Munculnya kejutan dan tumbangnya unggulan menjadi sebuah cerita biasa di Olimpide Tokyo 2020. Beban mental menjadi salah satu penyebabnya, seperti kisah yang dialami Simone Biles dan atlet unggulan lain.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Pesenam putri Amerika Serikat, Simone Biles (24), tidak pernah yakin sejak memulai karier akan mampu tampil di Olimpiade Tokyo 2020. Biles ragu tubuhnya tak sanggup lagi menopang beban berat sebagai pesenam artistik, seperti kebanyakan pesenam putri yang terpaksa pensiun setelah masa remaja berakhir.
Di luar dugaan, fisik Biles berada pada kondisi puncak saat mengikuti Olimpiade keduanya, di Tokyo. Sang ”Ratu Senam” bahkan masih jauh diunggulkan meraih emas dalam enam nomor yang dilombakan. Kondisi fisik yang sempat diragukannya ketika remaja ternyata bukan masalah saat ini.
Biles justru dihadapkan pada momok tak terlihat yang lebih menakutkan, yaitu problem kesehatan mental. Akibat problem kompleks itu, Biles memutuskan mundur dari final individual all-around pada Rabu (28/7/2021), tepat sehari sebelum lomba dimulai.
”Setelah evaluasi medis, Biles resmi ditarik dari final individual all-around. Kami dengan sepenuh hati mendukung keputusan Biles dan memuji keberaniannya untuk memprioritaskan kesehatan (mental). Keberanian itu menunjukkan, dia adalah panutan bagi banyak orang,” kata USA Gymnastics.
Kabar mundurnya Biles mengguncang dunia senam. Peraih emas Olimpiade ini merupakan sosok paling ditunggu di Tokyo. Sebagai pesenam yang digadang-gadang terbaik sepanjang masa, Biles diharapkan akan kembali menyuguhkan pertunjukan spesial.
Biles melanjutkan aksi pengunduran diri setelah melakukan hal serupa di final tim putri, Selasa kemarin. Dia menarik diri seusai hanya tampil dalam satu dari empat nomor, yaitu meja lompat. Performa Biles di nomor andalannya itu jauh di bawah standar sang ”Ratu Senam”.
Kehilangan Biles sangat berdampak terhadap tim AS. Tim yang mendominasi di Kejuaraan Dunia dan Olimpiade dalam satu dekade terakhir itu takluk dari tim Komite Olimpiade Rusia (ROC). Biles dan rekan-rekan harus puas dengan capaian perak.
Kata Biles, dia merasa kesehatan mentalnya sedang tidak baik-baik saja. Dia merasa tertekan karena beban besar dan ekspektasi dari seluruh dunia yang berkumpul di pundaknya. ”Saya merasa seperti beban dunia berada di pundak ini. Kadang tekanan memang tak berpengaruh, tetapi kadang juga terasa sangat berat,” ujarnya di Instagram.
Sosok remaja energik dan ceria yang menjalani debut di Olimpiade Rio 2016 tidak terlihat lagi. Yang ada tinggal sosok veteran yang sulit tersenyum karena terbebani secara mental. Dia bahkan tidak sanggup membendung tangisan ketika wawancara seusai final tim. Demi alasan kesehatan mental, Biles memutuskan untuk beristirahat sejenak dari kompetisi.
Kami tidak hanya seorang atlet. Kami juga seorang manusia dan terkadang Anda butuh langkah mundur. Kami harus melindungi pikiran dan tubuh ini, tidak hanya mengikuti apa yang seluruh dunia inginkan.
”Kami tidak hanya seorang atlet. Kami juga seorang manusia dan terkadang Anda butuh langkah mundur. Kami harus melindungi pikiran dan tubuh ini, tidak hanya mengikuti apa yang seluruh dunia inginkan,” kata peraih total 19 emas di Kejuaraan Dunia Senam tersebut.
Biles merasa tekanan kepadanya sangat besar, terutama di media sosial. Tekanan itu menggerus kebahagiaannya di matras senam. ”Saya merasa tidak bahagia lagi. Sangat menyakitkan hati ketika hal yang Anda cinta hanya dilakukan untuk memuaskan orang,” ujarnya.
