Olimpiade Saat Pandemi Covid-19, Sukarelawan Pun Banyak Menganggur
Sukarelawan adalah faktor pendukung penting Olimpiade. Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung tanpa penonton karena pandemi Covid-19 membuat sukarelawan yang berhubungan dengan penonton banyak menganggur.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Sukarelawan menjadi salah satu komponen esensial dalam penyelenggaraan Olimpiade. Pada Olimpiade Tokyo 2020, mereka tetap hadir meski dengan tugas yang tidak begitu banyak karena tidak ada penonton.
Di Tokyo International Forum, yang menjadi tempat persaingan para lifter, misalnya, tidak banyak yang dikerjakan para sukarelawan yang berseragam kaus berkerah biru dengan logo Olimpiade dan tas pinggang berwarna abu-abu itu. Sejak persaingan cabang angkat besi digelar pada Sabtu (24/7/2021), mereka lebih banyak duduk di berbagai tempat di area dengan total luas 5.000 meter persegi itu. Perhatian para sukarelawan hampir semua terfokus pada telepon genggam masing-masing. Saat para lifter tampil di atas panggung, mereka ikut menonton dan memotret.
Pemandangan serupa terjadi di Yumenoshima Park Archery Field, Tokyo, tempat berlangsung cabang panahan. Wartawan Kompas, Agung Setyahadi, melaporkan, sukarelawan dari berbagai usia itu duduk di tribune saat lomba berlangsung. Dalam Olimpiade yang akhirnya diselenggarakan tanpa penonton karena pandemi Covid-19 itu, hanya ada sukarelawan dan tim pendukung atlet yang mengisi tribune.
”Tanpa kehadiran penonton, kami bisa menjadi penonton ’palsu’. Dalam hal ini, kami bisa melihat bagaimana pertandingan digelar dan kami bisa menikmati dengan gratis,” ujar sukarelawan di arena angkat besi yang seharusnya bertugas sebagai penerjemah.
”Saya ingin menjadi sukarelawan karena lahir pada tahun ketika Tokyo menggelar Olimpiade untuk pertama kalinya. Namun, sejujurnya, tak banyak yang saya lakukan di sini,” lanjut perempuan yang lahir pada 1964 ketika Tokyo menggelar Olimpiade musim panas ke-18.
Perempuan yang tak mau disebutkan namanya itu karena sukarelawan sebenarnya dilarang diwawancara media mengajukan diri untuk bergabung dengan barisan sukarelawan Olimpiade Tokyo 2020 sejak tiga tahun lalu.
Seorang pensiunan berusia 77 tahun juga mengambil kesempatan langka tersebut. ”Saya mengajukan diri menjadi sukarelawan karena ingin memiliki pengalaman dalam ajang sebesar ini,” katanya.
Herath Pathirannahalage Pasindu, mahasiwa 21 tahun asal Sri Lanka, bercerita tentang alasannya menjadi sukarelawan. ”Pertama, karena saya menerima beasiswa dari Jepang dan saya ingin berterima kasih atas kesempatan ini. Selain itu, saya ingin bertemu orang dari banyak negara, mengembangkan kemampuan dan berbagi kemampuan saya dengan yang lain,” katanya.
Sukarelawan dari Indonesia, Novicia Ghina Ranalia (20), juga ingin bertemu banyak orang dan mendapat pengalaman baru. ”Ini bisa jadi akan menjadi satu-satunya pengalaman seumur hidup. Saya gugup sekaligus antusias saat diterima jadi sukarelawan. Semoga saya bisa menjadi orang yang lebih baik setelah mendapat pengalaman di sini,” katanya, dalam laman resmi Olimpiade.
Proses seleksi
Serangkaian tes dan wawancara pun dilakukan sebagai proses seleksi, hingga akhirnya dipilih menjadi salah satu dari 80.000 sukarelawan. Mereka, yang umumnya bertugas sebagai penerjemah, pemandu, dan pengemudi itu berasal dari berbagai usia, dari pelajar perguruan tinggi hingga pensiunan, dan datang dari sejumlah negara.
Tanpa kehadiran penonton, kami bisa menjadi penonton ’palsu’. Dalam hal ini, kami bisa melihat bagaimana pertandingan digelar dan kami bisa menikmati dengan gratis.
Laman resmi Olimpiade menyebutkan, terdapat 204.680 permohonan, sebanyak 12 persen di antaranya berasal dari 120 negara. Permohonan datang dari mereka yang berusia belasan tahun hingga 80-an tahun.
Sebanyak 110.000 di antaranya direncanakan datang ke Tokyo, tetapi 10.000 orang membatalkan diri, sebulan lalu, karena pandemi Covid-19 yang memburuk di beberapa negara. Sebagian besar sukarelawan internasional juga tidak diizinkan untuk meninggalkan negara mereka. Pada akhirnya, panitia menyebutkan, ada 80.000 sukarelawan yang bertugas, belum termasuk mereka yang diorganisasikan oleh Pemerintah Tokyo.
Mereka mendapatkan seragam, sepatu, kaus kaki dari sponsor, dan makan. Mereka juga diberi uang transportasi 1.000 yen (sekitar Rp 131.000) per hari.
Meski Olimpiade digelar dalam situasi pandemi, panitia tak mengurangi jumlah sukarelawan karena tak ingin membuat kecewa yang telah dipilih. Namun, banyak dari mereka yang akhirnya ”menganggur” karena tak ada penonton. Sebagian besar dari mereka memang seharusnya bertugas menjadi pemandu bagi penonton, di dalam dan luar arena pertandingan.
Sukarelawan di arena lain mengatakan, banyak di antara mereka yang kesulitan untuk mengetahui tugas masing-masing.
”Terlalu banyak orang. Saking banyaknya, bahkan, ada yang bekerja membersihkan kafetaria yang disediakan untuk sukarelawan lain,” katanya. (REUTERS/IYA)