Perenang Australia Emma McKeon datang ke Tokyo tidak hanya dengan kesiapan fisik. Dia juga berbekal kematangan mental, yang membuatnya sukses meraih emas individu pertama sepanjang karier.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
TOKYO, JUMAT – Olimpiade Tokyo 2020 menjadi sangat berat untuk para atlet karena berlangsung dalam cengkraman pandemi Covid-19. Perenang Australia Emma Mckeon (27) menyadari itu dari jauh hari. Berkat persiapan psikologis setahun terakhir, McKeon sukses menyabet emas individu pertama di nomor paling bergengsi renang putri, yaitu 100 meter gaya bebas.
Problem psikologis menjadi topik terhangat saat ini di Tokyo. Banyak atlet unggulan gagal berjaya karena merasa tertekan secara mental dalam gelaran yang berlangsung di era pandemi ini. Puncaknya, pesenam andalan Amerika Serikat Simone Biles yang mundur dari final serba alat karena alasan kesehatan mental.
Fenomena itu itu tidak berlaku untuk McKeon, yang tampil dalam partai final di Tokyo Aquatics Center, pada Jumat (30/7/2021). Turun di lintasan 4, sebagai perenang tercepat di kualifikasi, dia menatap tajam ke depan sejak dari balok start. Pikirannya sudah terkunci untuk meraih emas.
Benar saja, McKeon tak terkalahkan sejak lompatan awal hingga menyentuh dinding finis. Dia memimpin balapan lewat gerakan tangan penuh energi yang dilakukan persisten. Em, panggilannya, finis pertama dengan catatan waktu yang memecahkan rekor Olimpiade, 51,96 detik.
McKeon tidak terusik meski terus dikejar perenang Hong Kong Siobhan Haughey dan rekan senegaranya, Cate Campbell. Haughey yang kalah cepat 0,31 detik harus puas dengan perak, sementara Campbell yang tertinggal 0,56 detik menambah lengkap pundi-pundi medali tim Australia dengan raihan perak.
“Saya tidak percaya ini. Tidak percaya bisa meraih emas. Saya tidak pernah memenangi nomor individu sebelumnya di Olimpiade ataupun Kejuaraan Dunia. Untuk bisa berada di podium teratas adalah sebuah kebahagiaan yang tidak tertandingi,” kata McKeon.
McKeon juga mengalahkan beberapa perenang veteran unggulan di nomor prestisius ini. Dia melampaui juara bertahan di Olimpiade Rio Janeiro 2016 asal Kanada, Penny Oleksiak (ke-4), dan pemegang rekor dunia asal Swedia, Sarah Sjoestroem (ke-5).
Bagi perenang kelahiran Wollongong, New South Wales, ini adalah medali keempatnya di Tokyo. Sebelumnya dia juga meraih emas dalam estafet 4 x 100 meter gaya bebas, serta perunggu masing-masing di 100 meter gaya kupu-kupu dan estafet 4 x 200 meter.
Kata McKeon, hujan medali ini berasal dari persiapannya selama setahun terakhir. Khususnya persiapan secara mental. Dia mengucapkan banyak terima kasih kepada sang pelatih, Michael Bohl, yang sukses mengubah pola pikirnya untuk menjadi seorang pemenang.
“Saya pikir sejak pandemi Covid-19, saya membuat perubahan besar dalam pola pikir. Saya bekerja banyak dengan psikolog saya. Dan, jujur pelatih saya berperan besar dalam hal ini. Saya percaya kepada pelatih karena dia telah menghasilkan banyak atlet hebat,” sebut McKeon yang berasal dari keluarga perenang.
McKeon meneruskan warisan keluarga sebagai perenang andal di Olimpiade. Kakaknya, David, pernah bersaing di Olimpiade pada 2012 dan 2016, sementara ayahnya, Ron, juga sempat mengikuti dua gelaran Olimpiade pada 1980 dan 1984.
“Saya yakin seluruh keluarga saya mendukung dari rumah. Saya bisa merasakan itu saat lomba. Mereka yang juga mendukung saya selama ini adalah bagian dari kesuksesan hari ini,” pungkas peraih emas estafet putri di Rio 2016 tersebut.
McKeon sekarang berkesempatan menjadi perenang dengan raihan medali terbanyak untuk Australia di Olimpiade. Dia hanya tertinggal satu medali dari rekor Ian Thorpe, Shane Gould, dan Alicia Coutts. Adapun, McKeon masih akan berlaga di tiga nomor lagi, yaitu 50 meter gaya bebas serta 4x100 meter estafet gaya ganti putri dan campuran.
Kebangkitan Campbell
Campbell yang berlomba di lintasan 3, sebelah McKeon, langsung memberikan selamat kepada rekan setimnya setelah finis. Campbell memeluk juniornya itu. “Saya bangga kepada kamu,” ucap perenang 29 tahun tersebut.
Final tadi sangat spesial untuk Campbell. Selain bisa melihat rekannya meraih emas, dia juga berhasil mengakhiri penantian meraih medali di nomor 100 meter gaya bebas, setelah selalu gagal sejak Olimpiade Beijing 2008.
Campbell mampu bangkit dari keterpurukan Rio 2016. Dia yang diunggulkan meraih emas, justru hanya finis di peringkat ke-6. Ketika itu, dia menyebutnya sendiri sebagai sebuah kegagalan terbesar dalam sejarah Olimpiade.
“Sejak pagi tadi sebelum lomba, saya hanya ingin menampilkan performa terbaik. Dan saya tampil cukup apik. Ini adalah medali keempat saya di Olimpide, tetapi baru kedua kali dari nomor individu. Jadi, ini sangat berharga untuk saya,” ucap Campbell yang tiba-tiba menangis ketika wawancara di tepi kolam.
Di sisi lain, Haughey juga cukup puas meski hanya meraih perak. Dia sukses memecahkan rekor Asia dengan catatan waktu 52,27 detik. “Saya tidak menyangka bisa memenangkan medali perak kedua di Tokyo. Medali ini adalah bonus karena target utama saya hanya di 200 meter gaya bebas,” ucapnya.
Sebelumnya, Haughey juga meraih perak pada 200 meter gaya bebas, hanya kalah dari bintang baru asal Australia, Ariarne Titmus. Dengan raihan ini, Haughey menjadi atlet Hong Kong pertama yang bisa meriah dua medali di Olimpiade. Catatan ini sangat impresif untuk sang perenang 23 tahun. (AFP/REUTERS)