Terpuruknya kesehatan mental pesenam dengan tinggi badan 1,42 meter ini di Tokyo hanyalah puncak dari gunung es. Dia sudah merasakan masalah kesehatan mental sejak Olimpiade ditunda pada setahun lalu.
Ketika itu, Biles mengaku tidak sanggup untuk menahan tangis. Dia begitu kecewa karena sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Terlebih lagi, dia sebenarnya sudah berencana ingin pensiun sepulang dari Tokyo pada tahun lalu. Semua rencana itu berantakan. Dia sempat berkata tidak tahu bisa bangkit dari keterpurukan itu atau tidak.
Biles juga tidak bisa mencintai senam seperti dulu. Kenangan buruk pelecehan seksual oleh dokter tim senam AS, Larry Nassar, pada 2018 turut berandil besar dalam tergerusnya rasa cinta itu.
”Ratu” tumbang
Beban mental ini yang menjadi jawaban masuk akal sebagai penyebab tumbangnya para ”Ratu” atau atlet putri unggulan di Olimpiade. Memang, hanya Biles yang memutuskan mundur, tetapi banyak di antara para unggulan itu yang tetap bertanding dan akhirnya dikalahkan oleh beban tersebut.
Petenis tuan rumah, Naomi Osaka, misalnya. Peraih empat gelar Grand Slams ini tumbang di babak awal Olimpiade. Dia ditaklukkan pemain non-unggulan asal Ceko, Marketa Vondrousova, dengan skor telak, 1-6, 4-6.
Kekalahan ini seakan mengembalikan Osaka pada kisah pahit di Grand Slam Perancis Terbuka, dua bulan sebelumnya. Ketika itu, sang petenis peringkat kedua dunia ini mengundurkan diri setelah menolak menghadiri konferensi pers.
Osaka mengaku mengalami ganggugan kesehatan mental. Dia tidak kuat ketika harus berhadapan dengan publik dan juga wartawan. Dia merasa tekanan dari publik dan wartawan sangat membebaninya.
Kathleen Ledecky, ”Ratu Renang” gaya bebas asal AS, juga merasakan beban besar ketika berlaga di Tokyo. Sebagai peraih lima emas di Olimpiade London dan Rio de Janeiro, perenang jarak menengah ini dibebankan target prestasi tinggi.
Hasilnya, Ledecky takluk di tangan perenang 20 tahun asal Australia, Ariarne Titmus, pada dua nomor sekaligus, 200 meter dan 400 meter gaya bebas. Dia pun melepas status sebagai juara bertahan di nomor tersebut. Beruntung, Ledecky bisa mencuri satu emas di nomor 1.500 meter.
Setelah menang, Ledecky tampak sangat bahagia. Dia seperti telah lepas dari tempurung beban yang membelenggu. Saat wawancara, dia bahkan sempat menahan tangis ketika ditanya tentang perjuangan di Olimpiade kali ini.
”Saya pikir banyak orang berpikir buruk tentang saya karena tidak memenangi segalanya. Namun, saya ingin mereka lebih peduli tentang apa yang terjadi di dunia ini, banyak orang-orang yang benar menderita,” ucap Ledecky.
Michael Phelps, mantan perenang AS sekaligus peraih medali terbanyak dalam sejarah Olimpiade, khawatir dengan kesehatan mental para atlet. Dia merasa beban mental memang sangat nyata ketika berlaga di ajang sebesar Olimpiade. Dia pun sulit menaklukkan momok itu.
”Olimpiade sangatlah luar biasa. Banyak emosi di dalamnya. Kami membawa beban yang sangat berat di pundak dengan ekspektasi dan sorotan. Namun, yang patut disadari, kami hanyalah seorang manusia, dan tidak ada manusia yang sempurna. Jadi, sangat wajar untuk merasa sedang tidak baik,” kata Phelps tentang Biles, dikutip NBC. (AP/REUTERS)