Pergantian “ratu senam” dari Simone Biles ke Sunisa Lee tidak terlalu mengejutkan. Siklus pergantian mahkota itu adalah hal lumrah yang sejak lama menjerat takdir para pesenam putri di Olimpiade.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Pesenam putri seolah-olah hanya ditakdirkan bersinar di satu edisi Olimpiade saja. Simone Biles, ”ratu senam” paling dominan dalam sejarah, diyakini bisa mengoyak jerat takdir setengah abad terakhir itu. Realitasnya, Biles ikut terjebak pusaran takdir itu.
Peraih emas nomor all-around pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016 itu gagal mempertahankan gelarnya. Ia mengundurkan diri tepat sehari sebelum final. Pesenam paling berbakat di bumi itu tidak bisa memecahkan ”kutukan” lama.
Ariake Gymnastics Center diJepang, Kamis (29/7/2021), menjadi saksi bisu munculnya ”ratu senam” baru. Dia adalah pesenam termuda di tim putri Amerika Serikat, Sunisa Lee (18). Lee mengambil tanggung jawab seniornya, Biles, lalu menyabet medali emas all-around putri Olimpiade Tokyo dengan nilai total 57,433.
Lee terkejut bisa meraih emas di ajang multicabang terbesar dunia itu. Targetnya saat berangkat ke Tokyo hanyalah mencapai podium. Dia tidak berani bermimpi mengalahkan Biles yang terlalu dominan. ”Saya tidak tahu harus berkata apa. Raihan emas ini adalah hal yang ajaib,” ucap pesenam keturunan Asia itu seraya meneteskan air mata bahagia.
Seperti mimpi
Lee merasa kemenangan itu seperti mimpi. Dia memang tidak diunggulkan. Namun, di sisi lain, keberhasilannya menegaskan ”kutukan” senam artistik di Olimpiade. Tiada pesenam yang meraih emas all-around di dua edisi Olimpiade beruntun sejak 1968 silam. Tenggelamnya Biles digantikan munculnya Lee.
Pesenam putri terakhir yang bisa meraihnya adalah Vera asal Ceko. Ia juara all-around senam pada Olimpiade 1964 dan 1968. Setelah itu, ”ratu senam” selalu berganti setiap empat tahun.
Nomor all-around adalah indikasi utama melihat dominasi pesenam. Nomor itu mewajibkan mereka tampil sempurna di empat kategori sekaligus, yaitu meja lompat, balok keseimbangan, palang bertingkat, dan senam lantai. Maka itu, penguasa nomor ini dilabeli ”ratu” .
Meskipun bernasib sama, jalan cerita Biles berbeda dari para pendahulunya. Biles tidak bisa mempertahankan gelar bukan karena penurunan kondisi fisik. Biles mengalami gangguan kesehatan mental. Jika tidak ada masalah psikis ini, peraih 31 medali di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia itu akan dengan mudah meraih emas lainnya.
Kisah Biles memperpanjang jerat takdir para ”ratu senam”. Ternyata, masalah utama mereka bukan hanya fisik. Ketika fisik bisa bertahan dari putaran waktu, masih ada masalah mental yang bisa menghadang.
Jerat takdir itu kian mengkhawatirkan sejak Olimpiade Sydney 2000, yaitu saat peraturan minimal usia 16 tahun untuk pesenam diterapkan. Sejak itu, tidak ada satu pun peraih emas all-around bisa meraih medali apa pun di nomor sama pada Olimpiade berikutnya.
Data ini cukup logis. Banyak atlet senam yang baru bisa turun di Olimpiade pada usia 16 tahun. Ketika akan mengikuti ajang kedua, mereka sudah berusia 20 tahun, yaitu batas usia persimpangan karier bagi pesenam putri. Tubuh mereka tidak lagi selentur saat remaja.
Pensiun di usia muda
Dilema itulah yang menimpa para mantan ”ratu senam” dua dekade terakhir. Nastia Liukin, pesenam Rusia misalnya. Setelah meraih emas all-around di Olimpiade Beijing 2008, prestasinya semakin menurun hingga pensiun pada usia 23 tahun, yaitu tepat sebelum Olimpiade keduanya di London 2012.
Biles, yang berencana pensiun setelah pulang dari Tokyo, seperti sudah rela menyerahkan mahkotanya. Dia menyebut Lee sebagai ”ratu” baru seusai seremoni penyerahan medali.
”Lihat, sang ratu telah tiba. Juara Olimpiade ada di sini. Sangat bangga kepada kamu. Saya terinspirasi dengan tekadmu yang tidak muda menyerah. Bisa mengambil tanggung jawab saat saya bahkan tak dapat melakukannya,” kata Biles dalam Instagram story miliknya.
Di atas kertas, Lee bisa mendominasi senam dunia dalam beberapa tahun ke depan. Jika dilihat dari peserta final, hanya dia satu-satunya remaja di podium. Dua pesaing terdekatnya, peraih perak asal Brasil, Rebeca Andrade (22); dan peraih perunggu, Angelina Melnikova (21), sudah cukup berumur.
Dia sangat bekerja keras untuk hasil ini. Dia melewatkan semua liburan, setiap acara keluarga. Kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya (masa depan karier Lee). (John Lee)
Lee punya modal besar. Dengan kekuatan menawan bagian tubuh atas, dia sangat dominan dalam palang bertingkat, nomor terlemah Biles. Performanya juga stabil di balok keseimbangan dan meja lompat.
Lee hanya perlu fokus membenahi penampilan di senam lantai. Dia tertinggal jauh dari Biles dalam nomor ini. Kekurangan di senam lantai bahkan nyaris membuatnya gagal meraih emas. Beruntung, Andrade juga melakukan beberapa kesalahan dalam penampilannya.
Dari sisi mental, atlet kelahiran 2003 itu tidak perlu diragukan. Lee mampu menanggung beban besar yang ditinggalkan Biles. Saat persiapan, Lee juga mengalahkan berbagai cobaan, mulai dari cedera achilles hingga meninggalnya paman dan bibinya akibat Covid-19.
Tak pelak, ayahnya, John Lee, meyakini sang anak masih bisa bersaing di Olimpiade Paris 2024. Jika hal itu terwujud, Lee akan berusia 21 tahun. Tidak terlalu tua untuk ukuran seorang veteran Olimpiade.
”Dia sangat bekerja keras untuk hasil ini. Dia melewatkan semua liburan, setiap acara keluarga. Kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya (masa depan karier Lee),” ucap John.
Lee sekarang berada di puncak dunia. Namun, tidak ada jaminan dia bisa mendominasi di Paris. Seperti putaran roda, senam selalu menghadirkan remaja-remaja baru yang siap bersinar. Itulah kenyataan manis sekaligus pahit dari senam, cabang olahraga dengan usia produktif atlet tersingkat sejagat. (AP/REUTERS)