim Panahan Indonesia di Tokyo
Dominasi Korea Selatan masih belum terpatahkan di nomor beregu putri. Trio pemanah An San, Jang Min Hee, dan Kang Chae Young, unggul telak 6-0 atas pemanah beregu putri Komite Olimpiade Rusia (ROC) yang diperkuat Svetlana Gomboeva, Elena Osipova, dan Ksenia Perova.
Di nomor beregu putra, Korea Selatan juga sukses merebut medali emas melalui Kim Je Deok, Kim Woo Jin, dan Oh Jin Hyek, yang membekap trio pemanah Taiwan, Deng Yu Cheng, Tang Chih Chun, dan Wei Chun Heng, dengan skor telak 6-0. Adapun di nomor individu putri, An San merebut emas seusai menaklukkan pemanah ROC, Elena Osipova, dengan skor 6-5.
Setelah mendominasi empat nomor tersebut, kedigdayaan Korea Selatan tidak berlanjut di nomor individu putra. Pudarnya kesempurnaan Korea Selatan mulai terlihat ketika Kim Je Deok tersingkir secara prematur di babak 32 besar atas pemanah Jerman, Florian Unruh, dengan skor 3-7. Praktis, harapan Korea Selatan berpindah dari Kim Je Deok ke Kim Woo Jin yang mampu melaju hingga babak perempat final.
Namun, Kim Woo Jin yang menjadi satu-satunya harapan Korea Selatan untuk mempertegas dominasi mereka bahkan belum sempat menjejak semifinal. Pemanah berperingkat kelima dunia itu takluk dari pemanah Taiwan, Tang Chih Chun, yang berperingkat 63 dunia dengan skor 4-6.
Harapan terakhir Korsel
Pemanah Korea Selatan, Kim Je-deok, lebih dulu tersingkir setelah kalah dari pemanah Jerman, Florian Unruh, dengan skor 7-3. Kim Woo-jin, yang menjadi harapan terakhir Korea Selatan untuk meraih medali nomor individu putra, tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut. Menghadapi pemanah Taiwan berperingkat 63 dunia, Tang Chih Chun, di babak perempat final, Kim menyerah dengan skor 4-6.
Pertandingan Kim dan Tang berlangsung ketat. Susul menyusul skor terjadi di set ketiga dan set keempat. Pemenang laga sampai harus ditentukan lewat set kelima setelah keduanya meraih skor imbang 4-4 di set keempat.
Di set penentuan, Tang tampil sempurna di kesempatan pertama dan kedua dengan meraih 10 poin. Bidikan Tang sedikit melenceng di kesempatan terakhir sehingga hanya mampu mendapatkan 8 poin. Di sisi lain, Kim yang tertekan hanya mampu mengumpulkan total 27 poin dari tiga kali kesempatan memanah. Hasil itu membuat Tang berhak melaju ke semifinal.
Seusai laga, Kim mengungkapkan, dia sempat merasa gugup ketika beberapa anak panahnya meleset dari sasaran. Meski belum mampu menyempurnakan pesta Korea Selatan, ia berikrar akan kembali bersaing di Olimpiade Paris 2024. “Beginilah hidup. Tidak semuanya berakhir bahagia,” kata Kim.
Emas nomor individu putra pada akhirnya direbut pemanah Turki, Mete Gazoz, setelah menundukkan pemanah Italia, Mauro Nespoli, dengan skor 4-6. Kemenangan Gazoz sekaligus memberikan medali panahan pertama bagi Turki di sepanjang keikutsertaan mereka di Olimpiade.
Menembus tim nasional panahan Korea Selatan lebih sulit daripada lolos ke Olimpiade. Hal itu bisa saja benar mengingat banyaknya bakat-bakat panahan bermekaran di Korea Selatan.
Kegagalan Korea Selatan merebut emas menjadikan nomor individu putra sebagai nomor yang paling kompetitif dan sulit untuk dimenangkan. Selain Kim Je Deok dan Kim Woo Jin, pemanah nomor satu dunia asal Amerika Serikat, Brady Ellison, juga harus pulang lebih awal setelah dikalahkan Gazoz di perempat final dengan skor 7-3.
