Hafnaoui dan Ohashi, Pemantik Keajaiban di Kolam Akuatik
Kisah dua perenang non-unggulan beda jender dan negara, Hafnaoui dan Ohashi, bersemi manis di Olimpiade Tokyo 2020. Dengan mimpi tinggi dan tekad besar, mereka menaklukkan segala prediksi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Tiga tahun silam, bocah berusia 15 tahun asal Tunisia bernama Ahmed Hafnaoui punya mimpi besar setelah finis di peringkat ke-8 di nomor renang 400 meter gaya bebas, Olimpiade Remaja Argentina 2018. Dia berkelakar, akan meraih medali emas untuk negaranya pada Olimpiade Paris 2024.
Ucapan tersebut ibarat pepatah si pungguk merindukan bulan. Karena, setahun setelahnya, dia bahkan tidak lolos ke salah satu ajang terbesar bagi perenang muda, Kejuaran Dunia Renang Yunior 2019.
Ternyata Hafnaoui tidak main-main dengan mimpinya. Mimpi Hafnaoui justru terwujud tiga tahun lebih cepat. Perenang yang baru menginjak 18 tahun ini telah meraih emas Olimpiade Tokyo 2020 dari nomor 400 m gaya bebas di Tokyo Aquatic Center, pada Minggu (25/7/2021).
“Saya sendiri juga terkejut (dengan pencapaian ini). Saya tidak percaya ini akan terjadi sampai saya menyentuh dinding, kemudian melihat berada di urutan pertama. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan,” kata Hafnaoui setelah penyerahan medali.
Ekspresi terkejut itu tampak jelas seusai dia menyelesaikan lomba. Hafnaoui sempat terbengong. Setelah melihat papan waktu, dia berteriak berkali-kali sambil memukul air permukaan kolam. Pria kelahiran 2002 tersebut menjadi mahluk paling bahagia di gelanggang.
Wajar saja dunia, juga Hafnaoui, kaget dengan hasil ini. Sebagai gambaran, Hafnaoui memulai lomba di lintasan 8, yang merupakan lintasan untuk perenang dengan catatan kualifikasi paling lambat di final. Catatan waktunya terpaut 2,01 detik dari perenang terbaik kualifikasi asal Jerman, Henning Bennet.
Selain catatan waktu yang menandakan kecepatannya berada di bawah para pesaing, Hafnaoui juga dianggap sudah kalah sebelum berlomba. Dia menempati lintasan 8 yang sering dinilai merugikan perenang. Dalam posisi ini, perenang tidak bisa memantau pergerakan seluruh lawan, di kiri dan kanan. Tak seperti posisi ideal di tengah, lintasan 4 atau 5. Lintasan 1 dan 8 juga lebih berat karena harus melawan pantulan riak air dari tepi kolam,.
Namun, perenang muda ini bangkit dari segala ketidakberpihakan itu. Dia menyelesaikan lomba dengan catatan memukau, 3 menit 43,36 detik. Hafnaoui mengalahkan dua perenang dari negara yang punya kultur juara di kolam renang dunia, Australia (Jack McLoughlin, 3 menit 43,52 detik) dan Amerika Serikat (Kieran Smith, 3 menit 43,94 detik).
“Saya hanya memasukkan kepala saya ke dalam air, lalu itulah hasilnya. Saya jelas merasa lebih baik saat berada di air hari ini daripada kemarin. Ini adalah lomba terbaik yang pernah saya jalani,” ucap atlet bertubuh tegap ini.
Luar biasanya lagi, Hafnaoui memenangkan emas lewat perjuangan epik di 50 meter terakhir. Dia tidak pernah memimpin lomba dalam tujuh lap (50 meter) awal. Peraih perak, McLoughlin, berada di atas angin karena selalu memimpin setelah separuh perjalanan, 200 meter.
Hafnaoui ternyata menyimpan kekuatan terpendamnya untuk 50 meter terakhir. Dia mencatatkan waktu terbaik dalam lap terakhir, 27,23 detik. Kebangkitan dramatis itu menjadikannya sebagai peraih emas pertama untuk Tunisia di Olimpiade Tokyo 2020.
Saya sendiri juga terkejut. Saya tidak percaya ini akan terjadi sampai saya menyentuh dinding, kemudian melihat berada di urutan pertama. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan.
Di podium tertinggi, ekspresi Hafnaoui bercampur aduk. Anak dari mantan pebasket nasional Tunisia ini tidak menyangka bisa menyumbangkan penghargaan tertinggi untuk negaranya pada usia sangat muda.
Air matanya mengalir ketika melihat medali emas, yang diiringi pengibaran bendera dan pemutaran lagu kebangsaan Tunisia. “Saya menangis ketika melihat bendera negara dan juga lagu kebangsaan karena momen ini sangat hebat. Medali ini untuk Anda, warga Tunisia! Anda sekarang punya seorang pemenang,” pungkasnya.
Sekarang, Hafnaoui menjadi satu dari dua perenang yang meraih emas Olimpiade untuk Tunisia. Emas pertama dihasilkan oleh perenang legendaris Tunisia, Oussama Melloului, dalam nomor maraton 10 kilometer di Olimpiade London 2012.
Kata Hafnaoui, dia punya mimpi meraih emas berkat inspirasi Melloului. Meski sudah meraih emas, perjalanan Halfnaoui meraih mimpi masih belum berakhir. Dia masih akan berlomba pada nomor 800 m gaya bebas mulai Selasa.
Percikan keajaiban
Beberapa menit setelah kejutan dari Hafnaoui, lomba dilanjutkan dengan nomor 400 m gaya ganti putri. Giliran perenang tuan rumah, Yui Ohashi (25), memercikan keajaiban di kolam Tokyo Aquatic Center.
Ohashi meraih emas pertama untuk Jepang di cabang renang setelah tampil impresif dengan catatan waktu 4 menit 32,08 detik. Dia mengalahkan duo AS yang menempati peringkat ke-2 dan ke-3, Emma Weyant (4 menit 32,76 detik) dan Hali Flickinger (4 menit 34,90 detik)..
Tampil di lintasan ketiga, atau tercepat ketiga dalam kualifikasi, Ohashi juga mengalahkan juara bertahan sekaligus pemegang rekor dunia asal Hongaria, Katinka Hosszu (4 menit 36,01 detik).
“Ini terasa tidak nyata. Ini seperti mimpi. Saya tidak berhasil berangkat ke Olimpiade Rio, jadi selama lima tahun, ini adalah mimpi terbesar saya. Kuncinya adalah, saya hanya selalu ingin berenang dalam lomba. Alasan itu yang membuat saya bisa menang,” kata Ohashi yang juga meraih emas di Asian Games 2018.
Pencapaian ini begitu istimewa untuk Ohashi. Tidak hanya karena bisa menyumbangkan emas Olimpiade untuk pertama kali dalam karier. Tetapi, prestasi ini sekaligus menjadi kebangkitan karier yang sempat divonis mati.
Menurut The Japan Times, Ohashi sempat hanya finis urutan ke-40 dalam kejuaraan nasional pada 2015. Saat bersamaan, dia juga divonis menderita anemia ekstrem. Kedua alasan ini meruntuhkan kepercayaan diri yang nyaris membuatnya berhenti dari dunia renang.
Pada akhirnya, kisah indah para “kuda hitam” ini bersemi di hari pertama perebutan medali cabang renang. Ohashi dan Hafnaoui membuktikan, di gelanggang renang hanya kedalaman dan luas kolam yang bisa diukur pasti. Tidak sama halnya dengan mimpi tinggi dan tekad besar, yang mampu menembus segala batasan. (REUTERS)