“Olimpiade jelas merupakan hal terbesar yang kami bidik. Hanya saja lebih sulit untuk memenangkan Olimpiade,” kata Ellison.
Kunci sukses Korsel
Meski gagal meraih kesempurnaan di Olimpiade Tokyo, Korea Selatan hingga saat ini setidaknya masih menjadi barometer panahan dunia. Dinasti panahan Korea Selatan telah mendominasi Olimpiade dalam kurun satu dekade terakhir. Mereka telah merebut 28 medali emas Olimpiade sejauh ini. Lalu, apa yang menyebabkan tim panahan Korea Selatan sedemikian dominan di dunia?
Beragam teori muncul untuk menjelaskan mengapa pemanah-pemanah Korea Selatan sulit ditaklukkan. Beberapa pemanah Korea Selatan peraih medali emas di Tokyo mengatakan, kedigdayaan Korea Selatan berawal dari transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan tim nasional.
Baca juga : Kurang dari Sejam, Dua Pemanah Indonesia Tersingkir
Selain itu, kompetisi panahan di Korea Selatan seolah tidak pernah mati. Kesinambungan kompetisi menjamin munculnya pemanah-pemanah berbakat terbaik yang siap menggantikan senior mereka.
Konsep meritokrasi tidak sepenuhnya bisa benar-benar diterapkan, begitu juga dalam dunia olahraga. Selalu ada celah nepotisme dan kecenderungan petinggi federasi atau pelatih menyelipkan atlet yang mereka sukai untuk masuk ke tim nasional. Namun, nepotisme ternyata tak punya ruang di dunia panahan Korea Selatan
“Saya pikir, kami memiliki proses seleksi yang transparan,” kata An San dikutip dari Korea Times.
Sebagai gambaran lebih lanjut, ketika Olimpiade Tokyo ditunda selama satu tahun, Asosiasi Panahan Korea Selatan (KAA) melanjutkan uji coba sebagai persiapan tampil di Olimpiade. Pemanah yang dinyatakan bakal mewakili Korea Selatan menurut hasil seleksi tahun 2020 ternyata tidak dipertahankan.
Petinggi KAA meminta hanya pemanah terbaik yang berangkat ke Olimpiade. Maka, pemanah yang sudah lolos pada 2020 belum aman. Posisi mereka sewaktu-waktu masih bisa digusur bila tidak mampu mempertahankan performa di tahun 2021.
An, bersama dengan Kang Chae Young dan Jang Min hee, berhasil mengamankan tempatnya setelah melalui tantangan dan uji coba di tim nasional. Ada mitos yang berkembang di dunia panahan internasional.
Mitos bernada gurauan itu menyebutkan, menembus tim nasional panahan Korea Selatan lebih sulit daripada lolos ke Olimpiade. Hal itu bisa saja benar mengingat banyaknya bakat-bakat panahan bermekaran di Korea Selatan.
"Untuk menembus timnas, kami bersaing dengan pemanah berbakat yang kemampuannya tidak jauh berbeda satu sama lain," kata An.
Petinggi KAA juga begitu serius mempersiapkan tim panahan Korea Selatan untuk berprestasi di Olimpiade. Korea Times melaporkan, KAA membangun replika tempat pertandingan cabang panahan Olimpiade, Yumenoshima Archery Park, di Pusat Pelatihan Nasional Jincheon di Jincheon, sekitar 90 kilometer sebelah selatan Seoul. Selain itu, untuk mengantisipasi bertanding di bawah cuaca berangin keras, KAA mendirikan pusat pelatihan lain di sebuah pulau di barat daya Seoul.
"Mereka (federasi) membangun lingkungan latihan persis seperti bertanding di Olimpiade untuk kami. Lampu tidak pernah padam di tempat latihan kami," kata Kang Chae Young.
Kegagalan Kim Woo Jin hanya akan jadi setitik nila dalam kolam susu. Dengan sistem perekrutan bakat dan kompetisi panahan yang profesional, Korea Selatan sepertinya sudah siap untuk merebut kesempurnaannya kembali di edisi Olimpiade berikutnya.